Korps Brigade Mobil

Satuan operasi khusus, Paramiliter, dan Taktis dari Kepolisian Negara Republik Indonesia

Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.

Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.

Sejarah

Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada masa penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu kaesatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti YanoUtama

Beralih menjadi Mobrig

Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.

Menghadapi gerakan separatis

Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.

Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.

Berganti nama menjadi Brimob

 
Brimob - Unit Penyergap Bermotor

Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personil, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)

Brimob dalam peristiwa

Kerendahan Hati

SELASA, 21 Agustus 1945, pukul 07.00. Semua anggota kesatuan Polisi Istimewa, sekitar 250 orang, berkumpul untuk mengikuti apel di halaman depan markas Polisi Istimewa, Jalan Coen Boelevard, Surabaya –kini Jalan Polisi Istimewa. Setelah pengibaran bendera Merah-Putih, Inspektur I Moehammad Jasin membacakan proklamasi:

“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Republik Indonesia.”

Usai membacakan proklamasi, Jasin meminta semua anggota polisi melakukan pawai siaga untuk menunjukkan kekuatan dan kesiapan tempur, menghadapi reaksi pihak Jepang. Menggunakan kendaraan lapis baja dan truk yang telah dipasangi bendera Merah-Putih, bergerak menuju Jalan Tunjungan, Surabaya.

Proklamasi itu menandai berdirinya Polisi Republik Indonesia (PRI), menggantikan Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) di mana Jasin jadi komandannya di Surabaya. Proklamasi itu juga merupakan tekad korps kepolisian untuk menjadi garda depan menghadapi Jepang yang masih bersenjata lengkap, meski sudah menyerah, dan mempertahankan kemerdekaan. PRI merupakan satu-satunya pasukan terlatih yang dipersenjatai dan berbobot tempur tinggi yang belum dilucuti Jepang.

Proklamasi itu diketik kemudian disebar dan ditempel di tepi jalan besar. Proklamasi itu mendorong bekas pasukan bersenjata Heiho dan Pembela Tanah Air (PETA) yang telah dibubarkan untuk mengambil-alih atau melucuti senjata Jepang.

PRI terlibat dalam upaya penyerangan dan perampasan senjata-senjata Jepang. Dalam penyerbuan ke gedung Kempetai, yang merupakan benteng pertahanan Jepang, Jasin berunding dengan komandan Kempetai. Bila Kempetai menyerah dia akan menjamin keselamatan mereka. Para pejuang pun mengambil senjata-senjata Jepang yang tersimpan di gudang-gudang persenjataan mereka. PRI juga menyerbu persenjataan Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu, Gubeng, yang berakhir dengan penyerahan persenjataan yang ditandatangani Jasin, sebagai wakil dari Indonesia. Penyerahan senjata itu kemudian diikuti kesatuan militer Jepang lainnya. termasuk penyerahan senjata di gedung Don Bosco, Jalan Tidar, gudang arsenal tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara, di mana Jasin dibantu oleh Bung Tomo. Kota Surabaya sepenuhnya berada di bawah pengawasan kekuatan perjuangan PRI.

Dengan senjata itu, Moehammad Jasin memimpin langsung pasukan PRI untuk menghadapi pasukan Inggris dan Belanda, yang mendarat di Tanjung Perak Surabaya, 25 Oktober 1945. PRI terlibat dalam Insiden Bendera di Hotel Yamato tanggal 19 September 1945 dan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pasukan PRI menunjukkan kepemimpinan dan kepeloporannya, yang pantang mundur. Jasin mendorong pasukannya agar melancarkan serangan dan melindungi pasukan organisasi perjuangan lain yang bergerak mundur ke pinggiran kota. Dia menggunakan strategi perang gerilya.

