Gadung
Gadung | |
---|---|
Daun dan batang gadung, Dioscorea hispida Tambak, Banyumas | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Divisi: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | D. hispida
|
Nama binomial | |
Dioscorea hispida |
Gadung (Dioscorea hispida Dennst., suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Racun tersebut adalah mengandung gugus sianida (-CN) yang dapat terikat kuat pada gugus heme sel [darah]] merah, yang akan mengganggu jalannya respirasi. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Umbinya dapat pula dijadikan arak (difermentasi) sehingga di Malaysia dikenal pula sebagai ubi arak, selain taring pelandok.
Pemerian
Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan.
Batangnya kurus ramping, setebal 0,5–1 cm, ditumbuhi duri atau tidak, hijau keabu-abuan. Daun-daunnya terletak berseling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar telur atau bundar telur sungsang, tipis bagai kertas. Bunga jantan terkumpul dalam tandan di ketiak; bunga betina majemuk berbentuk bulir. Umbinya terbentuk dalam tanah, berjumlah banyak dan tak beraturan bentuknya, menggerombol dalam kumpulan hingga selebar 25 cm.[1]
Ada beberapa varietasnya, di antaranya yang berumbi putih (yang besar dikenal sebagai (Jw.) gadung punel atau gadung ketan, sementara yang kecil berlekuk-lekuk disebut gadung suntil) dan yang berumbi kuning (antara lain (Mly.) gadung kuning, gadung kunyit atau gadung padi).[1]
Pemanfaatan
Umbi gadung dikenal sangat beracun. Umbi ini digunakan sebagai racun ikan atau mata panah. Sepotong umbi sebesar apel cukup untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.[2]
Meski demikian di Indonesia dan Cina, parutan umbi gadung ini digunakan untuk mengobati penyakit kusta tahap awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan gadung cina (Smilax china L.), umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat sifilis. Di Thailand, irisan dari umbi gadung dioleskan untuk mengurangi kejang perut dan kolik, dan untuk menghilangkan nanah dari luka-luka. Di Filipina dan Cina, umbi ini digunakan untuk meringankan arthritis dan rematik, dan untuk membersihkan luka binatang yang dipenuhi belatung.[2]
Trivia
Dari nama gadung muncul istilah "gadungan" (yang berarti: palsu, tiruan), karena gadung serupa dengan ubi gembili tetapi umbinya beracun, sehingga "membohongi" orang yang mengonsumsinya. Di Jakarta Timur, ada daerah yang bernama Pulo Gadung, yang asal katanya mengacu kepada nama tanaman ini. Sedangkan ular gadung (Ahaetulla prasina) dinamai demikian karena warna dan bentuk tubuhnya menyerupai pucuk tanaman gadung yang kurus lampai.
Catatan kaki
- ^ a b Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 107-108
- ^ a b Chung, R.C.K. 2001. Dioscorea L. [Internet] Record from Proseabase. J.L.C.H. van Valkenburg and N. Bunyapraphatsara (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 12(2): Medicinal and poisonous plants 2 PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada: 16-Apr-2010