Kota Samarinda

ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia


Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan darat, laut dan udara. Dengan Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi "gerbang" menuju pedalaman Kalimantan Timur. Kota ini memiliki luas wilayah 718 km²[1] dan berpenduduk 770.753 jiwa (akhir Januari 2010).

Kota Samarinda
Daerah tingkat II
Sungai Mahakam
Lambang resmi Kota Samarinda
Motto: 
Samarinda Kota TEPIAN
(Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman)
Peta
Peta
Kota Samarinda di Kalimantan
Kota Samarinda
Kota Samarinda
Peta
Kota Samarinda di Indonesia
Kota Samarinda
Kota Samarinda
Kota Samarinda (Indonesia)
Koordinat: 0°30′08″S 117°09′13″E / 0.5022°S 117.1536°E / -0.5022; 117.1536
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Timur
Tanggal berdiri21 Januari 1668
Jumlah satuan pemerintahanDaftar
Pemerintahan
 • BupatiAchmad Amins
Luas
 • Total718 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi)
Populasi
 • Total770,753 jiwa
Demografi
 • AgamaIslam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu, Kong Hu Cu
 • BahasaBanjar, Kutai, Indonesia
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode BPS
6472 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0541
Kode Kemendagri64.72 Edit nilai pada Wikidata
Situs webhttp://www.samarindakota.go.id/

Sejarah

Awal mula berdirinya Samarinda

Perjanjian Bungaya

Pada saat pecah perang Gowa, pasukan Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin angkatan laut Kompeni menyerang Makassar dari laut, sedangkan Arung Palakka yang mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (raja Gowa) menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667.

Kedatangan orang Bugis ke Kesultanan Kutai

Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja tersebut, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.

Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama didalam menghadapi musuh.

Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan didalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).

Rumah Rakit yang Sama Rendah

Sekitar tahun 1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Poea Adi bersama pengikutnya yang asal tanah Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Pilipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai, Banjar dan suku lainnya.

Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak, dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda.

Sedang Poea Adi diberi gelar Panglima Sepangan Pantai. Ia bertanggungjawab terhadap keamanan rakyat dan kampung-kampung sekitar sampai ke bagian Muara Badak, Muara Pantuan dan sekitarnya. Keputusan sidang kerajaan membuka Desa Sama Rendah memang jitu. Sejak saat itu, keamanan di sepanjang pantai dan jalur Mahakam menjadi kondusif. Tidak ada lagi bajak laut yang berani beraksi. Dengan demikian, kapal-kapal dagang yang berlayar, baik dari Jawa maupun daerah lainnya bisa dengan aman memasuki Mahakam. Termasuk kapal-kapal pedagang Belanda dan Inggris. Mereka berlayar hingga ke pusat Kerajaan, di Tepian Pandan. Dengan demikian roda pemerintahan berjalan dengan baik serta kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat[2].

Samarinda Seberang

Sejarah terbukanya sebuah kampung yang menjadi kota besar, dikutip dari buku berbahasa Belanda dengan judul “Geschiedenis van Indonesie“ karangan de Graaf. Buku yang diterbitkan NV.Uitg.W.V.Hoeve, Den Haag, tahun 1949 ini juga menceritakan keberadaan Kota Samarinda yang diawali pembukaan perkampungan di Samarinda Seberang yang dipimpin oleh Poea Adi. Belanda yang mengikat perjanjian dengan kesultanan Kutai kian lama kian bertumbuh. Bahkan, secara perlahan Belanda menguasai perekonomian di daerah ini. Untuk mengembangkan kegiatan perdagangannya, maka Belanda membuka perkampungan di Samarinda Seberang pada tahun 1730 atau 62 tahun setelah Poea Adi membangun Samarinda Seberang. Di situlah Belanda memusatkan perdagangannya. Namun demikian, pembangunan Samarinda Seberang oleh Belanda juga atas ijin dari Sultan Kutai, mengingat kepentingan ekonomi dan pertahanan masyarakat di daerah tersebut. Apalagi, Belanda pada waktu itu juga menempatkan pasukan perangnya di daerah ini sehingga sangat menjamin keamanan bagi Kerajaan Kutai.

Samarinda berkembang terus dengan bertambahnya penduduk yang datang dari Jawa dan Sulawesi dalam kurun waku ratusan tahun. Bahkan sampai pada puncak kemerdekaan tahun 1945 hingga keruntuhan Orde Lama yang digantikan oleh Orde Baru, Samarinda terus ’disatroni’ pendatang dari luar Kaltim. Waktu itu Tahun 1966 adalah peralihan masa Orde Lama ke Orde Baru. Keadaan semuanya masih acak dan semberawut. Masalah keamanan rakyat memang terjamin dengan terbentuknya Hansip (Pertahanan Sipil) yang menggantikan OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat). Hansip mendukung keberadaan Polisi dan TNI.

