Pangan fungsional adalah pangan atau komponen pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan disamping fungsi dasar zat gizi pangan utama untuk populasi tertentu.[1] Pangan, secara umum dapat dikatakan memiliki tiga sifat penting. Fungsi utama pangan yaitu sebagai asupan zat gizi yang sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia. Fungsi kedua dari pangan dapat diidentifikasikan sebagai sensori atau pemuasan sensori seperti rasa yang enak, flavor, dan tekstur yang baik. Fungsi ketiga adalah secara fisiologis seperti regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imun, dan pertahanan tubuh. Pangan fungsional dapat digolongkan ke dalam pangan yang termasuk pada fungsi ketiga [2]. Contoh dari pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya. Substansi yang terdapat di dalamnya dapat berupa zat gizi essensial untuk memelihara fungsi normal tubuh dan pertumbuhan, serta komponen bioaktif yang dapat memberikan hasil postif pada kesehatan maupun efek fisiologis yang dikehendaki. Konsep pangan fungsional pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1984 dengan istilah FOSHU (Food for Special Dietary Uses). Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya populasi orang tua di Jepang yang berpotensi terhadap peningkatan penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, hipertensi, osteoporosis, dan kanker. Berlatar belakang hal tersebut, maka Kementerian Pendidikan Jepang pada tahun 1984 mencanangkan proyek pengembangan dan penelitian yang memfokuskan pada sifat fungsional pada pangan. Proyek tersebut merupakan proyek penelitian mengenai pangan fungsional yang pertama kali di dunia dengan melibatkan berbagai peneliti dari latar belakang disiplin ilmu seperti ilmu gizi, farmakologi, psikologi, dan kedokteran. [3]

Syarat Pangan Fungsional

Suatu pangan dapat dikategorikan menjadi pangan fungsional jika memiliki tiga syarat utama yang harus dipenuhi yaitu : (1) Merupakan makanan atau minuman (bukan kapsul, tablet, atau serbuk) yang mengandung senyawa bioaktif tertentu yang berasal dari bahan alami; (2) Harus merupakan bahan yang dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari; (3) Memiliki fungsi tertentu setelah dikonsumsi, seperti meningkatkan mekanisme pertahanan biologis, mencegah dan memulihkan penyakit tertentu, mengontrol fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan dini.[4] Hingga akhir tahun 2007, Jepang sudah memberikan label FOSHU pada 755 produk pangan. Klaim kesehatan untuk produk FOSHU di Jepang diklasifikasikan menjadi delapan kelompok yang memberikan efek kesehatan untuk kondisi IG (Indeks Glikemik), tekanan darah, serum kolesterol, glukosa darah, absorpsi mineral, kesehatan gigi, lemak netral pada darah, serta kesehatan tulang.[5]

 
Logo FOSHU di Jepang

.

Referensi

  1. ^ The Institute of Food Technologist. 2005. Functional Foods: Opportunities and Challanges. Washington: IFT Expert Report Publication.
  2. ^ Yamada K, Sato-Mito N, Nagata J, Umegaki K. Health claim evidence requirements in Japan. 2008. The Journal of Nutrition 138:1192S-1198S.
  3. ^ Yamada K, Sato-Mito N, Nagata J, Umegaki K. Health claim evidence requirements in Japan. 2008. The Journal of Nutrition 138:1192S-1198S.
  4. ^ Goldberg I. 1993. Functional Foods. New York: Chapman and Hall.
  5. ^ Yamada K, Sato-Mito N, Nagata J, Umegaki K. Health claim evidence requirements in Japan. 2008. The Journal of Nutrition 138:1192S-1198S.