Pasukan Kekhalifahan Rasyidin atau Pasukan Rasyidin adalah kesatuan militer utama dalam angkatan bersenjata Kekhalifahan Rasyidin selama penaklukan Muslim pada abad ke-7. Pasukan Rasyidin bertugas bersama Angkatan Laut Rasyidin. Pasukan Rasyidin merupakan pasukan tempur yang memiliki tingkat kedisiplinan, keunggulan strategi, dan organisasi yang tinggi.

Pasukan Rasyidin
PemimpinKhalifah (Amirul Mukminin, Pemimpim Orang-orang Beriman )
Waktu operasi632 - 661 M
MarkasMadinah, Kufah
Wilayah operasiTimur Tengah, Afrika Utara, Kaukasus, Transoxiana, Anatolia, Baktria, Persia, Balokhistan, Mediterania, semenanjung Iberia.
IdeologiJihad
Bagian dariKekhalifahan Rasyidin
LawanArab, Kekaisaran Persia Sassaniyah, Kekaisaran Romawi Bizantium, Ghassaniyah, Lakhmid, Berber, Kekhanan Khazar, Kerajaan Visigoth, dan lain-lain.
Pertempuran dan perangPerang Penaklukan Muslim Kekhalifahan Rasyidin

Pada masanya, pasukan Rasyidin merupakan salah satu pasukan militer yang paling kuat dan efektif di dunia. Jumlah prajurit dalam pasukan Rasyidin pada awalnya berjumlah sekitar 13.000 tentara pada tahun 632, namun seiring berkembangnya kekhalifahan, jumlah tentaranya pun secara berangsur-angsur bertambah menjadi 100.000 orang pada tahun 657. Dua jenderal tersukes yang pernah memimpin pasukan Rasyidin antara lain Khalid bin Walid, yang menaklukan Mesopotamia Persia dan Suriah Romawi, serta Amru bin Ash, yang menaklukan Mesir Romawi.

Pasukan

Hanya orang Muslim yang boleh bergabung dengan pasukan Rasyidin sebagai tentara reguler. Pada Perang Riddah pada masa pemerintahan Kalifah Abu Bakar, pasukan Rasyidin banyak berisi korps yang berasal dari Madinah, Mekkah dan Ta'if. Di kemudian hari pada penaklukan Irak pada tahun 633, banyak korps badui yang direkrut ke dalam pasukan sebagai tentara reguler. Selama penaklukan Islam terhadap Persia Sassaniyah tahun 633-636, sekitar 12.000 prajurit elit Persia memeluk agama Islam dan kemudian bertugas pada invasi berskala penuh terhadap kekaisaran tersebut. Selama penaklukan Muslim terhadap Suriah Romawi pada tahun 633-638, sekitar 4,000 prajurit Bizantium Yunani di bawah komandan Joakhim (kemudian berganti nama menjadi Abdullah Joakhim) memeluk agama Islam dan bertugas sebagai pasukan reguler dalam penaklukan di Anatolia dan Mesir. Selama penaklukan Mesir pada tahun 641-644, banyak orang Kristen Koptik yang memeluk Islam direkrut ke dalam pasukan. Mereka ikut membantu penaklukan di daerah tersebut. Selama penaklukan Afrika Utara, banyak orang Berber yang memeluk Islam dan kemudian direkrut sebagai pasukan reguler. Mereka kemudian menjadi bagian terbesar dalam Pasukan Rasyidin, dan di kemudian hari juga menjadi bagian terbesar dalam pasukan Umayyah di Afrika.

