Suku Kedayan
Suku Kedayan/Kadayan adalah suku bangsa yang berasal dari Brunei. Sebagian suku Kedayan bermigrasi ke Miri, Sarawak. Bahasa Kedayan termasuk bahasa Melayu Lokal. Suku Kedayan merupakan salah satu bangsa yang menetap di Miri. Dipercayai berasal dari Brunei dan berhijrah ke Miri. Sebelum penubuhan Malaysia, Miri merupakan sebahagian daripada Brunei. Kebanyakan bangsa Kedayan daerah Bekenu. Selain itu, bangsa Kedayan juga boleh ditemui di Sipitang, Sabah dan Labuan. Bahasa yang digunakan ialah Bahasa Kedayan ("bahasa de facto" Brunei).
Kaum Kedayan di Labuan bukannya orang pantai, dan cenderung menetap di kawasan pedalaman. Rumah-rumah di kampung dibina agak dekat antara satu sama lain, mengikut pola kelompok, dengan taman-taman bercabang seperti jejari ke luar. [1]
Asal-Usul Puak Suku Di Brunei
Kedayan merupakan bangsa campuran Orang Jawa dan Masyarakat Melayu Brunei yang mana peristiwa Sultan Brunei Ke 5 iaitu Sultan Bolkiah (1473-1521) yang rajin singgah di tanah nusantara seperti di kepulauan Jawa, Sumatra, Kalimantan dan termasuklah Di tanah Filipina. Dan di tanah Jawa Baginda dapat melihat aktivitas orang Jawa yang rajin bercocok tanam dan berpadi dan mereka ini dikenali dengan jadi bertanam (hasil tangan mereka yang banyak membuahkan hasil), maka baginda segera menawarkan mereka untuk menetap di Brunei. Setelah di Brunei banyak aktiviti pertanian dibuat dengan giat dan banyak hasilnya lalu Baginda memberikan hadiah. Di sinilah bermulanya ikatan pertalian dan persaudaraan orang Jawa melalui perkawinan campur dengan Masyarakat Melayu Brunei sehingga pada masa kini puak kedayan banyak menetap di Daerah Temburong, Tutong, Belait dan Brunei dan Muara (Jerudong). Dan kemudian berpindah-rendah ada yang menetap di Sabah dan di Sarawak.
Pada tahun 144 masihi, Fa Hsien seorang pandita Buddha berbangsa Cina singgah di Java-Dwipa dan tinggal di sana selama lima bulan [perlu diingat bahawa di dalam dunia purba, Borneo adalah dikenali sebagai Jawa Besar dan pulau Jawa sebenar dikenali dengan Jawa Kecil. Juga kemudian dikenali sebagai Varuna Dvipa dan Java Dvipa]. Diantara Raja Kutai hindu yang terkenal ialah Kudungga, Devawarman, Aswawarman dan Mulawarman.
Dimungkinkan bahwa apa yang disebut sebagai Jawa adalah Pulau Borneo atau juga disebut Kalimantan. Jawa disini bukanlah suku Jawa yang dimaksud tetapi dataran yang dinamai oleh orang luar kepada pulau Borneo. Jawa kecil itulah yang kemungkinan besar adalah pulau jawa saat ini.
Jika merujuk kepada kebesaran Kutai sebelum masa kerajaan Kutai berganti menjadi Kutai Kertanegara adalah pertumbumuhan sebuah kerajaan orang asli Borneo yang disebut sebagai kerajaan bangsa Dayak tertua yang juga dimungkinkan peradabannya sebagai tamadun tertua yang berhubungan dengan Altalntis.
Pulau Borneo sangat kaya bahasa. Ada ratusan jenis bahasa di Borneo dan beberapa diantaranya sudah mulai punah. Berdasarkan teori bahasa bahwa dimana kawasan yang terdapat banyak bahasayang beragam adalah dimungkinkan sebagai tanah asal usul bahasa yang digunakan di kawasan nusantara, artinya bahwa Kalimantan atau Borneo tersebut merupakan tanah leluhur masyarakat di pulau nusantara ini.
