Djoeanda Kartawidjaja
Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja (ejaan baru: Juanda Kartawijaya) (14 Januari 1911 – 7 November 1963) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.
Djoeanda Kartawidjaja | |
---|---|
Berkas:Djuanda(3).jpg | |
Perdana Menteri Indonesia 10 | |
Masa jabatan 9 April 1957 – 9 Juli 1959 | |
Pengganti Tidak ada,jabatan ditiadakan | |
Menteri Keuangan Republik Indonesia 11 | |
Masa jabatan 10 Juli 1959 – 6 Maret 1962 | |
Presiden | Soekarno |
Menteri Pertahanan Republik Indonesia 11 | |
Masa jabatan 9 April 1957 – 9 Juli 1959 | |
Presiden | Soekarno |
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia 5 | |
Masa jabatan 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949 | |
Presiden | Soekarno |
Menteri Perhubungan Republik Indonesia 3 | |
Masa jabatan 2 Oktober 1946 – 4 Agustus 1949 | |
Presiden | Soekarno |
Masa jabatan 6 September 1950 – 30 Juli 1953 | |
Presiden | Soekarno |
Informasi pribadi | |
Lahir | Tasikmalaya, Jawa Barat, Hindia Belanda | 14 Januari 1911
Meninggal | 7 November 1963 Jakarta, Indonesia | (umur 52)
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Partai Nasional Indonesia |
Profesi | Politikus |
Sunting kotak info • L • B |
Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) [1].
Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandara Djuanda atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana.
Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Latar belakang dan pendidikan
Ir. H. Djuanda dilahirkan di Tasikmalaya, 14 januari 1911, merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat, ayahnya seorang Mantri Guru pada Hollandsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. Selanjutnya oleh ayahnya dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hogere Burger School (HBS) di Bandung, dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama dia masuk ke sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan teknik sipil dan lulus tahun 1933. Semasa mudanya Djuanda hanya aktif dalam organisasi non politik yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Muhamadiyah, dan pernah menjadi pimpinan sekolah Muhamadiyah. Karir selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum propinsi Jawa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.
Perjuangan
Ir. H. Djuanda seorang abdi negara dan abdi masyarakat. Dia seorang pegawai negeri yang patut diteladani. Meniti karir dalam berbagai jabatan pengabdian kepada negara dan bangsa. Semenjak lulus dari Technische Hogeschool (1933) dia memilih mengabdi di tengah masyarakat. Dia memilih mengajar di SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya. Padahal, kala itu dia ditawari menjadi asisten dosen di Technische Hogeschool dengan gaji lebih besar.
Setelah empat tahun mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, pada 1937, Djuanda mengabdi dalam dinas pemerintah di Jawaatan Irigasi Jawa Barat. Selain itu, dia juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, tepatnya pada 28 September 1945, Djuanda memimpin para pemuda mengambil-alih Jawatan Kereta Api dari Jepang. Disusul pengambil-alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja, Keresidenan dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.
Kemudian pemerintah RI mengangkat Djuanda sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu, dia diangkat menjabat Menteri Perhubungan. Dia pun pernah menjabat Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beberapa kali dia memimpin perundingan dengan Belanda. Di antaranya dalam Perundingan KMB, dia bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam Perundingan KMB ini, Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RI.
Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Dia dibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan. Tetapi dia menolak.
Dia seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui batas panggilan tugasnya. Mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik demi kepentingan bangsa dan negaranya. Karya pengabdiannya yang paling strategis adalah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Ir. Djuanda oleh kalangan pers dijuluki ‘menteri marathon’ karena sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai menteri muda perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (1957-1959) sampai menjadi Menteri Pertama pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1963). Sehingga dari tahun 1946 sampai meninggalnya tahun 1963, beliau menjabat sekali sebagai menteri muda, 14 kali sebagai menteri, dan sekali menjabat Perdana Menteri.
Dia seorang pemimpin yang luwes. Dalam beberapa hal dia kadangkala berbeda pendapat dengan Presiden Soekarno dan tokoh-tokoh politik lainnya. Djuanda meninggal dunia di Jakarta 7 November 1963 dan dimakamkan di TMP Kalibata.
Didahului oleh: Sutikno Slamet |
Menteri Keuangan 1959 - 1962 |
Diteruskan oleh: R.M Notohamiprodjo |
Didahului oleh: Ali Sastroamidjojo |
Perdana Menteri Indonesia 1957–1959 |
Diteruskan oleh: tidak ada |
Didahului oleh: Herling Laoh |
Menteri Pekerjaan Umum 1948-1949 |
Diteruskan oleh: Sitompul |
Pranala Luar
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Pendeklarasi Negara Kepulauan