Pertempuran Surabaya

artikel daftar Wikimedia

Sejarah Hari Pahlawan

Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa,
dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret,
pemerintah kolonial Belanda
menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom
(oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945.

Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian
memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Sebelum dilucuti oleh sekutu,
rakyat dan para pejuang Indonesia
berupaya melucuti senjata para tentara Jepang.
Maka timbullah pertempuran-pertempuran
yang memakan korban di banyak daerah.

Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar,
tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta,
kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober.

Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia
atas keputusan dan atas nama Sekutu,
dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang,
membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang,
serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.

Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga
membawa misi mengembalikan Indonesia
kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya.

NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng.
Itulah yang meledakkan
kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda,
Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato,
telah melahirkan Insiden Tunjungan,
yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata
antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan
yang dibentuk oleh rakyat.
Bentrokan-bentrokan bersenjata
dengan tentara Inggris di Surabaya,
memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
(pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur),
pada 30 Oktober.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh)
mengeluarkan ultimatum yang merupakan
penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya.
Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa
semua pimpinan dan orang Indonesia
yang bersenjata harus melapor
dan meletakkan senjatanya di tempat
yang ditentukan dan menyerahkan diri
dengan mengangkat tangan di atas.
Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia.
Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri
(walaupun baru saja diproklamasikan),
dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan
yang telah dibentuk masyarakat,
termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar.
Badan-badan perjuangan itu telah muncul
sebagai manifestasi tekad bersama
untuk membela republik yang masih muda,
untuk melucuti pasukan Jepang, dan
untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda
(yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan
serangan besar-besaran dan dahsyat sekali,
dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu,
50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.

Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom,
ditembaki secara membabi-buta
dengan meriam dari laut dan darat.
Ribuan penduduk menjadi korban,
banyak yang meninggal
dan lebih banyak lagi yang luka-luka.
Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang
juga berkobar di seluruh kota,
dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia
di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja,
dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap,
termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank,
dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama,
berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya.
Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan
dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur.
Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan,
sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.

Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia
untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Banyaknya pejuang yang gugur
dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah
yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
(penyunting: asnawin)