Kendati terbilang maju pada zamannya, perubahan signifikan Kota Samarinda dimulai ketika Walikota Kadrie Oening diangkat dan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan No.Pemda 7/ 67/14-239 tanggal 8 November 1967. Ia menggantikan Mayor Ngoedio yang kemudian bertugas sebagai pejabat tinggi pemerintahan Jawa Timur di Surabaya. Kotamadya Samarinda pada tahun 1950 terbagi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Luas wilayahnya saat itu hanya 167 km². Kemudian pada tahun 1960 wilayah Samarinda diperluas menjadi 2.727 km² meliputi daerah Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Namun belakangan, kembali terjadi perubahan. Kota Samarinda hanya tinggal Kecamatan Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ilir, dan Samarinda Ulu[2].

Penetapan hari jadi Kota Samarinda

Orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke 320 pada tanggal 21 Januari 1980. 21 Januari 1668 / 5 Sya'ban 1070 Hijriyah : Kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo mendirikan pemukiman di muara Karang Mumus.

Berdirinya Pemerintahan Kota Samarinda

Pemerintah Kotamadya Dati II Samarinda dan Kotapraja

Dibentuk dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960, berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II Kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur

Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, dan Samarinda Seberang. Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal 1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Saat ini Samarinda terdiri dari 6 kecamatan, tidak termasuk Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam Kabupaten Kutai Kartanegara.

Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 4 kecamatan menjadi 6 kecamatan, yaitu:

Rencananya kecamatan dan kelurahan tersebut akan dimekarkan kembali dengan usulan nama kecamatan Samarinda Kota, kecamatan Samarinda Selatan, kecamatan Sambutan, dan kecamatan Sungai Pinang. Usulan ini masih dalam pembahasan DPRD Kota Samarinda.

Berdasarkan Perda Kota Samarinda No. 1 Tahun 1988, tanggal 21 Januari 1988, ditetapkan Hari Jadi Kota Samarinda adalah tanggal 21 Januari 1668. Penetapan ini bertepatan dengan Peringatan Hari Jadi Kota Samarinda ke-320.[1]

Geografi

 

Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat diantara 0°21'18"-1°09'16" LS dan 116°15'16"-117°24'16" BT.

Batas-batas wilayah

Utara Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
Timur Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Selatan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Barat Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten Kutai Kartanegara.


Topografi

Topografi Samarinda meliputi tanah datar dan berbukit di ketinggian antara 10 s.d. 200 m di atas permukaan laut.

Pemerintahan dan layanan publik

Walikota

Saat ini walikota dijabat oleh Drs. H. Achmad Amins, MM, yang berpasangan dengan wakil walikota, Syaharie Jaang, memenangkan Pilkada Samarinda pada tanggal 19 September 2005, dan dilantik oleh Gubernur Kaltim, Suwarna A.F. pada tanggal 25 November 2005, di GOR Segiri, Samarinda.

Kecamatan di Samarinda

Berdasarkan PP RI No. 21 tahun 1987 dan Instruksi Mendagri No. 26 tahun 1997, tentang penetapan batas wilayah, maka secara administratif Kota Samarinda memiliki luas 718 km2, yang terdiri dari 6 kecamatan, yang terbagi dalam 53 kelurahan.

Militer

Maskot Kota Samarinda

Berkas:Faunapesutmahakam.jpg
Pesut Mahakam yang mati akibat ditabrak kapal motor. Jika tidak ada upaya nyata dari pemerintah, maka fauna terlangka di dunia ini akan punah tahun 2011.

Pesut Mahakam adalah maskot kota Samarinda. Namun saat ini Pesut Mahakam tidak terlihat lagi di sepanjang sungai Mahakam kota Samarinda. Pesut Mahakam terdesak oleh kemajuan kota dan pindah ke hulu sungai. Populasi Pesut Mahakam semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan menurut sebuah penelitian, Pesut Mahakam sekarang tinggal 50 ekor. Jika tidak dilakukan antisipasi dan pelestarian, maka dalam waktu beberapa tahun saja Pesut Mahakam akan punah, menyusul pesut dari Sungai Irrawaddy dan Sungai Mekong yang sudah terlebih dahulu punah dan Pesut Mahakam adalah pesut air tawar terakhir yang hidup di planet bumi.

Tempat menarik

Wisata

Kawasan Wisata Budaya Pampang

Kawasan Pampang yang terletak sekitar 20 km dari kota Samarinda merupakan kawasan wisata budaya yang menarik untuk menyaksikan kehidupan suku Dayak Kenyah. Obyek wisata budaya ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan raya Samarinda-Bontang. Daya tarik yang dapat disaksikan adalah Lamin atau rumah adat suku Dayak serta tarian dan upacara adat Dayak Kenyah yang diselenggarakan setiap hari Minggu pukul 14.00 wita.[3]

Air Terjun Tanah Merah

 
Air Terjun Tanah Merah

Terletak sekitar 14 km dari pusat kota Samarinda tepatnya di dusun Purwosari kecamatan Samarinda Utara. Tempat ini merupakan pilihan tepat bagi wisata keluarga karena dilengkapi pendopo istirahat, tempat berteduh dengan pohon peneduh di sekitar lokasi, warung, areal parkir kendaraan yang luas, pentas terbuka dan tempat pemandian. untuk mencapai obyek wisata tersebut, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat serta angkutan umum trayek Pasar Segiri - Sungai Siring. Untuk saat ini tempat wisata ini kurang mendapat perhatian akibatnya mutu pelayanan jadi berkurang sehingga perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk mengembangkan tempat ini.