“Pembela Tanah Air (PETA) yang diharapkan memberi dukungan pada perjuangan rakyat telah dilucuti senjatanya oleh tentara Jepang. Untung ketika itu M. Jasin tampil memimpin Pasukan Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer untuk mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya,” ujar Bung Tomo, pemimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) yang juga salah satu pejuang terkemuka dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Hingga saat ini, hari lahir kepolisian diperingati setiap tanggal 1 Juli –dikenal juga sebagai Hari Bhayangkara. Padahal peristiwa sejarah yang menandainya hanyalah pemindahan korps kepolisian yang semula, sejak 1 Oktober 1945, bernaung di bawah Departemen Dalam Negeri menjadi langsung di bawah Perdana Menteri, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11/SD tahun 1946.

Pada 14 November 1946, Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengganti Polisi Istimewa menjadi Mobile Brigade (Mobrig) –kemudian disesuaikan namanya dengan tata bahasa Indonesia menjadi Brigade Mobil (Brimob), pada 1961. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru, nama lain Brimob. Moehammad Jasin, kelahiran Bau-bau, Buton, Sulawesi Selatan tanggal 9 Juni 1920, berperan dalam pembentukannya, tugas yang diberikan Kapolri Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodimodjo. Saat itu dia menjabat Kepala Kepolisian di Karesidenan Malang. Tak salah jika Moehammad Jasin diangkat sebagai Bapak Brimob Kepolisian RI. Kesatuan ini sejak awal terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di tanah air.

Buku ini merupakan memoar Moehammad Jasin, dengan editor cucunya sendiri, dengan niat meluruskan kembali sejarah kepolisian, khususnya menyangkut hari lahirnya. Peristiwa Proklamasi Polisi dan aksi-aksi heroik Moehammad Jasin –yang menurut sejarawan Asvi Warman Adam layak diusulkan jadi pahlawan nasional– terkesan tenggelam. Patut dipertimbangkan Proklamasi Polisi 21 Agustus sebagai hari lahir polisi.

Memoar ini juga memuat perjalanan karier militer dan politik Jasin, salah satu tokoh nasional yang melintasi beberapa generasi, juga sikap keteladanannya. Dia sosok yang memiliki sikap; keberanian dalam mengambil keputusan, keteladanan dalam menjalankan tugas, kesederhanaan dalam hidup, berjiwa besar, serta tabah dalam menghadapi cobaan sebagai seorang yang teralienasi dalam pemerintahan orde lama dan orde baru.

Siapa menyusul Jasin sebagai polisi pejuang? [HENDRI F. ISNAENI]

Sejarah POLRI

LAHIR, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap. Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia Pertempuran 10 Nopember 1945.di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar.alam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK. Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia). (sumber: www.polri.go.id)

Sinopsis

"De Poelisi Istimewa, de Gewezen Poelisi Istimewa guderende de Japanse tijd, onder leiding van M. Jasin, is niets anders dan een Militaire strijd kracht." (Polisi Istimewa, mantan Polisi Istimewa di waktu Jepang, pimpinan M. Jasin tidak lain adalah satu kekuatan tempur militer). --Dr. Van Der Wal, Ministerie Van Onderwijs en Weten Schappen Pemerintah Belanda

"Tindakan Inspektur 1 Moehammad Jasin untuk mempersenjatai Rakyat Pejuang telah memberikan andil yang cukup besar dalam gerak maju para pejuang kemerdekaan di Surabaya, yang kemudian mcncapai puncaknya dalam pertempuran heroik di Surabaya tanggal 10 November 1945." --Pangab Try Sutrisno pada pidato peresmian Monumen Perjuangan Polri, Surabaya

"PETA diharapkan dapat mendukung perjuangan di Surabaya tahun 1945, tetapi PETA membiarkan senjatanya dilucuti oleh Jepang, untung ada Pemuda M. Jasin dengan pasukan-pasukan Polisi Istimewanya yang berbobot tempur mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya." --Bung Tomo

M. Jasin dan Pasukan-Pasukan Polisi Istimewa mendahului yang lain muncul di medan juang Surabaya tahun 1945 dan karena itu Pasukan Polisi ini adalah modal pertama perjuangan." --DR. H. Roeslan Abdulgani

