Tanabata

kategori Wikimedia

Tanabata (七夕) atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kota Sendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.

Hiasan tanabata di Sendai
Berkas:Morioka Winnie.JPG
Hiasan Tanabata di Morioka, Prefektur Iwate

Tanggal perayaan Tanabata dulunya berdasarkan kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat dari kalender Gregorian. Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata bisa diadakan malam 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus.

Aksara kanji yang digunakan untuk menulis Tanabata bisa dibaca sebagai shichiseki (七夕, malam ke-7). Di zaman dulu, perayaan ini juga ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, tapi tetap dibaca Tanabata (棚機). Perayaan ini berasal dari Tiongkok yang dibawa masuk ke Jepang di zaman Nara. Nama perayaan diganti menjadi "Tanabata" setelah dicocok-cocokkan dengan legenda asli Jepang tentang gadis bernama Tanabatatsume.

Tanggal perayaan

Tiongkok

Di zaman kuno Tiongkok terdapat tradisi merayakan pergantian musim setiap hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar. Menurut kalender Tionghoa, bulan 7 adalah bulan pertama musim gugur, tapi sejak kapan tanabata mulai dijadikan hari istimewa tidak diketahui dengan pasti. Literatur tertua yang menceritakan peristiwa di hari tersebut adalah Simin yueling (四民月令) karya Cui Shi yang menulis tentang tradisi menjemur atau mengangin-anginkan buku di bawah sinar matahari.

Jepang

Menurut kalender yang pernah digunakan di Jepang seperti kalender Tempo, Tanabata dirayakan pada hari ke-7 bulan ke-7 sebelum perayaan Obon. Sejak kalender Gregorian digunakan tahun 1873, Tanabata dirayakan tanggal 7 Juli, sedangkan upacara kadangkala dilakukan di malam hari 6 Juli. Di wilayah Jepang sebelah timur, seperti di Hokkaido dan Sendai, perayaan dilakukan sebulan lebih lambat sekitar 8 Agustus.

Kemungkinan hari cerah di Jepang pada hari ke-7 bulan ke-7 kalender Tionghoa lebih besar daripada 7 Juli. Hujan yang turun pada malam Tanabata disebut Sairuiu (洒涙雨) dan konon berasal dari air mata Orihime dan Hikoboshi yang menangis karena tidak bisa bertemu.

Sejarah

Tanabata diperkirakan merupakan sinkretisme antara perayaan berdoa pada arwah leluhur atas keberhasilan panen di zaman kuno Jepang dan perayaan Qi Qiao Jie yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun asal Tiongkok. Pada awalnya tanabata merupakan bagian dari perayaan Obon, tapi kemudian dijadikan perayaan tersendiri. Daun bambu (sasa) digunakan dalam perayaan tanabata, karena daun bambu dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.

Legenda Qi Xi pertama kali disebut dalam literatur Gushi shijiu shou (古詩十九編, 19 puisi lama) asal Dinasti Han yang dikumpulkan kitab antologi Wen Xuan (文選). Selain itu, Qi Xi juga ditulis kitab Jing-Chu suishi ji (荊楚歲時記, festival dan tradisi tahunan wilayah Jing-Chu) asal Dinasti Utara dan Selatan, dan kitab Catatan Sejarah Agung. Di dalam literatur Jing-Chu suishi ji ditulis tentang para wanita memasukkan benang berwarna-warni indah ke lubang 7 batang jarum pada malam hari ke-7 bulan ke-7 yang merupakan malam bertemunya Qian Niu dan Zhi Nu, dan persembahan diletakkan berjajar di halaman untuk memohon kepandaian dalam pekerjaan menenun.

Legenda Jepang tentang Tanabatatsume dalam kitab Kojiki mengisahkan seorang pelayan wanita (miko) bernama Tanabatatsume yang harus menenun pakaian untuk dewa di tepi sungai, dan menunggu di rumah menenun untuk dijadikan istri semalam sang dewa agar seluruh penduduk desa bisa terhindar dari bencana. Perayaan Qi Xi dihubungkan dengan legenda ini, sehingga nama perayaan diubah menjadi "Tanabata". Di zaman Nara, perayaan tanabata dijadikan salah satu perayaan yang berhubungan dengan musim di istana kaisar. Di dalam kitab antologi waka berjudul Man'yōshū terdapat puisi (waka) tentang tanabata karya Ōtomo no Yakamochi dari zaman Nara. Setelah perayaan tabat meluas ke kalangan rakyat biasa di zaman Edo, tema perayaan bergeser dari pekerjaan tenun menenun menjadi kepandaian anak perempuan dalam berbagai keterampilan sebagai persiapan untuk menikah.

