Tanabata

kategori Wikimedia
Revisi sejak 19 Januari 2007 00.09 oleh Midori (bicara | kontrib) (perbaiki)

Tanabata (七夕) atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kota Sendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.

Berkas:Morioka Winnie.JPG
Hiasan Tanabata di Morioka, Prefektur Iwate

Tanggal festival Tanabata dulunya mengikuti kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat daripada kalender Gregorian. Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata diadakan malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus.

Aksara kanji yang digunakan untuk menulis Tanabata bisa dibaca sebagai shichiseki (七夕, malam ke-7). Di zaman dulu, perayaan ini juga ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, tapi tetap dibaca Tanabata (棚機). Tradisi perayaan berasal dari Tiongkok yang diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara.

Tanggal perayaan

 
Hiasan Tanabata di Sendai

Di zaman kuno Tiongkok terdapat tradisi merayakan pergantian musim di bulan ke-7 hari ke-7 menurut kalender Tionghoa (bulan ke-7 merupakan bulan pertama di musim gugur). Sejak kapan bulan ke-7 hari ke-7 mulai dijadikan hari istimewa tidak diketahui dengan pasti. Literatur tertua yang menceritakan peristiwa di hari tersebut adalah Simin yueling (四民月令) karya Cui Shi yang menulis tentang tradisi menjemur atau mengangin-anginkan buku di bawah sinar matahari.

Menurut kalender yang pernah digunakan di Jepang seperti kalender Tempo, Tanabata dirayakan pada hari ke-7 bulan ke-7 sebelum perayaan Obon. Setelah kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, Tanabata dirayakan pada 7 Juli, sedangkan sebagian upacara dilakukan di malam hari tanggal 6 Juli. Di wilayah Jepang sebelah timur, seperti Hokkaido dan Sendai, perayaan dilakukan sebulan lebih lambat sekitar 8 Agustus.

Sejarah

Tanabata diperkirakan merupakan sinkretisme antara perayaan berdoa pada arwah leluhur atas keberhasilan panen di Jepang zaman kuno dan perayaan Qi Qiao Jie asal Tiongkok yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun. Pada awalnya Tanabata merupakan bagian dari perayaan Obon, tapi kemudian dijadikan perayaan terpisah. Daun bambu (sasa) digunakan dalam perayaan karena dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.

Legenda Qi Xi pertama kali disebut dalam literatur Gushi shijiu shou (古詩十九編, 19 puisi lama) asal Dinasti Han yang dikumpulkan kitab antologi Wen Xuan (文選). Selain itu, Qi Xi juga tertulis dalam kitab Jing-Chu suishi ji (荊楚歲時記, festival dan tradisi tahunan wilayah Jing-Chu) asal Dinasti Utara dan Selatan, dan kitab Catatan Sejarah Agung. Literatur Jing-Chu suishi ji mengisahkan para wanita memasukkan benang berwarna-warni indah ke lubang 7 batang jarum pada malam hari ke-7 bulan ke-7 yang merupakan malam bertemunya Qian Niu dan Zhi Nu, dan persembahan diletakkan berjajar di halaman untuk memohon kepandaian dalam pekerjaan menenun.

Legenda asli Jepang tentang Tanabatatsume dalam kitab Kojiki mengisahkan seorang pelayan wanita (miko) bernama Tanabatatsume yang harus menenun pakaian untuk dewa di tepi sungai, dan menunggu di rumah menenun untuk dijadikan istri semalam sang dewa agar desa terhindar dari bencana. Perayaan Qi Xi dihubungkan dengan legenda Tanabatatsume, dan nama perayaan diubah menjadi "Tanabata". Di zaman Nara, perayaan Tanabata dijadikan salah satu perayaan yang berhubungan dengan musim di istana kaisar. Di dalam kitab antologi puisi waka berjudul Man'yōshū terdapat puisi tentang Tanabata karya Ōtomo no Yakamochi dari zaman Nara. Setelah perayaan Tanabata meluas ke kalangan rakyat biasa di zaman Edo, tema perayaan bergeser dari pekerjaan tenun menenun menjadi kepandaian anak perempuan dalam berbagai keterampilan sebagai persiapan untuk menikah.

Legenda

Legenda Tanabata di Jepang dan Tiongkok mengisahkan bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra sebagai putri Raja Langit yang pandai menenun bernama Orihime (Shokujo). Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi (Kengyū). Hikoboshi rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime. Suami istri Hikoboshi dan Orihime hidup bahagia, tapi Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala. Raja Langit sangat marah dan keduanya dipaksa berpisah. Orihime dan Hikoboshi tinggal dipisahkan sungai Amanogawa (galaksi Bimasakti, dan hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam hari ke-7 bulan ke-7 . Kalau kebetulan hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu dengan suami. Sejumlah burung kasasagi terbang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih, dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa sehingga mereka bisa menyeberang dan bertemu.