Omong kosong kalau ada yang mengaku di bulan Agustus 1945 memiliki kesatuan bersenjata. Yang ada pada waktu itu hanya pasukan-pasukan Polisi Istimewa pimpinan M. Jasin, bahkan ia menyatakan bahwa tanpa peran pasukan pasukan Polisi Istimewa dibawah pimpinan M. Jasin tidak akan ada peristiwa 10 November 1945." --Jenderal TNI AD Sudarto eks-TRIP dan pelaku 10 November 1945

"Pasukan-pasukan Polisi Istimewa bertempur melawan Tentara Jepang dengan gagah berani." --Abdul Radjab eks-TRIP, pelaku 10 November 1945

"M. Jasin berdasarkan peran perjuangannya adalah Singa Pejuang Republik Indonesia" --Jenderal TNI-AD Abdoel Kadir Besar, S.H.


Gedung RRI Surabaya, Aksi Pertempuran Polisi Istimewa

Kita yang biasa jalan jalan di kota Surabaya tentu sering sekali melewati Gedung RRI, ini tak lain karena lokasi dari bangunan ini yang memang berada di tengah kota dan berhadapan dengan Surabaya Delta Plaza.


Gedung yang beralamatkan di Jl Pemuda 82-90 Surabaya ini pada masa Pertempuran Surabaya pada tahun 1945 ternyata memiliki kisah pertempuran yang luar biasa.

Untuk menggambarkan bagaimana situasi di tempat ini saat pertempuran berlangsung, mari kita baca penggalan memoar dari Alm. Ruslan Abdul Ghani:

"........28 oktober jam 14.15 sepasukan tentara Gurkha sebanyak kira-kira 35 orang dibawah pimpinan seorang mayor bangsa Inggris dengan tidak terduga-duga sama sekali menduduki studio RRI di Simpang. Yang selama ini memutar lagu kebangsaan Indonesia Raya pada pembukaan dan penutupan siaran. Oleh kepala pasukan yang menduduki RRI, kepala dinas Sutoyo ditanyai alamat pimpinan umum. Sutoyo menelepon Sulaiman dan melaporkan keadaan studio. Pada waktu itu instruksi Sulaiman (pemimpin umum) hanyalah supaya semua pegawai bersikap tenang saja dan mempersilahkan opsir Iggris itu datang ke rumah Sukirman yang letaknya di samping belakang gedung studio.

Mendapat jawaban itu dengan segera rumah Sukirman dikepung oleh tentara Gurkha sambil mengadakan stelling siap tempur. Sukirman diajak ke studio dan semua pegawai yang sedang dinas disuruh pulang, sedang Sukirman diwajibkan tinggal. Semua kunci studio dipegang oleh opsir tersebut. Meskipun studio Simpang telah diduduki siaran RRI tiada terhenti. Pendudukan gedung RRI ini segera tercium oleh pemuda pejuang yang berada di sekitarnya. Pendudukan gedung RRI Simpang ini sungguh mengundang permusuhan. Tetapi mungkin karena sikap kekurangajaran pasukan Inggris selama ini, mereka tidak merasa bahwa menduduki gedung itu memancing bentrokan senjata dengan para pejuang Indonesia. Pasukan Gurkha yang berada di gedung RRI melakukan penembakan terhadap orang-orang yang lalu lintas di depan gedung. Perbuatan ini lebih mengundang bentrokan. karena rakyat yang mengepung gedung ini tidak memiliki senjata api yang ampuh, maka mereka segera menghubungi markas PRI, Markas Polisi Istimewa dan lain-lain. Rakyat minta bantuan pasukan bersenjata.