Infantri

Pasukan Rasyidin sangat mengandalkan infantri mereka yang disebut Mubarizun. Infantri ini merupakan bagian khusus dalam pasukan Muslim dan terdiri atas para prajurit elit. Tugas mereka adalah membunuh para prajurit penting dalam pasukan musuh dengan tujuah melemahkan semangat pasukan musuh. Para prajurit infantri biasanya melakukan gerakan maju dan mundur secara berulang, yang dikenal sebagai karr wa farr, dan menggunakan pedang dan tombak yang dikombinasikan dengan tembakan panah untuk membuat musuh lemah dan kelelahan. Akan tetapi, mereka biasanya juga menyimpan tenaga mereka untuk melakukan serangan balik yang didukung oleh pasukan kavaleri, yang bertujuan mengepung dan mengelilingi pasukan musuh. Jika dalam keadaan bertahan, para penombak Muslim, yang membawa tombak sepanjang dua setengah meter, akan merapatkan barisan dan membentuk tembok pertahanan yang disebut Tabi'a. Dari balik tembok pertahanan ini, para pemanah menembakkan panah-panah mereka. Salah satu penggunaan formasi rapat ini yang terkenal adalah ketika pasukan infantri Rasyidin bertahan selama empat hari pertama pada Pertempuran Yarmuk.[1]

Kavaleri

Kavaleri Rasyidin merupakan salah satu pasukan kavaleri ringan tersukes sepanjang sejarah. Mereka bersenjatakan tombak, yang dapat mencapai panjang sekitar lima setengah meter, dan ditambah dengan pedang. Para penunggang kuda yang tergabung dalam pasukan ini membawa tiga jenis pedang, yaitu pedang pendek Arab, pedang panjang Arab, dan Skimitar panjang Arab. Pada awalnya, kavaleri digunakan sebagai pasukan cadangan, dengan peran utamanya adalah menyerang musuh ketika musuh sudah melemah oleh serangan pasukan infantri. Pasukan kavaleri akan melakukan pergerakan untuk mengepung dan mengelilingi musuh, bisa dari sayap maupun langsung dari arah tengah, kemungkinan menggunakan formasi berbentuk baji dalam serangannya. Beberapa contoh terbaik dalam penggunaan kavaleri Rasyidin adalah ketika dipimpin oleh Khalid bin Walid pada Pertempuran Walaja melawan Kekaisaran Persia Sassaniyah serta pada Pertempuran Yarmouk melawan Kekasiaran Bizantium. Pada kedua pertempuran tersebut, resimen kavaleri pada awalnya ditempatkan di belakang sayap dan tengah pasukan.

Perlengkapan

Merekonstruksi perlengkapan militer pasukan Muslim awal cukup problematis. Dibandingkan dengan pasukan Romawi atau pasukan Muslim Abad Pertengahan pada masa selanjutnya, penggambaran visual untuk pasukan Rasyidin sangatlah sedikit, seringkali tidak tepat dan sulit diketahui asal waktunya. Secara fisik hanya sedikit bukti materi yang masih tersisa, dan bahkan sebagian besarnya sulit ditentukan asal waktunya.[2] Sebagian besar perlengkapan militer Arab pra-Islam berasal dari Suriah, Irak, Armenia, dan Yaman. Selama masa-masa awal penaklukan, para prajurit Muslim juga mengambil sejumlah banyak perlengkapan militer dari musuh.

Perlindungan

Pelindung kepala pasukan Rasyidin meliputi helm bersepuh, ada yang berbentuk bulat dan ada yang berbentuk runcing, mirip dengan helm perak Kekaisaran Sassaniyah. Helm yang berbentuk bulat, disebut juga ‘’Baidah’’ ("Telur"), adalah jenis helm standar Bizantium awal yang terdiri atas dua bagian. Sementara helm lancip merupakan helm dari daerah Asia Tengah yang disebut ‘’Tarikah’’. Pasukan Rasyidin memakai zirah cincin untuk melindungi wajah dan leher, bisa sebagai aventail dari helm atau sebagai koif zirah cincin seperti yang dipakai oleh pasukan Romawi-Bizantium sejak abad ke-5. Bagian wajah seringkali ditutup sebagian dengan menggunakan sebagian serban, yang juga berguna untuk melindungi dari angin gurun yang kuat.

