Antasari Azhar

politisi Indonesia

Antasari Azhar (lahir 18 Maret 1953) adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diberhentikan secara tetap dari jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah diberhentikan sementara pada tanggal 6 Mei 2009. Pada 11 Februari 2010 Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen.[1]

Berkas:Antasari Azhar.jpg
Antasari Azhar

Keluarga

Antasari Azhar adalah anak ke-4 dari 15 bersaudara, anak dari pasangan H. Azhar Hamid, S.H. dan Hj. Asnani (alm.). Ayah dari Antasari Azhar pernah menjabat sebagai kepala kantor pajak di Bangka Belitung.

Pendidikan

Antasari menghabiskan masa kecilnya di Belitung. Baru setelah menamatkan pendidikan SD-nya pada tahun 1965, dia melanjutkan pendidikan SMP dan SMA di Jakarta sampai lulus pada tahun 1971. Dia melanjutkan pendidikannya dengan masuk Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Jurusan Tata Negara dan menamatkannya pada tahun 1981. Pada saat kuliah Antasari sangat aktif berorganisasi. Ia menjadi Ketua Senat Mahasiswa dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa. Bahkan dia dengan bangga mengakui bahwa dirinya adalah bekas demonstran pada tahun 1978. Selain pendidikan formal tersebut, selama dalam karier kejaksaannya, Antasari juga mengikuti sejumlah kursus di antaranya: Commercial Law di New South Wales University Sydney dan Investigation for environment law, EPA, Melbourne.

Karier kejaksaan

Antasari memulai kariernya dengan bekerja di BPHN Departemen Kehakiman (1981-1985). Keinginannya menjadi seorang diplomat pun akhirnya berganti setelah dia diterima menjadi jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang dijalaninya dari tahun 1985 sampai 1989. Keinginannya untuk tidak pernah berhenti belajar membuat kariernya semakin meningkat. Tercatat setelah itu, dia menjadi Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang (1989-1992), Kasi Penyidikan Korupsi Kejaksaan Tinggi Lampung (1992-1994) dan kemudian Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (1994-1996). Antasari mulai merasakan posisi puncak dengan menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Baturaja (1997-1999).

Setelah itu ia mulai berkarier di jajaran Kejaksaan Agung. Tahun 1999, ia menjadi Kasubdit upaya hukum pidana khusus Kejaksaan Agung, Kasubdit Penyidikan Pidana khusus Kejaksaan Agung (1999-2000) dan terakhir Kepala bidang hubungan media massa Kejaksaan Agung (2000).

Namun sebenarnya jabatannya saat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000-2007) yang membuat namanya pertama kali dikenal secara luas di publik. Pada saat itu dia gagal mengeksekusi Tommy Soeharto begitu putusan MA turun. Ketika eksekusi paksa hendak dilakukan setelah panggilan pada siang harinya tidak berhasil, Tommy sudah tidak ada lagi di Cendana. Kejadian tersebut memunculkan kesan di masyarakat kesan kalau Antasari sengaja mengulur-ulur waktu eksekusi.

Ketua KPK

Kontroversi itu tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lainnya yaitu Chandra M. Hamzah dengan memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR. Kiprahnya sebagai Ketua KPK langsung mencuri perhatian setelah KPK mebuat gebrakan di antaranya menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan.

Kasus pidana

Antasari terbukti bekerja sama dengan pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen , direktur PT Rajawali Putra Banjaran. Antasari menolak semua tuduhan termasuk perselingkuhan yang menjadi motif utama pembunuhan tersebut dan mengaku tetap setia kepada Ida Laksmiwati yang telah menjadi istrinya selama lebih dari 26 tahun. Statusnya sebagai tersangka membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikannya sementara dari jabatannya sebagai ketua KPK.

