Syahid

istilah dalam Islam
Revisi sejak 9 Agustus 2010 07.26 oleh Kia 80 (bicara | kontrib)

Syahid adalah istilah dalam bahasa Arab untuk seorang martir, atau seseorang yang meninggal dalam perjuangan demi keyakinan atau imannya, seperti yang terjadi pada masa penganiayaan terhadap orang Kristen perdana di Kekaisaran Romawi. Kadang-kadang istilah ini juga diberikan kepada mereka yang menggunakan kekerasan, seperti misalnya untuk orang yang meninggal demi kejayaan negaranya pada masa perang.

Sejarah

Kata martir berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu μαρτυρ, yang berarti "saksi" atau "orang yang memberikan kesaksian". Pada awal Kekaisaran Romawi, kota-kota independen di Asia Kecil berusaha mengganjar para pendukungnya atas bantuan yang mereka berikan. Untuk lebih meningkatkan dukungan dengan memberikan penghormatan secara terbuka, kepada para penguasa Roma itu diberikan gelar kehormatan yang dibacakan di tempat-tempat umum di hadapan orang yang berkumpul. Pujian seperti itu biasanya dirujuk dalam piagam-piagam sebagai marturiai. Orang Kristen mengambil ungkapan "martir" atau "syahid" ini dalam "kesaksian" untuk tindakan, penderitaan dan pengorbanan diri dari mereka yang teraniaya.

Dalam agama Yahudi

Kematian sebagai syahid dalam agama Yahudi disebut dalam ungkapan bahasa Ibrani Kiddush Hashem, yang artinya pengudusan nama Allah.

Sebuah laporan historis oleh Rabi Efraim ben Yaakov (1132 - l.k. 1200) menggambarkan bagaimana para Tentara Salib membantai orang-orang Yahudi, termasuk pembantaian di Blois. Dalam kejadian itu sekitar 40 orang Yahudi dibunuh setelah mereka dituduh melakukan pembunuhan ritual:

"Sementara mereka berjalan digiring, kepada mereka dikatakan, 'Kalian menyelamatkan nama kalian apabila kalian meninggalkan agama kalian dan menerima agama kami.' Orang-orang Yahudi itu menolak. Mereka dipukuli dan disiksa agar mau menerima agama Kristen, namun mereka tetap menolak. Sebaliknya mereka saling menguatkan sesamanya agar tetap setia dan mati demi menguduskan Nama Allah."

Dalam agama Kristen

Selain menghormati Yesus, orang-orang Kristen baik dari tradisi Timur maupun Barat menghormati Stefanus atau Santo Stefanus sebagi syahid yang pertama atau protomartir (lihat Kisah para Rasul ps. 7-8).

Orang-orang Kristen pada tiga abad pertama Masehi disalibkan dengan cara yang sama seperti tahanan politik Romawi atau dijadikan mangsa singa sebagai tontonan. Mereka diakui sebagai martir atau syahid karena mereka mengikuti ajaran Yesus untuk tidak melawan kejahatan, dan memilih untuk mati daripada menyangkal iman mereka (murtad). Penulis Kristen Tertulianus (200 M) menyatakan bahwa "darah para martir adalah benih Gereja." Dan sepanjang sejarah orang Kristen menganggap orang-orang suci sebagai tanda kontradiksi, orang-orang yang diserang dan ditolak.

Ketika Konstantin memeluk agama Kristen dan kekristenan diidentikkan dengan Kekaisaran Romawi, keadaan pun berbalik seratus delapan puluh derajat dan orang-orang kafir kadang-kadang menjadi syahid bila mereka menolak Kaisar Roma yang memerintahkan mereka untuk berganti agama dan memeluk agama Kristen menurut versi Kekaisaran Romawi. Tak lama kemudian Augustinus Hippo memberikan wewenang untuk menggunakan kekerasan terhadap para penyesat dan orang-orang Kristen yang menolak untuk mengikuti ortodoksi Roma. Penganiayaan terhadap para penyesat dan kematian syahid yang kadang-kadang menyertainya kemudian dilembagakan dalam praktik inkuisisi oleh Gereja Katolik Roma, dan dalam sistem-sistem politik Negara, seperti misalnya pada masa Ratu Mary I di Inggris (yang digelari Bloody Mary atau "Mary Berdarah"), ketika ia memerintahkan penganiayaan dan pembunuhan terhadap hampir 300 orang Protestan (dicatat dalam Foxe's Book of Martyrs) karena menolak untuk menyangkal iman reformis mereka dan kembali ke Katolik Roma. Perlu disebutkan bahwa jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlah orang Katolik yang dihukum mati oleh berbagai raja, dimulai dengan ayah Mary, Henry VIII, dan berlangsung sepanjang penganiayaan Anti Katolik selama dua abad di Britania.

 
Dirk Willems, seorang Anabaptis menyelamatkan orang-orang yang mengejarnya dan kemudian malah dibakar pada tiang pada 1569.

Sejumlah sekte Kristen, seperti Anabaptis maupun sekte-sekte non-Kristen, yang mulai sebagai Kristen namun kemudian mengganti keyakinannya, menelusuri asal-usul mereka pada penganiayaan besar dan mati syahid di tangan Gereja Katolik yang berusaha menekan sekte-sekte yang memisahkan diri itu. Kaum Anabaptis merangkul masa lalu dari warisan mereka ini sedemikian rupa sehingga buku Martyrs Mirror ("Cermin para Martir"), yang menggambarkan kematian para Syahid Anabaptis pada abad ke-16 dan ke-17, masih dimiliki dan dibaca luas di kalangan keluarga-keluarga Mennonit dan Amish (lihat penganiayaan Anabaptis untuk informasi lebih jauh).

Pada abad ke-20 kembali terjadi banyak orang Kristen yang mati syahid di tangan orang bukan Kristen, dalam penganiayaan oleh penguasa politik yang antipati terhadap agama-agama tertentu, atau agama pada umumnya. Orang mengatakan bahwa ini mencakup pula Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina pada tahun-tahun awalnya. Gereja Ortodoks Rusia pada masa pasca-Soviet menyebut orang-orang yang meninggal karena imannya sebagai para "syahid baru". Artinya, semua itu terjadi dalam penganiayaan terbesar kedua terhadap orang Kristen sejak masa abad pertama hingga ketiga Masehi. Rezim Taliban di Afganistan juga dicatat telah melakukan gelombang penganiayaan, meskipun karena skalanya tidak begitu luas, tidak mendapatkan begitu banyak perhatian internasional.

Banyak sejarahwan gereja percaya bahwa pada abad ke-20 ada lebih banyak martir Kristen dibandingkan dengan jumlahnya selama 19 abad pertama. Klaim ini jelas sulit dibuktikan kebenarannya.

Dalam agama Islam

Lihat pula : Penganiayaan terhadap orang Muslim dan Daftar syuhada

Konsep syahid dibahas di dalam Hadits, yaitu ucapan dan tindakan Nabi Muhammad. Istilah ini sendiri tidak muncul di dalam Al Qur'an dalam pengertian teknis, namun tradisi eksegetis yang belakangan menafsirkan sejumlah ayat dan menyebutkan bahwa kata itu memang muncul di sana. Syahid pertama dalam Islam adalah seorang perempuan lanjut usia Sumayah binti Khabbab[1], orang Muslim pertama yang meninggal di tangan para penganut politeis di Mekkah (khususnya, Abu Jahal). Seseorang yang terkenal dan yang secara luas diakui sebagai syahid - bahkan sebagai tipe utama syahid di dalam Syi'ah - adalah Husain bin Ali, yang meninggal di tangan pasukan-pasukan khalifah Bani Umayyah kedua, Yazid I di Karbala. Kaum Syiah memperingati kejadian ini setiap tahun pada perayaan Asyura.

Orang-orang Muslim yang meninggal dalam jihad bis saif (perjuangan dengan pedang, atau perang suci) yang sah di dalam Islam biasanya dianggap sebagai syahid. Istilah ini menjadi kontroversial pada akhir abad ke-20, ketika (karena ajaran Islam melarang keras bunuh diri) kata ini mulai diberikan kepada para pelaku bom bunuh diri yang merupakan anggota kelompok-kelompok nasionalis Palestina dan tempat-tempat lainnya, yang seringkali menelan korban sipil.

Konsep mati syahid yang heroik disebut "Istish-haad".

Mati syahid di masa kini

Istilah ini kini digunakan secara metafora untuk orang-orang yang terbunuh dalam suatu perjuangan historis untuk suatu tujuan tertentu, atau mereka yang kematiannya melahirkan suatu gerakan tertentu. Dalam pengertian ini, orang-orang seperti Mahatma Gandhi dan Martin Luther King Jr. dapat dianggap sebagai syuhada, karena mereka dibunuh ketika berusaha mengubah status quo melalui cara-cara anti kekerasan.

Contoh-contoh lainnya mencakup (sebagian diperdebatkan):

Lihat pula

Referensi