Buddhisme di Tiongkok
Agama Buddha Cina (Hanzi sederhana: 汉传佛教; Hanzi tradisional: 漢傳佛敎; Pinyin: Hànchuán Fójiào) merujuk pada seluruh sekolah (aliran) agama Buddha yang berkembang di Cina sejak jaman dahulu kala. Agama Buddha telah memegang peranan sangat penting dalam membentuk kebudayaan dan tradisi orang Cina, mempengaruhi cara berpikir mereka, politik, literatur, filosofi dan ilmu pengobatan Cina.
Pada puncak keemasan Dinasti Tang, agama Buddha berkembang sangat pesat di Cina dengan dihasilkannya banyak guru-guru spiritual yang bagus. [1][2]
Sejarah Awal Agama Buddha di Cina
Kedatangan Agama Buddha dari India
Sejarah Kedatangan Pertama
Mengakui kemustahilan mencari tahu "kapan atau bagaimana misionaris Buddhis di Cina dimulai", Kenneth Saunders menyebutkan bahwa Asoka mengirimkan misionarisnya pada masa Dinasti Qin (221-206 SM) ke Cina. Ensiklopedia Buddhis ini mengklaim bahwa pada tahun 217 SM, seorang biksu bernama Li Fang 李防 beserta tujuh belas lainnya tiba di Xi'an – tetapi legenda ini tidak begitu sesuai dengan sumber-sumber lainnya.[4]
Menurut beberapa ahli sejarah Eropa, kaisar Kerajaan Maurya (Asoka Agung) telah mengirimkan biksu kerajaan Massim Sthavira ke India, Nepal, Bhutan, dan China untuk menyebarkan ajaran Buddha sekitar tahun 265 SM. Tetapi tidak ada konfirmasi apakah para misionaris ini berhasil tiba di Cina atau mereka bertanggung jawab atas perkembangan agama Buddha disana.
Generasi-generasi terpelajar telah berdebat tentang apakah misionaris Buddhis pertama kali mencapai Cina via laut atau jalan darat (Jalan Sutra). Hipotesis jalur laut, didukung oleh Liang Qichao dan Paul Pelliot, memberikan pendapat bahwa agama Buddha pertama kali dipraktekkan di kawasan Cina bagian selatan, di daerah Sungai Yangtze dan Sungai Huai dimana pangeran Ying dari Chu (saat ini Jiangsu) telah beragama paduan antara Kaisar Kuning, Laozi dan Buddha di tahun 65 SM. Hipotesis jalur darat didukung oleh Tang Yongtong, memberikan pendapat bahwa agama Buddha menyebar dari arah timur melalui Yuezhi dan pertama kali dipraktekkan di bagian barat Cina, di ibukota Han Luoyang (saat ini Henan), dimana Kaisar Ming mendirikan Wihara Kuda Putih pada tahun 68 SM. Rong Xinjiang, seorang profesor dari Universitas Peking telah memeriksa kedua hipotesis ini melalui berbagai disiplin ilmu dan penemuan-penemuan terbaru, termasuk Naskah-Naskah Buddhis Gandhara dan sampai pada kesimpulan.
Pandangan bahwa agama Buddha dibawa ke Cina melalui jalur laut tampaknya kurang meyakinkan dan kurang material pendukung. Beberapa argumen tidak cukup. Berdasarkan naskah-naskah sejarah yang ada dan sumber-sumber ikonografi arkeologi yang ditemukan sejak tahun 1980an, khususnya manuskrip Buddhis abad pertama telah ditemukan baru-baru ini di Afganistan. Komentator meyakini bahwa teori yang paling meyakinkan adalah bahwa penyebaran agama Buddha dimulai dari Yuezhi di bagian barat laut India (saat ini Afghanistan dan Pakistan) dan mengambil jalur darat untuk mencapai Cina daratan. Setelah memasuki Cina, agama Buddha berakulturasi dengan Daoisme dan kepercayaan Cina tradisional lainnya.[5]
Penerjemahan Kitab Suci
Penerjemahan Kitab Buddhis pertama ke dalam bahasa Cina terjadi pada tahun 148 SM bersamaan dengan kedatangan pangeran Parthia An Shigao (Ch. 安世高) yang menjadi biksu. Dia membangun wihara Buddhis di Loyang dan menyusun penerjemahan kitab-kitab Buddhis ke dalam bahasa Cina yang bertahan sampai saat ini. An Shigao menerjemahkan kitab-kitab Buddhis mengenai ajaran-ajaran dasar, meditasi Buddhis, dan abhidharma. An Xuan (Ch. 安玄), seorang umat awam dari Parthia juga bekerja bersama An Shigao untuk menerjemahkan kitab-kitab yang nantinya menjadi awal perkembangan agama Buddha Mahayana di Cina.