Legenda

Di dalam legenda tanabata di Jepang dan Tiongkok, bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra dikisahkan sebagai putri Raja Langit yang pandai menenun bernama Orihime (Shokujo). Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi (Kengyū). Hikoboshi rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime. Suami istri Hikoboshi dan Orihime hidup bahagia, tapi Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala. Raja Langit sangat marah dan keduanya dipaksa berpisah. Orihime dan Hikoboshi tinggal dipisahkan sungai Amanogawa (galaksi Bimasakti, dan hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam tanabata yang jatuh pada hari ke-7 bulan ke-7 . Kalau kebetulan hujan turun di hari ke-7 bulan ke-7, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu dengan suami. Sejumlah burung kasasagi lalu datang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih, dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa sehingga mereka bisa menyeberang dan bertemu.

Literatur klasik tentang legenda Tanabata melahirkan berbagai macam variasi cerita rakyat di berbagai daerah di Tiongkok. Di beberapa tempat, variasi legenda Tanabata dijadikan naskah sandiwara dan kemudian diangkat sebagai naskah Opera Tiongkok. Di antara berbagai naskah yang terkenal, seperti Tian he pei berakhir sebagai naskah pementasan Opera Beijing. Kisahnya tentang penggembala sapi bernama Niulang yang mencuri pakaian salah seorang bidadari bernama Zhinu yang sedang mandi. Niulang menikah dengan Zhinu hingga akhirnya bidadari Zhinu harus kembali ke langit. Niulang mengejar Zhinu sampai naik ke langit, tapi ibu Zhinu yang bernama Xi Wangmu (dewi surga) memisahkan tempat tinggal Niulang dan Zhinu dengan sebuah sungai. Cerita ini mirip dengan cerita rakyat Jepang berjudul Hagoromo.

Bintang bernama Zhinu dan bintang bernama Niulang pertama kali disebut dalam kitab Shi Jing (kira-kira terbitan tahun 1000 SM), tapi tidak secara pasti menunjuk pada bintang yang spesifik. Dalam kitab Catatan Sejarah Agung asal Dinasti Han Barat, bintang Niulang menunjuk ke rasi bintang Lembu dan bintang Zhinu menunjuk pada rasi bintang Kawatsusumi. Sesuai dengan perkembangan legenda tanabata, bintang Niulang (Hikoboshi) akhirnya menunjuk ke bintang sesuai (bintang Altair) seperti cerita yang dikenal sekarang.

Tradisi

Perayaan bisa dilakukan di malam ke-6 bulan ke-7, atau pagi di hari ke-7 bulan ke-7. Sebagian besar ritual dimulai "setelah tengah malam" (jam 1 pagi) di hari ke-7 bulan ke-7. Di tengah malam pukul 01:00, bintang-bintang naik mendekati zenith, saat galaksi bimasakti, bintang Altair, dan bintang Vega paling mudah terlihat.

Perayaan Tanabata dimeriahkan dengan tradisi menulis permohonan di atas tanzaku atau secarik kertas berwarna-warni yang merupakan tradisi khas Jepang yang sudah dimulai sejak zaman Edo. Kertas tanzaku berisi berbagai macam permohonan diikatkan bersama-sama di pohon harapan dari ranting daun bambu di hari ke-6 bulan ke-7. Dahan bambu dulunya dilarung ke laut pada perayaan tanabata oleh orang yang kebetulan tinggal di dekat laut, tapi sekarang kebiasaan ini makin ditinggalkan karena hiasan tanabata makin banyak yang terbuat dari plastik.

Di Jepang, kertas tanzaku untuk diikatkan ke dahan bambu terdiri dari 5 warna: hijau, merah, kuning, putih, dan hitam, Di Tiongkok, bukan kertasnya tapi tali untuk mengikat yang terdiri dari 5 warna. Permohonan yang dituliskan pada tanzaku bisa bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang menulis.

Perayaan di berbagai daerah

Tradisi merayakan tanabata dimulai setelah Perang Dunia II dengan maksud untuk menggairahkan kegiatan ekonomi, khususnya di wilayah utara Jepang. Sendai di zaman dulu sering berkali-kali dilanda kekurangan pangan akibat kekeringan dan musim dingin yang terlalu dingin, sehingga lahir tradisi menulis permohonan agar dijauhkan dari bencana alam menggunakan secarik kertas tanzaku.

Perayaan tanabata digunakan Date Masamune untuk mempromosikan pendidikan untuk wanita. Ide ini ternyata disambut baik orang kota dan kalangan samurai, dan hiasan daun bambu mulai terlihat seluruh pelosok kota. Di zaman Meiji dan zaman Taisho, perayaan dilangsungkan secara kecil-kecilan sampai diambil alih pusat perbelanjaan di tahun 1927 dan dilangsungkan secara besar-besaran sebagai festival Sendai Tanabata.

Lihat pula

Pranala luar