Pegayaman, Sukasada, Buleleng
Pegayaman adalah desa di kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, Indonesia. Pada tahun 2010, desa ini dihuni oleh 5.600 jiwa dengan 90% di antaranya beragama Muslim. Hubungan kerjasama antara masyarakat Muslim di Pegayaman dan orang-orang Hindu di sekitarnya telah terjalin sejak abad ke-17 Masehi. Masyarakat Muslim di daerah tersebut menyerap banyak budaya Bali, contohnya dalam penggunaan bahasa Bali sehari-hari. Dalam sistem pengaturan desa, Pegayaman menerapkan sistem banjar dengan membagi desa menjadi lima banjar, yaitu Dauh Margi (Barat Jalan), Dangi Margi (Timur Jalan), Ubu Lebah, Kubu, dan Amertasari. Pertanian di daerah Pegayaman mengandalkan sistem subak yang bersumber dari satu bendungan bersama, yaitu Bendungan Yeh Bus.[1]
Pegayaman | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Bali |
Kabupaten | Buleleng |
Kecamatan | Sukasada |
Kode pos | 81161 |
Kode Kemendagri | 51.08.05.2005 |
Luas | - |
Jumlah penduduk | - |
Kepadatan | - |
Akulturasi budaya Bali, agama Hindu, dan agama Islam terlihat di desa ini pada beberapa hal, contohnya seni burde dan sokok base. Seni burde adalah lantunan selawat dan gerak tari Pegayaman yang nada lagu dan tariannya mirip dengan seni tradisional Bali. Sementara sokok baseadalah rangkaian daun sirih, kembang, buah, dan telur, pada batang pisang yang mirip dengan pejegan, sarana upacara di pura bagi masyarakat Hindu.[1]
Di desa Pegayaman, umat Hindu dan Muslim kerap bertukar makanan saat Lebaran, seperti buah-buahan dan roti. Tradisi pertukaran makanan seperti ini disebut sebagai ngejot. Dalam sistem penamaan di desa ini, nama warga kerap merupakan perpaduan unsur Bali, Arab, dan terkadang Jawa. Nama awal biasanya memakai tradisi Bali dan didasarkan berdasarkan urutan kelahiran, yaitu Wayan, Nengah, Nyoman, dan Ketut (dari anak pertama hingga seterusnya). Sedangkan, nama kedua biasanya menggunakan nama Islam seperti Yunus, Muhammad, dll.[2]