Perjalanan Xuanzang ke barat
Selama awal Dinasti Tang, antara 629 dan 645, seorang biksu bernama Xuanzang pergi mengembara menuju India dan mengunjungi lebih dari seratus kerajaan dalam perjalanannya tersebut. Dia menulis catatan perjalanan dan penemuan-penemuannya dengan detail, yang kemudian menjadi bagian penting dari studi tentang India selama periode tersebut. Ketika dia kembali, dia membawa serta sekitar 657 kitab Buddhis dalam bahasa Sansekerta. Xuanzang juga kembali ke Cina dengan membawa relik, patung dan seni Buddhis lainnya yang ditaruh pada 22 kuda.[6]
Perkembangan Saat Ini
Sampai saat ini agama Buddha masih merupakan agama utama bagi orang Cina. Pada bulan April 2006 Cina mengorganisir Forum Buddhis Dunia, sebuah event yang diadakan setiap dua tahun sekali. Pada Maret 2007 pemerintah Cina melarang aktifitas penambangan di gunung-gunung suci bagi umat Buddha. Pada tahun yang sama, di Changzhou, pagoda tertinggi di dunia dibangun dan dibuka untuk umum. Pada Maret 2008, organisasi Buddha Tzu Chi (Taiwan) diijinkan membuka cabangnya di Cina daratan. Hal-hal ini semakin menunjukkan dukungan pemerintah Cina yang komunis dan sekuler terhadap perkembangan agama Buddha Mahayana sebagai agama tradisional dan mayoritas disana. Sedangkan agama Buddha Theravada dan Tibetan tetap dipraktekkan oleh etnis minoritas di sebelah barat daya dan utara Cina.
Festival
Terdapat banyak festival agama Buddha (Mahayana) yang dirayakan di Cina. Pada hari-hari tersebut, orang-orang akan pergi ke kuil dan mempersembahkan buah-buahan, bunga, dan donasi seraya memanjatkan doa. Pada hari-hari itu pula aturan moral buddhis dijalankan seperti bervegetarian. Penanggalan di bawah ini berdasarkan sistem penanggalan Cina (contoh: 8.4 berarti "hari ke-8 bulan ke-4).
- 8.12 — Hari Pencerahan Sakyamuni Buddha
- 1.1 — Hari Kelahiran Buddha Maitreya
- 9.1 — Hari Kelahiran Sakka, Raja Para Dewa
- 8.2 — Hari Pelepasan Agung Śākyamuni Buddha
- 15.2 — Mahāparinirvāṇa Śākyamuni Buddha
- 19.2 — Hari Kelahiran Bodhisattva Avalokiteśvara (Guan Yin)
- 21.2 — Hari Kelahiran Bodhisattva Samantabhadra
- 4.4 — Hari Kelahiran Bodhisattva Mañjuśrī
- 8.4 — Hari Kelahiran Śākyamuni Buddha
- 15.4 — Vesak Day
- 3.6 — Hari Kelahiran Skanda (Wei Tuo)
- 10.6 — Hari Kelahiran Padmasambhava (Guru Rinpoche)
- 19.6 — Hari Pencerahan Bodhisattva Avalokiteśvara
- 13.7 — Hari Kelahiran Bodhisattva Mahāsthāmaprāpta
- 15.7 — Festival (Keluarnya) Hantu Kelaparan
- 30.7 — Hari Kelahiran Bodhisattva Kṣitigarbha
- 22.8 — Hari Kelahiran Dīpaṃkara Buddha
- 19.9 — Hari Pelepasan Agung Bodhisattva Avalokiteśvara
- 30.9 — Hari Kelahiran Bhaiṣajyaguru Buddha (Buddha Pengobatan)
- 5.10 — Peringatan Kematian Bodhidharma
- 17.11 — Hari Kelahiran Amitābha Buddha
Referensi
Notes
- ^ "Chinese Buddhism". Hinduwebsite.com. Diakses tanggal 2008-09-12.
- ^ "The Spread of Buddhism Among the Chinese". Buddhist Studies: The Buddha Dharma Education Association & BuddhaNet. Diakses tanggal 2008-09-12.
- ^ Label for item no. 1992.165.21 in the Metropolitan Museum of Art
- ^ Saunders (1923), p. 158.
- ^ Rong Xinjiang, 2004, Land Route or Sea Route? Commentary on the Study of the Paths of Transmission and Areas in which Buddhism Was Disseminated during the Han Period, tr. by Xiuqin Zhou, Sino-Platonic Papers 144, pp. 26-27.
- ^ Jerry Bentley, "Old World Encounters: Cross-Cultural Contacts and Exchanges in Pre-Modern Times" (New York: Oxford University Press, 1993), 81.
- Chen, Kenneth Kuan Sheng. Buddhism in China: A historical survey. Princeton, N.J., Princeton University Press, 1964.
- Han Yu. "Sources of Chinese Tradition. c. 800.
- Hill, John E. (2009) Through the Jade Gate to Rome: A Study of the Silk Routes during the Later Han Dynasty, 1st to 2nd Centuries CE. John E. Hill. BookSurge, Charleston, South Carolina. ISBN 978-1-4392-2134-1.
- Mullin, Glenn H.The Fourteen Dalai Lamas: A Sacred Legacy of Reincarnations (2001) Clear Light Publishers. ISBN 1-57416-092-3
- Saunders, Kenneth J. (1923). "Buddhism in China: A Historical Sketch", The Journal of Religion, Vol. 3.2, pp. 157–169; Vol. 3.3, pp. 256–275.
- Welch, Holmes. The practice of Chinese Buddhism. Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 1967.
- Welch, Holmes. The Buddhist revival in China. Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 1968.
- Welch, Holmes. Buddhism under Mao. Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 1972.