Pengepungan Gedung radio Surabaya di Simpang meletus jadi bentrokan bersenjata. Sayang, rakyat menyerang hanya mengandalkan semangat dan keberanian saja. sehingga banyak jatuh korban dipihak rakyat Surabaya. Seorang Opsir yang merasa ketika tembak menembak (jam 18.00 Minggu, 28 Oktober 1945) pihaknya akan menang. Opsir Inggris itu keluar dari gedung mengendarai jip akan kembali ke markasnya. Ia memang berhasil meloloskan diri dari kepungan rakyat yang tidak lengkap persenjataannya, tetapi sampai Markas Pemuda Republik Indonesia di Simpang Club, ( kini Balai Pemuda) dicegat oleh para pemuda yang bersiap-siap disitu. Jipnya di rampas dan opsir itu tewas terbunuh.

Pertempuran berlanjut sampai jauh malam, serta sampai satu hari berikutnyaSenin pagi 29 Oktober 1945, tembak menembak di gedung Radio Surabaya mulai ramai lagi. Polisi Istimewa mengirimkan sebuah kendaraan panser dari markasnya di Coen Boulevard, lengkap dengan senjata dan tiga orang penumpangnya,yaitu Luwito, Wagimin, dan Sutrisno. Melihat banyaknya korban yang bergelimpangan dan tak ada yang berani menolong atau memindahkan ke pinggir jalan, panser datang dari arah barat dengan hati-hati. Panser Polisi Istimewa itu melewati gedung tadi sambil melihat keadaan dan tidak luput dari brondongan tembakan dari atas. Panser berputar ke sebelah kiri dan dari depan gedung, dan laras senapan mesin watermantel 7,7 diarahkan ke jendela tempat orang-orang Gurkha mengintai dan menembak.

Rentetan tembakan dilepaskan ke jendela beberapa kali, ternyata mereka tetap mengadakan pembalasan. Rupanya mereka dapat menghindari tembakan dari panser, Luwito turun dari panser, minta kepada para pemuda yang stelling di muka gedung menyingkir ke samping gedung. Dinding kaca dimuka ruang tamu dihancurkan dengan tembakan senapan mesin. Panser yang dikemudikan Wagimin merapat dibawah gedung untuk menghindari lemparan granat musuh. Sutrisno mengawasi gedung sambil melindungi teman-temannya. Mereka berkumpul ke tempat semula, lalu kembali mendekati gedung dengan dua jerigen bensin cadangan yang tersedia didalam panser. Jerigen dibuka tutupnya dan dilemparkan ke lantai, sehinggga lantai gedung basah oleh bensin. Wagiman menjalankan pansernya seperti tadi, tapi agak cepat. Pada kesempatan itu sebuah granat yang telah dicabut pennya dilemparkan ke lantai yang basah oleh bensin. Granat meledak, dan api pun menyala, gedung terbakar hebat.

Setelah terjadi kebakaran beberapa saat, maka keluarlah tentara Gurkha kira-kira 10 orang dari kepulan asap. Dalam keadaan muka setengah hangus menyandang senjatanya sambil angkat kedua tangannya ke atas tanda mereka menyerah. Mereka langsung disambut oleh pasukan rakyat dimuka gedung dengan amukan tanpa belas kasih. Di bantai dengan senjata seadanya hingga tewas semuanya. Rupanya rakyat melakukan balas dendam karena kawan-kawan seperjuangannya banyak yang gugur akibat tembakan pasukan Gurkha dari atas gedung itu. Semua pasukan Gurkha yang menduduki Gedung Radio Surabaya tewas terbakar atau diamuk oleh rakyat. Hanya dengan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, Sukirman yang bertahan digedung itu dapat meloloskan diri dan selamat....."

Semoga dengan tulisan ini kawan-kawan bila berjalan pelan melewati gedung ini, karena memang biasanya sedikit macet di depan Delta Plaza =)

maka tengoklah, dan ceritakanlah kepada saudara atau kawan disamping anda, secuil kisah bangunan ini agar tak hilang kenangan sejarah pertempuan di gedung ini dari ingatan generasi muda Surabaya.

Bantulah tugu bisu ini untuk menyebarkan tentang kisahnya....