Pada awalnya, pasukan Rasyidin menggunakan zirah sisik kulit yang diperkuat atau zirah lamelar, yang kedua jenis itu diproduksi di Yaman, Irak, dan di sepanjang Teluk Persia. Ketika pasukan Rasyidin mulai menaklukan kekaisaran-kekaisaran tetangganya, mereka menjadi lebih suka menggunakan zirah cincin, yang biasanya diperoleh dengan cara mengambil dari musuh sebagai bagian dari harta rampasan. Baju zirah ini dikenal sebagai Dir dan terbuka sebagian di bawah dada. Supaya tidak karatan, baju zirah itu secara rutin dipoles dan disimpan dalam cairan campuran pasir dan minyak.[3] Prajurit infantri mengenakan lebih banyak baju zirah daripada prajurit berkuda. Disebutkan juga bahwa ada prajurit yang mengenakan dua lapis baju zirah (dir’ayn), lapisan yang kedua biasanya lebhh pendek dan seringkali dibuat dari kain atau kulit.

Sejumlah prajurit Rasyidin menggunakan perisai kayu atau perisai anyaman, namun sebagian besar perisai yang digunakan terbuat dari kulit. Perisai jenis ini dibuat dari kulit unta atau sapi yang kemudian diminyaki, suatu praktik yang dilakukan sejak masa Yahudi.[4] Ketika pasukan Rasyidin menginvasi Levant, mereka berhasil memperoleh perisai kulit gajah yang direbut dari pasukan Bizantium. Sejak itu, perisai kulit gajah banyak digunakan oleh para tentara Rasyidin.

Persenjataan

Untuk penyerangan, pasukan Rasyidin menggunakan senjata berupa tombak, pedang, dan panah. Tombak yang digunakan oleh pasukan Rasyidin merupakan tombak bergagang panjang yang dibuat secara lokal dari gelagah yang didapat di pesisir Teluk Persia. Tombak yang dibawa oleh pasukan infantri memiliki panjang sekitar dua setengah meter, sedangkan tombak untuk pasukan kavaleri dapat mencapai panjang sekitar lima setengah meter.

Pasukan Rasyidin dilengkapi dengan senjata tambahan berupa pedang, yang dianggap sebagai senjata paling bergengsi oleh orang-orang Muslim awal. Pedang yang digunakan biasanya adalah pedang pendek infantri, mirip dengan pedang gladius dari Romawi. Pedang pasukan Rasyidin yang berkualitas tingg dibuat di Yaman dari besi wootz asal India.[5] Selain pedang tersebut, disebutkan juga bahwa ada prajurit Rasyidin yang membawa pedang India. Pedang yang lebih inferior dibuat di seluruh Arab. Baik pedang Arab maupun pedang panjang Sassaniyah digunakan oleh pasukan Rasyidin, namun sebagian besar pedang yang digunakan adalah skimitar (sejenis pedang dengan bilah melengkung). Seringkali para prajurit berkuda dan infantri digambarkan memiliki dua buah pedang, yaitu pedang pendek Arab dan pedang panjang Sassaniyah. Pasukan Sassaniyah menyimpan pedang mereka dalam baldrik. Senjata personal lainnya selain pedang adalah pisau belati di garis pertahanan terakhir.

Busur panah yang digunakan oleh pasukan Rasyidin dibuat secara lokal di berbagai tempat di Arab, dan yang paling terkenal adalah busur dari Hijaz. Busur panah dibuat dari satu atau dua potong kayu yang digabungkan menjadi satu. Panjangaya sekitar dua meter ketika tidak diikat, mirip dengan busur panjang Inggris. Jangkauan guna maksimal untuk busur Arab tradisional adalah sekitar 150 meter. Para pemanah Muslim awal merupakan pemanah infantri yang terbukti sangat efektif melawan pasukan kavaleri musuh.