Penangkaran Buaya Makroman

Terletak di desa Pulau Atas, kecamatan Palaran dengan jarak lebih kurang 6 km dari Samarinda. Jenis buaya yang dipelihara yaitu buaya air tawar dan buaya Supit. Tempat pengembangbiakan buaya ini telah di lengkapi sarana dan prasarana wisata.

Kebun Raya Samarinda

Berkas:Kebunrayasamarinda.jpg
Kebun Raya Unmul Samarinda

Terletak di sebelah Utara kota Samarinda yang berjarak 20 km atau 30 menit perjalan darat. Di Kebun Raya Samarinda terdapat atraksi Danau alam, kebun binatang, panggung hiburan.

Telaga Permai Batu Besaung

Obyek wisata Telaga Permai Batu Besaung merupakan obyek wisata alam, terletak di Sempaja 15 km dari pusat kota Samarinda dengan kendaraan motor/mobil. Obyek wisata ini telah dilengkapi sarana dan prasarana wisata.

Kerajinan Tenun Ikat Sarung Samarinda

Berkas:Sarung-smd.jpg
Perajin sedang menenun Sarung Samarinda

Terletak di Jalan Pangeran Bendahara Samarinda Seberang. Obyek wisata ini merupakan proses pembuatan sarung tradisional Samarinda, yang berjarak 8 km dari pusat kota Samarinda. Obyek tersebut telah dilengakapi sarana dan prasarana wisata. Kerajian tenun sarung ini pada mulanya dibawa oleh pendatang suku Bugis dari Sulawesi yang berdiam di sisi kiri Mahakam (sekarang menjadi Samarinda Seberang). Hampir disetiap perkampungan suku Bugis (kelurahan masjid Baka) dapat ditemukan pengrajin sarung Samarinda. Alat tenun yang digunakan para pengrajin adalah alat tradisional disebut "Gedokan" atau menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Produk yang dihasilkan untuk 1 (satu) buah sarung memakan waktu tiga minggu.

Pusat Belanja dan Kegiatan

Citra Niaga

Pusat Kegiatan karya arsitek Antonio Ismael ini pernah memperoleh Aga Khan Award pada tahun 1986 mengalami kebakaran pada tahun 2006 dan dibangun kembali namun tidak persis sama dengan kondisi awal dibangun. Merupakan pusat kerajinan tradisional di kota Samarinda

Mal Mesra Indah

Pusat belanja modern yang pertama di Samarinda yang dimiliki oleh Mesra Grup (H. Rusli). Pada awalnya hanya dua lantai dan telah dibangun kembali menjadi 4 lantai. Berada di Jl.KH. Khalid

Mal Lembuswana

Pusat belanja modern kedua di Samarinda terletak di simpang Jl.S.Parman dan Jl.M.Yamin yang merupakan simpang empat terbesar di Samarinda.

Samarinda Central Plaza

Puaat belanja modern ketiga di Samarinda dengan investor lokal dari grup Roesianto Bersaudara

Plaza Mulia

Pusat belanja modern keempat di Jl.Bhayangkara, mulai beroperasi pada tahun 2009

Transportasi

Air

 
Jembatan Mahakam di foto dari udara

Sejak didirikannya, transportasi utama Samarinda melalui Sungai Mahakam yang membelahnya ditengah-tengah, pada tahun 1987 baru dibangun Jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang. Selain itu sudah dibangun dan diresmikan pada 2009 Jembatan Mahakam Hulu atau Mahulu, Jembatan Mahkota II (dalam tahap konstruksi) dan Jembatan Mahkota III (tahap pembebasan lahan).

Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso, dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota.

Darat

Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Bontang dan Sangatta ke utara, serta jalan baru yang menghubungkan ke Tenggarong, serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan timur yang tembus sampai ke Senipah, Samboja dan Balikpapan.

Udara

Bandar Udara Temindung (kode SRI) merupakan bandar udara yang menghubungkan Samarinda dengan kota-kota di pedalaman serta Balikpapan. Saat ini sedang dibuat Bandar Udara Sungai Siring, agar dapat didarati oleh pesawat yang lebih besar.

Lainnya

Sekolah Menengah

Berkas:Smanegeri5smd.jpg
SMAN 5, salah satu SMA favorit di Samarinda

Perguruan Tinggi

Terdapat cukup banyak perguruan tinggi di Samarinda, diantaranya adalah:

Klub Olahraga

Media

Tokoh kelahiran Samarinda

Lihat Tokoh-tokoh dari Samarinda.

Referensi

  1. ^ a b ZAILANI, Akhmad. Wajah Parlemen Samarinda. Samarinda: Sultan Pustaka, 2006. ISBN 979-25-7660-6
  2. ^ a b Bongkar Online - Kenangan Tempoe Doeloe Kadrie Oening Patut Diteladani
  3. ^ "Pampang". Diakses tanggal 2010-02-05. 

Lihat pula

Pranala luar