Parakan, Temanggung

kecamatan di Temanggung, Jawa Tengah

Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Sindoro-Sumbing. Kota kecamatan Parakan dilintasi jalur dari Wonosobo ke Yogyakarta/Semarang dan Yogyakarta ke Jalur Pantura/Jakarta.

Parakan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenTemanggung
Pemerintahan
 • Camat-
Populasi
 • Total46,875 jiwa jiwa
Kode Kemendagri33.23.08 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3323010 Edit nilai pada Wikidata
Luas2.223 Ha;
Kepadatan- jiwa/km²
Desa/kelurahan- Glapansari

- Sunggingsari
- Caturanom
- Depokharjo
- Ringinanom
- Wanutengah
- Parakan Kauman
- Besaran /> - Parakan Wetan
- Dangkel
- Watukumpul
- Mandisari
- Campursalam
- Ngelondong
- Tegalroso
- Bagusan

- Traji
Peta
PetaKoordinat: 7°18′34″S 110°1′29″E / 7.30944°S 110.02472°E / -7.30944; 110.02472

Sejarah

Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Pada zaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Di mana para pejuang rakyat saat itu menggunakan bambu runcing. Bambu runcing adalah sebuah tongkat dari bambu berwarna kuning yang bagian ujungnya dibuat runcing, dibuat sebagai senjata yang sederhana namun ampuh setelah diberi doa oleh para kyai untuk melawan penjajahan Jepang sebelum kemerdekaan RI di daerah Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah) dan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan (1945 - 1948) di daerah Ambarawa dan wilayah lainnya. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah KH Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.

Dikatakan parakan karena bersemayam kyai yang disebut parak atau perek (kyai parak)kyai parak pertama berasal dari yaman dan yang kedua dari pelarian mataran ketika amangkuratII memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman belanda tidak pernah tercantum kelurahan parakan melankan jetis ,klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi di parakan sehingga belanda sengaja menjadikan parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang belanda. Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan kabupaten menoreh dengan bupati terakhir krt sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara diponegaro dimakamkan dikalam jolopo krasak sedang kepalanya di selarong yogyakarta. Dulu parakan memang sebagai kota sorga bagi orang yang berduti ada candu wts dll pemerintah belanda menginginkan kota parakan sebagai tujuan orang untuk berfoya-foya sehingga banyak bursa candu bahkan seperti bah moho yang tinggal di wilayah kauman parakan . Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung al.Kyai Shuhada dimakamkan di Bayurip Pasuruan Bulu,beliau ayah KH Mansur Banyurip dan kakek dari KH Zaenuddin(alm) mantan kepala desa Banyurip.

Wilayah Administratif

Parakan sebagai wilayah administratif kecamatan dibagi dalam 16 desa yang berbatasan dengan:
Utara : Kecamatan Ngadirejo, Jumo, dan Kedu, Kabupaten Temanggung
Barat : Kecamatan Kledung, Ngadirejo dan Bansari, Kabupaten Temanggung
Selatan : Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung
Timur : Kecamatan Kedu, dan Bulu, Kabupaten Temanggung

Budaya dan Masyarakat

Pencaharian

Rata-rata masyarakat Parakan masih berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang dulu sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional,dan juga kebanyakan orang-orang berprofesi sebagai Tukang parkir hal itu di karnakan kurangnya lapangan pekerjaan

Aktivitas Keagamaan

Mayoritas penduduk Parakan beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, surau dan pesantren di daerah ini. Namun demikian, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antarumat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Milsanya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.

Bahasa Daerah

Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko)dalam bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya. Kata-kata lainnya antara lain :

  • ha-njuk = lalu
  • jidor = sukurin / rasakan akibatnya / biarin
  • gage / gekndang = ayo cepat / bergegas
  • ndak = apakah
  • de-e = kamu
  • kambek = bersama
  • ndais = sukurin
  • cocote = mulutmu
  • sikak = bulu di antara dubur,bajingan
  • mberuh = tidak tahu
  • ndasmu = kepalamu,ah kamu ini
  • koplak =gila,tidak masuk akal
  • modar =mati kau!,mati,sukurin
Kesenian Tradisional
  • Kubro (Kubrosiswo): Tarian dengan memakai seragam & topeng, diikuti dengan alat musik pukul. dimainkan juga oleh anak anak.
  • Jaran Kepang (Kuda Lumping): Tarian dengan menggunakan tunggangan kuda yang terbuat dari bambu dan dihias meriah.
  • Ndibak: Lantunan puji-pujian Islami dalam bahasa Arab, yang dinyanyikan bersama-sama.
  • Kadaro: lantunan puji-pujian terhadap rosul diiringi tiga buah terbang besar yang ampai sekarang masih eksis tiap malam jumah pahing berlatih di musholla wakfiyah (bani israel) karang tenagah parakan kauman.
  • Zanzanen (selawatan jowo)lantunan pijian kepada nabi saw dengan musik perkusi tradisioal kelompok ini ada di kampung jogomertan dll .
  • Salabat di desa campursalam parakan.
  • Burdahan dan Barjanjen .
Makanan Tradisional
  • Emping Ento, sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.
  • Sego Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang, jeroan iso dll.
  • Gudeg Gurih, berbeda dengan gudeg yogya, gudeg di daerah ini manis tapi gurih.
  • Sego Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri
  • Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis
  • Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang
  • Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.
  • Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.
  • Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.
  • Roti kelopo kuwe kering terbuat dari tepung kelapa dan telur enak dan renyah palagi buatan bu Nyai Aly kauman wah mak nyusss.
  • Cithak kue dari beras ketan yang diisi kacang hijau atau kacang tanah yang ditumbuk lalu dikukus bersamaan.Buatan mb wimah mak nyoooeesss
  • wedang ronde wedang ronde di parakan disajikan berupa air rebusan jahe,lalu indil2 yg terbuat dari tepung beras ketan yang diisi kacang manis dan disajikan panas-panas bersama dengan emping ntho,kacang goreng,dan beberapa gorengan seperti ndhog glludug dan tempe kemul.

Makanan di Parakan juga banyak yang dinamai dengan istilah yang unik2, antara lain:

  • Endog Gludug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endog) guling (gludug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.
  • Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendoan gaya Parakan.
  • Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, kecambah dll.
  • Ndas Borok /sikil krowak
  • Rondo sisik
  • Ganjel Rel
  • Semar Mendem