Literatur klasik tentang legenda Tanabata melahirkan berbagai macam variasi cerita rakyat di berbagai daerah di Tiongkok. Di beberapa tempat, variasi legenda Tanabata dijadikan naskah sandiwara dan diangkat sebagai naskah Opera Tiongkok. Di antara berbagai naskah yang terkenal, seperti Tian he pei dijadikan naskah pementasan Opera Beijing. Kisahnya tentang penggembala sapi bernama Niulang yang mencuri pakaian salah seorang bidadari bernama Zhinu yang sedang mandi. Niulang menikah dengan Zhinu sampai pada akhirnya bidadari Zhinu harus kembali ke langit. Niulang mengejar Zhinu sampai naik ke langit, tapi ibu Zhinu yang bernama Xi Wangmu (dewi surga) memisahkan tempat tinggal Niulang dan Zhinu dengan sebuah sungai. Cerita ini mirip dengan cerita rakyat Jepang yang berjudul Hagoromo.

Bintang bernama Zhinu dan bintang bernama Niulang pertama kali disebut dalam kitab Shi Jing (kira-kira terbitan tahun 1000 SM), tapi tidak secara pasti menunjuk pada bintang yang spesifik. Dalam kitab Catatan Sejarah Agung asal Dinasti Han Barat, bintang Niulang menunjuk ke rasi bintang Lembu dan bintang Zhinu menunjuk pada rasi bintang Kawatsusumi. Sesuai dengan perkembangan legenda Tanabata, bintang Niulang (Hikoboshi) akhirnya menunjuk ke bintang Altair.

Tradisi

Perayaan bisa dilakukan di malam ke-6 bulan ke-7, atau pagi di hari ke-7 bulan ke-7. Sebagian besar upacara dimulai setelah tengah malam (jam 1 pagi) di hari ke-7 bulan ke-7. Di tengah malam pukul 01:00, bintang-bintang naik mendekati zenith, di saat galaksi bimasakti, bintang Altair, dan bintang Vega paling mudah dilihat.

Kemungkinan hari cerah pada hari ke-7 bulan ke-7 kalender Tionghoa lebih besar daripada tanggal 7 Juli yang masih merupakan musim panas. Hujan yang turun pada malam Tanabata disebut Sairuiu (洒涙雨) dan konon berasal dari air mata Orihime dan Hikoboshi yang menangis karena tidak bisa bertemu.

Festival Tanabata dimeriahkan dengan tradisi menulis permohonan di atas tanzaku atau secarik kertas berwarna-warni yang merupakan tradisi khas Jepang yang dimulai sejak zaman Edo. Kertas tanzaku terdiri dari 5 warna (hijau, merah, kuning, putih, dan hitam). Di Tiongkok, bukan kertasnya tapi tali untuk mengikat yang terdiri dari 5 warna. Permohonan yang dituliskan pada tanzaku bisa bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang menulis.

Kertas tanzaku berisi berbagai macam permohonan diikatkan bersama-sama di ranting daun bambu membentuk pohon harapan di hari ke-6 bulan ke-7. Daun bambu dilarung ke laut sebagai tanda puncak perayaan oleh orang-orang yang tinggal di dekat laut, tapi kebiasaan ini sekarang makin ditinggalkan karena hiasan banyak yang terbuat dari plastik.

Perayaan di berbagai daerah

Tanabata dirayakan secara besar-besaran di berbagai kota, seperti: Sendai, Hiratsuka, Anjo, dan Sagamihara. Perayaan dimulai setelah Perang Dunia II dengan maksud untuk menggairahkan ekonomi, khususnya di wilayah Jepang bagian utara.

Sendai di zaman dulu sering berkali-kali dilanda kekurangan pangan akibat kekeringan dan musim dingin yang terlalu dingin. Di kalangan penduduk lahir tradisi menulis permohonan di atas secarik kertas tanzaku untuk meminta dijauhkan dari bencana alam. Di masa pemerintahan Date Masamune, perayaan Tanabata digunakan sebagai kesempatan untuk memajukan pendidikan bagi kaum wanita, dan hiasan daun bambu mulai terlihat di rumah-rumah tinggal kalangan samurai dan penduduk kota. Di zaman Meiji dan zaman Taisho, perayaan dilangsungkan secara kecil-kecilan, hingga pusat perbelanjaan mengambil alih penyelenggaraan di tahun 1927. Hiasan Tanabata mulai dipasang secara besar-besaran dan berlanjut hingga sekarang sebagai Sendai Tanabata.

Lihat pula

Pranala luar