Tulisan dalam dinding tugu :

KARENA FUNGSINYA YANG PENTING MAKA GEDUNG RADIO SURABAYA INI DIDUDUKI OLEH PASUKAN JEDERAL MALLABY. PADA PERTEMPURAN 28-30 OKTOBER 1945 BANYAK KORBAN RAKYAT JATUH. TANGGAL 29 OKTOBER 1945 GEDUNG INI DIBAKAR HABIS DAN TIDAK SEORANGPUN PASUKAN INGGRIS DISINI LOLOS DARI KEMARAHAN RAKYAT

Pendaratan di Irian Barat

Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn) Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Peristiwa G-30-S

Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno. silahkan para pembaca membaca buku: Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia

Timor Timur

Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 menjadi terkenal ekspresi yaitu "kentut Brimob" kerjanya muter muter aja. Di pertempuran Los Palos, Brimob dibawah pimpinan salah satu mantan KAPOLDA DKI, di hancurkan oleh Fretilin dan kabur meninggalkan senjata mereka. Hal ini membuat petinggi ABRI menarik pasukan Brimob dari tugas tempur menjadi tugas masak dan dapur. ini berita hoax.... tanya mantan fretilin,,,siapa yg ditakuti oleh mereka... BRIMOB...

Peristiwa Binjai

Semenjak Polri dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia, peristiwa bentrok antara Polri dan TNI (terutama TNI-AD) kerap terjadi. Satu peristiwa bentrok TNI-AD dan Polri dalam hal ini Brimob adalah peristiwa Binjai pada tanggal 30 September 2002. Insiden ini melibatkan unit infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia dengan korps Brimob Polda Sumut yang sama-sama bermarkas di Binjai. Banyak pihak merasa kejadian bentrok TNI-POLRI adalah manifestasi politik adu domba yang dilakukan pihak asing untuk memperlemah kesatuan dan persatuan lembaga kepemerintahan RI. Melihat gelagat tersebut, Bapak Jenderal Polisi Soetanto telah mengusulkan kemungkinan penyatuan kembali matrikulasi akademi militer dan kepolisian. Hal ini diharapkan agar dapat meningkatkan persaudaraan dan kohesifnes daripada undur aset unsur bersenjata NKRI.

Dalam insiden dini hari tersebut pertama hanya dipicu oleh keributan kecil antara oknum prajurit unit Linud 100/PS dengan oknum kesatuan Polres Langkat. Namun kemudian, insiden pecah menjadi bentrok senjata antara Polres Langkat ditambah Brimob melawan Linud 100/PS.

RESIMEN PELOPOR ..... Pasukan elit yang terlupakan

Jauh dimasa lalu ketika hiruk-pikuk mesin perang dan konfrontasi bersenjata masih meliputi air, udara, dan tanah Indonesia, ketika Republik ini masih berusia seumur jagung, pada masa pemerintah berjuang untuk mempertahankan keberadaan Republik yang masih belia ini dari serangan penjajah Belanda dan rongrongan pemberontak, dari tubuh kepolisian Negara Republik Indonesia lahir sebuah pasukan khusus yang memiliki kemampuan dan keberanian menggetarkan. Sebuah pasukan yang di hormati oleh kawan dan disegani lawan.

Reputasi yang di dapat pasukan ini bukan berasal dari serangkaian pencitraan, bukan pula dari mitos yang di agungkan melalui berbagai media layaknya mitos-mitos pasukan khusus yang kita dengar sekarang ini, melainkan melalui rangkaian perjuangan panjang yang menuntut keuletan, keterampilan, ketabahan, ketahanan, keberanian, dan upaya yang terkadang melampaui kesanggupan manusia normal. Sebenarnya, hal-hal tersebut adalah biasa bagi para prajurit, mengingat bahwa mau tidak mau mereka harus siap diturunkan di berbagai medan, namun yang membedakannya, atau yang membuat mereka layak di beri sandangan sebagai pasukan khusus adalah hasil dan kearifan mereka dalam menjalankan tugas.