Ketika melakukan operasi pengepungan, pasukan Rasyidin mengerahkan sejumlah besar katapel tempur. Di bawah pimpinan Kalifah Umar bin Khattab, suatu menara kepung yang dsiebut Dababah juga digunakan. Menara kepung ini dibuat dari kayu, bergerak dengan menggunakan roda, dan terdiri atas beberapa tingkat. Untuk menerobos dinding pertahanan, pasukan Rasyidin menggunakan pelantak tubruk. Para tentara Rasyidin membawa pelantak tubruk ke bagian depan dinding pertahanan yang sedang dikepung, lalu dinding pertahanan tersebut akan berusaha dihancurkan dengan alat ini. Ketika usaha ini sedang dilakukan, para pemanah Rasyidin bertugas untuk menembakkan panah ke arah musuh dengan tujuan melindungi pelantak tubruk dan para tentara yang memdorongnya.[6]

Organisasi

Pada rahun 637, dilakukan suatu reformasi dalam organisasi pasukan Muslim. Ketika itu Khalifah Umar bin Khattab menetapkan pasukan militer sebagai departemen negara. Dia adalah penguasa Muslim pertama yang melakukannya. Awalnya, kebijakan dimulai dengan suku Quraisy dan kaum Anshar, lalu sistem ini diperluas sampai ke seluruh Jazirah Arab serta kemudian mencakup orang-orang Muslim di daerah-daerah yang tekah ditaklukan. Dibuat pula suatu sistem untuk mendaftar siapa saja pria dewasa yang dapat dipanggil untuk berperang, selain itu sistem dan skala pemberian gaji juga diperbaiki. Semua pria dewasa dapat masuk dalam pasukan tempur. Mereka dibagi menjadi dua kategori, yaitu mereka yang memang tergabung dalam pasukan tempur reguler, dan mereka yang tidak tergabung sebagai prajurit reguler namun dapat dipanggil masuk ke dalam pasukan jika dubutuhkan.

Gaji dibayarkan pada awal bulan Muharram, sedangkan tunjangan diberikan pada musim panen. Pasukan Rasyidin biasanya diberikan gaji berupa uang. Berlawanan dengan negara-negara di Eropa pasca-Romawi, pemberitan tanah, atau hak untuk mengumpulkan pajak secara langsung dari pembayar, tidak dianggap begitu penting. Konsekuensi penting dari hal ini adalah bahwa pasukan secara langsung bergantung pada negara untuk memperoleh nafkah, yang berarti bahwa militer harus mengendalikan peralatan negara.[7] Promosi dalam pasukan dilakukan berdasarkan lama masa tugas atau jasa yang istimewa. Perwira dipilih berdasarkan penunjukkan dan bukan merupakan suatu tingkat jabatan. Perwira ditugaskan untuk memimpin suatu pertempuran atau kampanye militer. Setelah operasi militer selesai, seorang perwira bisa saja dikembalikan ke pangkatnya yang sebelumnya.

Izin cuti diberikan kepada pasukan secara berkala. Pasukan yang ditempatkan di daerah yang jauh boleh mengambil cuti setelah bertugas selama empat bulan. Tiap korps pasukan ditemani oleh seorang petugas perbendaharaan, akuntan, kadi, dan sejumlah penerjemah selain juga beberapa orang dokter dan ahli bedah. Ekspedisi dilakukan berdasarkan keadaan wilayah dan musim. Ekspedisi di negara yang dingin dilakukan pada musim panas, dan ekspedisi di negara yang panas dilakukan pada musim dingin. Pada musim semi, pasukan biasanya dikirim ke daerah yang memiliki iklim yang menyegarkan serta padang rumput yang bagus. Berdasarkan perintah, setiap prajurit diharuskan untuk membawa serta beberapa benda untuk keperluan pribadi. Benda-benda ini meliputi jarum, kapas, benang, gunting, dan kantung makanan. Khalifah Umar bin Khattab memberikan penekanan khusus kepara para prajuritnya bahwa mereka harus menguasai tiga keahlian, yaitu berkuda, memanah, dan berenang.