Jika merujuk ke struktur dan kosa kata bahasa Kandayan yang ada di kawasan Miri, Brunei, Sabah dan sebagian Kalimantan Timur jelas sudah bahwa orang Kandayan bukanlah suku Melayu. Mereka adalah suku asli Borneo yang kini telah banyak memeluk agama ISlam. Perkataan Melayu pada kata Melayu Kandayan merupakan bias dari pengaruh Islam kedalam suku kaum tersebut sehingga penyebutan istilah "Bahasa Melayu Kandayan" menjadi tercipa atau dibuat dalam kerangka politis.
Sesungguhnya suku kaum Kandayan yang ada di Brunei itu sendiri adalah orang Borneo asli yang beragama Islam, namun juga perlu diketahui bahwa suku kaum Kandayan bukan hanya saja ada di kawasan Brunei, Miri, Kuala Belait, Tutong, Temburong, Sabah, Kalimantan Timur, namun penamaan Kandayan juga ada di Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat-Indonesia. Suku kaum Kandayan di Kalbar justeru sebaliknya beragama Kristen baik Katolik ataupun Protestan. Tidak ada perbedaan bahasa yang terlalu signifikan antara Kandayan di Brunei dengan Kandayan di Kalimantan Barat dimana kosa kata bahasa keduanya memiliki pertalian yang sangat erat dan hampir 99% sama. Hanya saja uniknya adalah orang Kandayan di Kalbar mau menyebut diri sebagai orang asli Borneo dengan sebutan Dayak. Dari segi bahasa Kandayan di brunei dengan Kandayan di Kalbar memiliki kesamaan yang sangat tinggi hanya saja Kandayan di Brunei lebih berafiliasi menyebut diri sebagai "Melayu Kandayan".
Hal tersebut dapat dimaklumi oleh karena pengaruh Islam yang begitu besar pada jamannya. Sebelum Islam ada di Borneo bukankah semuanya beragama kepercayaan dan Hindu yang dihelad oleh kerajaan Kutai semasa itu yang artinya adalah tidak ada Islam, tidak ada Kristen dan tidak ada sebutan Melayu atau pun Dayak.
Sebutan kedua nama "Melayu dan Dayak" sendiri adalah nama eksonem atau nama pemberian orang luar kepada suku kaum Borneo itu sendiri, artinya orang Borneo seharusnya tidak dipecahkan oleh dua istilah tersebut sebab semua berasal dari puak yang sama. Perbedaan agama dan sebutan suku yang kemudian melekat justeru menjadikan penduduk Borneo terpecah belah.
Saya nyatakan hal ini sebab ayah saya seorang suku kaum Kandayan di Kalimantan Barat. Ketika saya membaca kamus Kandayan-Banjar-Indonesia terlihat jelas bahwa Suku Kaum Kandayan yang ada di Brunei memiliki kesamaan kosa kata yang sangat tinggi hanya saja keyakinan kedua Kandayan tersebut kini berbeza yang satu Islam dan yang satu lagi Kristian.
Inilah dasar saya mau menulis suntingan artiket tersebut bahwa Dayak Kandayan di KAlimantan Barat memiliki kesamaan yang besar dengan Kandayan di Brunei. Jadi ada benarnya juga bahwa orang Kandayan mungkin dahulu pada suatu masa telah menguasai daratan Borneo jauh lebih dahulu dari suku kaum lainnya sebab terlihat jelas bahwa bahasa Banjar juga memiliki kesamaan yang besar dengan bahasa Kandayan di Kalimantan Barat dan Brunei. Ini berarti jelas bahwa pada suatu masa Kandayan pernah berjaya dimana-mana kawasan di pulau Borneo ini. Dia pernah ada di Banjarmasin Kalimantan Selatan dan di Kalimantan Barat serta di sebagian kawasan Sarawak serta Brunei.
Jika kita hendak menyatukan kembali khasanah suku kaum Kandayan hendaklah tidak memandang kepada kepercayaan masing-masing sebab kepercayaan atau agama boleh kita miliki dan juga boleh kita tinggalkan namun darah suku kaum bangsa Kandayan akan mungkinkah terbuang dari tubuh kita?