Pada masa kejayaannya, Resimen Pelopor, nama pasukan tersebut merupakan sebuah "mesin perang" yang efektif dan efesien. Setidaknya mereka merupakan gambaran ideal dari sebuah pasukan khusus: berani, berkemampuan tinggi, efektif dan efesien dalam menjalankan tugas. Dimanapun mereka di turunkan, dimanapun mereka ditugaskan, para anggota pasukan ini seolah memiliki semboyan bahwa itu adalah penugasan terahir mereka sehingga mereka memiliki semangat yang meluap-luap.

Sayangnya, gelombang sejarah menenggelamkan kesatuan ini dalam palung terdalam. Ketika terjadi pergantian penguasa, keberlangsungan pasukan inipun berakhir. Kerja keras, pengorbanan, jasa, dan risalah mereka turut terkubur hingga seolah mereka tidak pernah ada. Yang lebih ironis lagi, kisah kehebatan mereka nyaris tak di tulis dalam sejarah dan hanya menjadi cerita pengantar tidur anak-anak, cucu, dan saudara terdekat para mantan anggota pasukan tersebut.

Inilah buku yang mengulas kisah para prajurit hebat yang terlupakan dan nyaris tanpa sejarah itu. Ditulis berdasar cerita, wawancara, dan sumber-sumber lainnya, buku ini berupaya merekonstruksi sejarah dan heroisme Resimen Pelopor, pasukan elit yang terlupakan.

Terimaksih kepada Mas Anton Agus Setiawan yang telah mengirimi saya buku ini .....

Gegana

Berkas:Gegana1-CQB.jpg
Personel Gegana Brimob bersenapan serbu Steyr dalam latih tempur CQB.

Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).

Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.

Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.

Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.

Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.

Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.

Dengan merosotnya pamor Amerika Serikat di dunia, pemerintah Amerika berupaya untuk menggalang dukungan politis dari berbagai negara Asia. Salah satu cara Amerika Serikat mencari dukungan ke Indonesia adalah dengan kerjasama anti terror yang meningkat antara kedua belah pihak. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team)Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas di dalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar (FBI dan Australian Federal Police) sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI bergabung bersama TNI daripada menerima bantuan dari pihak luar. Sementara itu para pengamat juga merasa bahwa pihak luar melakukan "quota" dari segi ilmu yang dibagi kepada Densus-88, salah satu cntoh adalah ditolaknya program pengembangan penembak runduk/jitu Brimob oleh markas FBI di Washington DC dengan alasan bahwa ilmu penembak jitu jarak jauh dapat di aplikasikan sebagai alat pelanggar hak asasi manusia (Opressive force)

Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.

Sat Brimob Daerah

  1. Sat Brimob Polda NAD
  2. Sat Brimob Polda Sumatra Utara
  3. Sat Brimob Polda Riau
  4. Sat Brimob Polda Kepulauan Riau
  5. Sat Brimob Polda Sumatera Barat
  6. Sat Brimob Polda Jambi
  7. Sat Brimob Polda Bengkulu
  8. Sat Brimob Polda Sumsel
  9. Sat Brimob Polda Lampung
  10. Sat Brimob Polda Metro
  11. Sat Brimob Polda Jawa Barat
  12. Sat Brimob Polda Banten
  13. Sat Brimob Polda Jawa Tengah
  14. Sat Brimob Polda DIY
  15. Sat Brimob Polda Jawa Timur
  16. Sat Brimob Polda Bali
  17. Sat Brimob Polda NTB
  18. Sat Brimob Polda NTT
  19. Sat Brimob Polda Kalbar
  20. Sat Brimob Polda Kalteng
  21. Sat Brimob Polda Kalsel
  22. Sat Brimob Polda KAltim
  23. Sat Brimob Polda Sulawesi Utara
  24. Sat Brimob Polda Gorontalo
  25. Sat Brimob Polda Sulawesi Tengah
  26. Sat Brimob Polda Sulawesi Tenggara
  27. Sat Brimob Polda Sulawesi Selatan-Barat
  28. Sat Brimob Polda Maluku
  29. Sat Brimob Polda Maluku Utara
  30. Sat Brimob Polda Papua

Pranala luar