Kekuatan

Tahun Jumlah prajurit
632 13,000
633 18,000
634 41,000
635 37,000
636 70,000
640 74,000
648 80,000
652 120,000
657 100,000
661 80,000

Pergerakan

Ketika pasukan Rasyidin melakukan perjalanan, mereka selalu berhenti dulu pada hari Jum'at. Dalam bergerak, perjalanan pada siang hari tidak boleh terlalu lama supaya tidak terlalu membuat pasukan kelelahan. Jalur perjalanan dipilih berdasarkan ketersediaan sumber air dan kebutuhan lainnya. Salah satu ciri penting dari pasukan Rasyidin adalah bahwa mereka merupakan pasukan yang tidak bergantung pada jalur komunikasi. Di belakang mereka tidak terbentang jalur suplai, karena mereka tidak memiliki basis logistik. Pasukan ini tidak dapat diputus dari suplainya, karena memang tidak memiliki depot suplai. Di bawah Departemen Pasukan, ada Departemen Komisariat tersendiri. Seluruh perbekalan makanan dikumpulkan di satu tempat dan dibawa bersama pasukan.

Pasukan Rasyidin tidak membutuhkan jalan khusus ketika melakukan perjalanan, karena mereka tidak menggunakan gerobak, dan segala barang-barang dibawa dengan menggunakan unta. Dengan demikian, pasukan Rasyidin dapat pergi ke manapun dan melintasi jenis medan apapun asalkan ada jalur yang dapat dilalui oleh manusia dan hewan. Ini memberikan pasukan Rasyidin keunggulan yang sangat penting atas pasukan Bizantium dan Persia dalam hal mobilitas dan kecepatan.

Dalam melakukan pergerakan, pasukan Rasyidin berarak seperti rombongan kafilah dan memberikan kesan bagaikan gerombolan yang tak tertembus; dari sudut pandag keamanan militer, ini pada hakekatnya tidak dapat diserang dengan mudah. Rombongan pasukan dipimpin di bagian depan oleh pasukan pengawal yang terdiri atas satu atau lebih resimen. Kemudian di belakangnya ada rombongan inti pasukan, dan mereka diikuti oleh perempuan, anak-anak, serta barang perbekalan yang diangkut menggunakan unta. Bagian ujung belakang rombongan dijaga oleh pasukan pengawal lainnya. Pada perjalanan yang panjang, kuda-kuda dikerahkan untuk memimpin di depan; namun jika ada ancaman bahaya sergapan oleh musuh dalam perjalanan, kuda-kuda tersebut akan ditunggangi, dan pasukan kavaleri tersebut dengan demikian akan bertugas sebagai pengawal depan atau bisa juga menjadi pengawal belakang atau bahkan bisa diposisikan lebih melebar ke samping di bagian sayap, semua tergantung pada arah dari mana kira-kira bahaya terbesar mengancam. Jika dibutuhkan, keseluruhan pasukan dapat menghilang dalam waktu sekitar satu jam dan mengamankan diri di daerah yang jauh yang medannya tidak dapat dijangkau oleh pasukan besar lainnya.

Catatan kaki

  1. ^ Military History Online
  2. ^ The Armies of the Caliphs: Military and Society in the Early Islamic State. Contributors: Hugh Kennedy - author. Publisher: Routledge. Place of Publication: London. Publication Year: 2001. Page Number:168
  3. ^ Yarmouk 636, Conquest of Syria by David Nicolle
  4. ^ title
  5. ^ Augus Mcbride
  6. ^ title
  7. ^ The Armies of the Caliphs: Military and Society in the Early Islamic State. Contributors: Hugh Kennedy - author. Publisher: Routledge. Place of Publication: London. Publication Year: 2001. Page Number:59

Templat:Link GA