Kita semua harus dapat menerima perbezaan itu kini sebab Kandayan boleh saja beragama Islam dan boleh saja beragama Ksristian, tiada yang melarang.Artinya apa? artinya adalah orang Kandayan is Kandayan. Ini sangat penting sebagai kajian bersama siapa sesungguhnya suku kaum Kandayan itu?
Bahasa Kedayan
Bahasa Kedayan merupakan satu kelainan bahasa Melayu. Abjad bahasa Kedaya hanya terdiri daripada 18 huruf, seperti berikut:
Kecuali dipengaruhi oleh bahasa Melayu yang dipelajari oleh orang-orang Kedayan sebagai lingua franca, vokal o dan e hampir tidak wujud dalam perbendaharaan kata bahasa Kedayan. Umpamanya:
- besar = basaa
- otak = utak
- kota = kuta.
Vokal o hanya wujud sebagai gandingan kepada konsonan r, umpamanya taloo untuk 'telur', dengan o berfungsi sebagai konsonan gantian. Konsonan bahasa Melayu yang ditinggalkan oleh bahasa Kedayan ialah f, q, r, v, z ( x tidak wujud dalam abjad bahasa Melayu). Bagaimanapun, ketinggalan konsonan r merupakan satu huruf paling nyata. Bergantung kepada bunyi dan gandingan huruf, perkataan bahasa Kedayan akan berbunyi seperti berikut:
- r = aa; umpamanya besar = basaa
- r = ii; pandir = pandii
- r = oo atau r = uu; telur = taloo atau taluu
- r = ing
- air = aing.
Kecuali ketika mengikut dasar sistem ejaan bahasa Melayu yang menetapkan bahawa semua perkataan pinjaman perlu sedapat-dapatnya mengekalkan bunyinya, bahasa Kedayan hanya menggunakan 18 huruf yang tersebut.[2]
Kamus Bahasa Melayu-Kedayan
- kadiaku : saya,aku
- kadika'ou: engkau
- biskita : anda
- bisdurang: mereka
- paradian : saudara-mara
- nada : tiada
- inda : tidak
- auwoo : ya
- bah : lah,ok (selalu diletakkan di ujung kata untuk melengkapkan kata tersebut)
- indung : ibubapa
- bedudun : berziarah, bekunjung
- coiek : mangkuk,bekas utk makan.
- buyuk : tipu, kelentong
- palui : bodoh
Disini jelas bahwa Bahasa Kandayan merupakan "Kelainan dari pada bahasa Melayu" artinya bahasa Kandayan memiliki perbedaan dengan bahasa Melayu karena memang jelas bahwa Kandayan bukanlah Melayu. Kandayan sendiri merupakan suku kaum asli pulau Borneo yang telah memilih Islam sebagai pegangan hidup namun sebelum ISlam masuk tentulah Kandayan adalah orang asli Borneo yang disebut sebagai Dayak.
Pengaruh ISlam telah begitu besar mempengaruhi kehidupan masyarakat Kandayan sehingga perlahan-lahan ISlam menjadi bagian dari hidup orang Kandayan yang pada akhirnya secara politis dikarenakan telah memeluk Islam disebut sebagai "Melayu Kandayan".
Kesamaan antara Kandayan yang menyebut diri sebagai "Melayu Kandayan" dengan Kandayan yang menyebut diri sebagai "Dayak Kandayan" adalah dari pada bahasanya. Kedua dua belah pihak memiliki bahasa yang serupa. Mungkinlah perlu kajian mendalam dari pada hal ini untuk menjelaskan lebih jauh siapa sebenarnya orang Kandayan tersebut.
Ada istilah yang mengatakan bahwa "Bahasa adalah indentity bangsa", artinya dari bahasalah kita tahu siapa mereka. Hal itu sama dengan perumpamaan buah asam. Untuk mengenal buah asam tentulah kita akan mencium baunya sehingga kita tahu kalau itu adalah buah asam sekalipun bentuk dan rupa buah itu tidaklah selalu sama. Resam asam itu bermacam-macam tetapi memiliki bau yang serupa. Nah seperti itulah kita mengenal siapa orang Kandayan. Untuk mengenal nya tentulah kita lebih dulu harus tahu dari bahasanya dan kosa kata bahasanya. Apabila memiliki kesamaan 80% berarti ia adalah kumpulan resam suku kaum Kandayan sekalipun agama dan sebutan suku kaumnya sudah berbeza.
Perbandiangan antara bahasa Kadayan, Banjar, dan Indonesia
Kadayan | Banjar | Indonesia |
abis | habis | habis |
abung | rabung | rebung |
aie | ari | hari |
aing | banyu (Banjar kuno: aing) | air |
alum | balum | belum |
ambut | rambut | rambut |
ampat | ampat | empat |
anam | anam | enam |
antai | rantai | rantai |
antaiee | hintadi | tadi |
baas | baras | beras |
babat | babat | ikatan |
ba-dusta | ba-dusta | ber-bohong |
bahia | bahira | berak |
baie | babi | babi |
ba-kamih | ba-kamih | kencing |
ba-kayuh | ba-kayuh | mendayung |
ba-padah | ba-padah | memberitahu |
basaa | basar | besar |
ba-tian | ba-tian-an | hamil |
batis | batis | betis/kaki |
bahari | bahari | jaman dahulu |
bigi | bigi | biji |
bini | bini | isteri |
bini-bini | bini-bini/bibinian | perempuan |
butuh | butuh | zakar |
caik | carik | koyak |
ca'amin | caramin | cermin |
du'ung | jorong/kinday | rumah padi |
ga'agitan | garigitan | geram |
haimau | harimau | harimau |
haing | haring | bau busuk |
hatap | hatap | atap |
haum | arum | harum |
hayam | hayam | ayam |
ja'anih | jaranih | jernih |
jaie | jari | jari |
jubo | jubur | anus |
ka'abahan | karabahan | tertimpa |
kalatmata | mata kalat | mengantuk |
kantut | kantut | kentut |
kapuhunan | kapuhunan | kempunan |
kasaungan | kasarungan | kerasukan |
kubit | kibit | cubit |
labat | labat | lebat |
makan | makan | makan |
mantuha | mintuha | mentua |
mauk | mauk | mabuk |
muha | muha | muka |
paluh | paluh | peluh |
palaminan | palaminan | pelamin-an |
paut | parut | perut |
piak | pirak | perak |
pingsil | pingsil | pensil |
papilis | papilis | lisplank penutup cucuran atap |
tatak | tatak | potong |
tatawa | tatawa | tertawa |
tawaa | tawar | menawar |
titik | titik | tetes |
tikaa | tikar | tikar |
tuha | tuha | tua |
tibadak | tiwadak | cempedak |
utak | utak | otak |
umah | rumah | rumah |
ulaa | ular | ular |
uching | kucing | kucing |
uang halus | urang halus | bunian |
tunjuk | tunjuk | telunjuk |
tundun | burit-tundun | tengkuk |
mandaring | tian mandaring | hamil anak sulung |
bangkatan | bakantan | bekantan |
tuhut | lintuhut | lutut |
tudung dulang | tatudung | tudung saji |
tuntum | tuntum | minum air dari botol |
tulak | tulak | berangkat |
tulah | katulahan | ketulahan |
tukup | tukup | tutup |
tinggalam | tinggalam | tenggelam |
tapalicuk | tapalicuk | terseliuh (pada kaki) |
ta-jajak | ta-jajak | ter-injak |
tajau | tajau | tempayan |
taima | tarima | terima |
tahu | tahu | kenal |
taguk | taguk | telan |
tacangang | tacangang | heran |
tambing | tabing | tebing |
tabuni | tambuni | tembuni |
taajun | tajun[3] | terjun |
taabang | tarabang | terbang |
tabalik | tabalik | sungsang |
saung | saung | sabung |
picik | picik | tekan |
pajah | pajah | padam |
pacaa | pacar | inai |
nyanyat | nyanyat | ketagihan |
nyaman | nyaman | enak/nikmat |
mun | mun | kalau |
lapik | lapik | alas |
lakatan | lakatan | pulut/ketan |
kulat | kulat | cendawan |
katam | katam | menuai padi |
katam | katam | ketam kayu |
katam | katam | kepiting |
kasadakan | kasadakan | tersedak |
kataan | kataraan | tempat ayam bertelur |
kanyang | kanyang | kenyang |
kalimpanan | kalimpanan | kelilipan |
kalantit | kalantit | kelentit |
kajang | kajang | atap daun nipah |
kacaw | kacaw | aduk |
kabaliangan | kabuliangan | mengejutkan |
handayang | handayang | pelepah |
jajak | jajak | jejak |
halilipan | halilipan | lipan |
bumbunan | bumbunan | ubun-ubun |
amun | amun | kalau |
asa | asa | rasa |
bakul | bakul | raga |
dangani | dangani | temani |
na'aka | naraka | neraka |
mutia'a | mutiara | mutiara |
ngiuu | nyiru | nyiru |
paahu | parahu | perahu |
bang | bang | adzan |
ambun | ambun | embun |
kataguaan | kataguran | kena sampuk makhluk halus |
kukut | kukut | garu |
kulianga | kararangga/katikih | kerangga/semut rangrang |
kuliat-kuliat | manguliat | menguliat |
kuita | kurita | kereta |
habaa | habar | berita |
datu nini | nini datu | nenek moyang |
gu'uh | guruh | guruh |
kasaa | kasar | kasar |
cahaie | cari | cari |
Perbandiangan antara bahasa Kadayan, Kutai, dan Indonesia
Kadayan | Kutai | Indonesia |
gubang | gubang | sampan |
karasik | karasik | pasir |
buyah | buyah | buih |
Perbandiangan antara bahasa Kadayan, Jawa, dan Indonesia
Kadayan | Jawa | Indonesia |
jalama | jalma[4] | manusia |
wang susuk | susuk | uang kembalian |
Rujukan
- ^ Dunia Kedayan
- ^ Laman web Kadayan WikiApakian
- ^ Kosa kata tajun (= terjun) bukan tarajun adalah pengeculian/tidak konsisten dalam bahasa Banjar, bandingkan dengan tarabang (= terbang) menjadi taabang dalam bahasa Kadayan.
- ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
Pada tajuk diatas disebutkan bahwa orang Kandayan adalah campuran dari pada orang Jawa dengan orang Borneo atau Brunei, hal ini perlu kajian mendalam sebab dari pada kosa kata bahasa saja antara orang Kandayan dengan Jawa sangatlah jauh perbezaannya walaupun boleh saja pemahaman akan adanya percampuran tersebut boleh berlaku semasa dahulu namun bukanlah berarti orang Kandayan adalah campuran orang Jawa dengan orang Brunei atau orang Borneo sebab tidaklah patut jika hal tersebut menjadi legal sebab hal tersebut masih harus diyakinkan lagi dengan penelitian.
Kita boleh jabarkan dari pada kosa kata antara Kandayan Brunei-Jawa-Kandayan Kalbar sebagai berikut: JAWA - KANDAYAN KALBAR - INDONESIA sing nang yang opo ahe apa emoh bai' tidak mau nengdi ka' mae kemana sopo sae siapa ngene lea nian begini mlaku bajalatn jalan-jalan kesusu ganceh buru-buru lele kalek ikan kelik/lele pikun tuha tua
masih banyak lagi perbedaan bahasa Jawa yang tidak mendekati bahasa Kandayan sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Orang Kandayan merupakan keturunan orang Jawa, Dari segi fisik mungkin saja ada terjadi percampuran tetapi dari segi bahasa sama sekali tidak sama. Itu contoh sederhana yang terlihat bahwa ternya itu bukanlah buah asam tetapi buah lain yang baunya juga tidak berbau buah asam. Disini jelas bahwa bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Kandayan. Bahasa Dayak dan Melayu justeru memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan bahasa Kandayan karena memang Melayu dan Dayak merupakan satu rumpun tertua yang ada di kawasan nusantara.