Antasari pun didakwa dengan hukuman mati dan divonis penjara selama 18 tahun pada Sidangnya yang digelas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 11 Februari 2010. Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro menyatakan, semua unsur sudah terpenuhi antara lain, unsur barang siapa, turut melakukan, dengan sengaja, direncanakan, dan hilangnya nyawa orang lain. Majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur Pasal 55 KUHP, sehinga majelis hakim tidak sependapat dengan pledoi terdakwa dan kuasa hukumnya.Atas vonis tersebut, Antasari merencanakan akan mengajukan banding [2] tetapi tidak jadi.

Pada 6 September 2011, Antasari azhar mengajukan Peninjauan Kembali (PK)atas kasusnya . Persidangan perdana Peninjauan Kembali (PK) kasus Antasari Azhar digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukum Antasari Azhar menyiapkan bukti-bukti baru yang dinilai berguna untuk membela Antasari.[3]

Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mengungkapkan, kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar penuh dengan rekayasa. Ini terlihat dari beberapa fakta, seperti direkamnya beberapa pertemuan Antasari dengan Sigit Haryo Wibisono serta dengan Rani Juliani. ”Waktu di kamar dengan Rani, HP-nya dihidupkan untuk dipantau suami. Mana ada suami umpankan istri kalau bukan rekayasa,” ujar Imam, Selasa (6/9/2011) malam.

Menurut Imam, ada kemungkinan pula hakim yang menangani perkara tersebut menjadi bagian dari rekayasa yang sebenarnya dimaksudkan untuk menghancurkan Antasari dan KPK.

Imam mengistilahkan adanya tangan-tangan tersembunyi yang mengatur kasus ini mulai dari tingkat penyelidikan hingga pengadilan. ”Di Indonesia, hakim diatur itu bukan hal yang baru lagi. Beberapa yang tertangkap tangan terima sogokan itu kan diatur dengan uang. Bisa pula diatur dengan iming-iming jabatan oleh atasannya atau fasilitas yang lain,” ujar Imam.

Sekadar informasi, hakim kasus Antasari di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) telah mendapatkan promosi menjadi hakim tinggi.

Salah satunya, Harry Swantoro, yang bertindak sebagai ketua majelis hakim, telah menjadi hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar. Padahal, tambah Imam, KY menganggap ketiga hakim tersebut tidak profesional. KY bahkan merekomendasikan pemberhentian sementara selama enam bulan terhadap ketiga hakim tersebut.

”MA malah terkesan protektif, melindungi hakimnya. Mestinya MA fair, rekomendasi diterima dan beri kesempatan hakim bela diri di depan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Itu lebih fair, menandakan MA setuju hakim diuji profesionalitasnya,” kata Imam.

Sebagai catatan, kasus Antasari mencuat kembali setelah KY menemukan adanya pelanggaran kode etik oleh hakim PN Jaksel. Hakim dinilai telah mengabaikan alat bukti berupa keterangan ahli teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Agung Haryoso, serta ahli forensik, Mun'im Idries.

Ahli TI mengungkapkan bahwa pesan singkat (SMS) yang dikirimkan ke Nasrudin tidak berasal dari telepon seluler Antasari.

Sementara Mun'im Idries mengemukakan tentang ukuran luka dan anak peluru yang masuk ke tubuh korban. Antasari yang dihukum 18 tahun penjara oleh MA melalui putusan kasasinya kemarin telah mengajukan peninjauan kembali (PK).[4]

Pranala luar

Referensi

  1. ^ detikNews (2010). "Lika-liku 10 Bulan Penantian Antasari". Diakses tanggal 12 Februari. 
  2. ^ http://www.antaranews.com/berita/1265881379/antasari-akan-ajukan-banding
  3. ^ http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/09/06/63765/Sidang-PK-Antasari-Azhar-Digelar-Hari-Ini
  4. ^ Kasus Antasari Penuh Rekayasa Termasuk Hakim
Didahului oleh:
Taufiequrachman Ruki
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
2007-2009
Diteruskan oleh:
Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt)