Cedera reperfusi darah

Revisi sejak 1 September 2012 10.07 oleh AimsleeHayes (bicara | kontrib) (Revisi artikel)

Cedera reperfusi darah (bahasa Inggris: reperfusion injury) adalah rusaknya jaringan (tissue damage) yang disebabkan ketika pasokan darah kembali ke jaringan setelah masa penyumbatan pasokan darah atau kekurangan oksigen. Ketidakadaan oksigen dan gizi dari darah selama masa penyumbatan secara kelancarkerjaan anggota tubuh (iskemik) menciptakan keadaan yang pemulihan peredaran darah (restoration of circulation) menghasilkan dalam peradangan (inflammation) dan kerusakan kadar oksigen melalui imbasan teriknya kadar oksigen (oxidative stress induction) daripada pemulihan fungsi asali.[1]

Cedera reperfusi darah
Informasi umum
SpesialisasiKardiologi Sunting ini di Wikidata

Mekanisme

Terjadinya peradangan (bahasa Inggris: inflammatory response) bertindak sebagai perantara bagi kerusakan cedera reperfusi darah. Sel darah putih, dibawa ke daerah oleh darah yang baru kembali, menghasilkan sejumlah sel peradangan seperti interleukina serta radikal bebas demi menanggapi kerusakan jaringan.[1] Aliran darah yang terpulihkan mengalirkan kembali oksigen dalam sel yang merusak protein selular (cellular protein), DNA, dan selaput plasma. Oleh karena ini, kerusakan selaput sel (cell membrane) dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas (free radical). Spesies tindak-balas (reactive species) tersebut dapat juga bertindak secara tidak langsung dalam pengisyaratan pelesapzasaman (redox signalization) untuk menghidupkan hambau (apoptosis). Sel darah putih (white blood cells) juga dapat mengikat lapis permukaan dalam (endothelium) pembuluh kecil, menghalangi mereka dan mengakibatkan lebih banyak penyumbatan pasokan darah.[1]

Cedera pengaliran darah memainkan peranan dalam riam penyumbatan pasokan darah otak (brain's ischemic cascade), yang terlibat dengan pitam otak (stroke) dan luka berat otak. Kegagalan yang sama terlibat dalam kegagalan otak setelah pembalikan serangan jantung (reversal cardiac arrest);[2] mengendalikan cara ini adalah perihal penelitian yang sedang berlangsung. Serangan berulang dari penyumbatan pasokan darah dan cedera pengaliran kembali darah juga diperkirakan menjadi pemengaruh (factor) yang mengarah pada pembentukan dan kegagalan untuk menyembuhkan luka menahun (chronic wounds) seperti puru tekanan (pressure sores) dan bisul kaki lewahgula (diabetic foot ulcer).[3] Tekanan berkesinambungan (continuous pressure) membatasi pasokan darah dan menyebabkan penyumbatan pasokan darah, dan peradangan terjadi selama pengaliran kembali darah. Oleh karena cara ini diulang, ini pada akhirnya akan merusak jaringan cukup untuk melukai (wound).[3]

Pada penyumbatan yang berkepanjangan (60 menit atau lebih), hiposantina dibentuk sebagai produk pemecahan ubayati (metabolism) adenosina trifosfat. Enzim xantina dehidrogenase bertindak secara terbalik, yaitu sebagai xantina oksidase sebagai akibat dari ketersediaan oksigen yang lebih tinggi. Hasil penzasaman ini dalam molekul oksigen yang diubah menjadi adioksida yang sangat tindak-balas (very reactive) dan radikal hidroksil. Xantina oksidase juga memghasilkan asam urat (uric acid), yang dapat bertindak sebagai oksidan penambah (pro-oksidan) dan sebagai pemulung spesies tindakbaklas (reactive species) seperti peroksinitrit. Oksida nitrik yang berlebihan yang dihasilkan selama pengaliran kembali darah betindakbalas dengan superoksida untuk menghasilkan spesies ampuh bertindakbalas peroksinitrit. Radikal tersebut dan spesies oksigen bertindakbalas (reactive oxygen species) menyerang lipid selaput sel (cell membrane lipids), protein, dan polisakarida glukosamin (polysaccharide glycosamine), menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Sel tersebut juga dapat memulai langkah-langkah hayati tertentu dengan pengisyaratan redoks (redox signalization).

Pengalirkembalian darah dapat menyebabkan hiperkalemia (berlebihnya kadar kalium/periabu).[4]

Pengobatan

Sebuah pengkajian lintas-tepuk batang nadi (aorta cross-clamping), cara dan langkah umum bedah jantung, menunjukkan manfaat keampuhan kuat dengan penelitian lebih lanjut sedang berlangsung. Suatu daerah menarik dari penelitian menunjukkan kemampuan penurunan suhu tubuh untuk membatasi cedera penyumbatan pasokan darah. Cara dan langkah ini disebut pemulihsembuhan hipotermia (hypothermia therapy), dan telah terbukti oleh sejumlah besar dan percobaan acak bermutu tinggi karena secara pimenting meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi kerusakan otak setelah kelahiran dan kematian sebab upaudara (asphyxia) pada bayi; kesempatan untuk bertahan hidup normal meningkat hampir dua kali lipat. Untuk pengulasan lengkap simaklah pulihotak bayidini untuk pemulihsembuhan hipotermia (neonatal encelopathy for hypothermia therapy).

Namun, pengaruh pemulihsembuhan hipotermia tidak membatasi diri untuk upahayati dan kemantetapan selaput (membrane stability). Lain pemikiran bertumpu pada kemampuan hipotermia untuk mencegah cedera yang terjadi setelah kembalinya peredaran darah ke otak, atau apa yang disebut cedera pengaliran kembali darah. Bahkan seseorang yang menderita penyumbatan pasokan darah terus menderita cedera baik setelah peredaran darah dipulihkan. Uji coba pada tikus laboratorium (laboratory rat) telah menunjukkan bahwa neuron sering mati 24 jam penuh setelah kembalinya aliran darah. Beberapa berasas bahwa antartindak yang tertunda ini berasal dari beberapa tanggapan kekebalan peradangan (inflammatory immune response) yang terjadi selama pengaliran kembali darah.[5] Terjadinya peradangan menyebabkan tekanan dalam tempurung otak (intracranial), tekanan yang menyebabkan cedera sel dan tergantung pada keadaan kematian sel. hipotermia telah terbukti membantu menurunkan tekanan dalam tempurung otak secara mejana/sedang (moderate) dan oleh karena itu untuk merendahkan pengaruh berbahaya dari tanggapan kekebalan peradangan pasien selama pengaliran kembali darah. Di luar itu, pengaliran kembali darah mampu meningkatkan penghasilan radikal bebas. Hipotermia juga telah dibuktikan untuk mengurangi penghasilan radikal bebas yang mematikan dalam pasien selama pengaliran kembali darah. Banyak orang kini mengira bahwa hipotermia meningkatkan manfaat kepada pasien setelah penyumbatan aliran darah ke otak; oleh karena, hipotermia dapat mengurangi tekanan dalam tempurung otak dan penghasilan radikal bebas.[6]

Pengobatan dengan hidrogen sulfida

Ada beberapa pengkajian awal yang tampaknya membuktikan bahwa pengobatan dengan hidrogen sulfida dapat memiliki pengaruh perlindungan terhadap cedera pengaliran kembali darah.[7]

Perlindungan pengaliran kembali darah dalam pengistirahat wajib

Pengistirahat wajib (obligatory hibernators) seperti tupai tanah menunjukkan kekebalan terhadap luka penyumbatan pasokan darah / pengaliran kembali darah (P/A) di hati, jantung, dan usus kecil selama musim rahat (hibernation season) saat ada saklar dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme linemak (lipid metabolism) untuk pasokan tenaga selular (cellular energy supply).[8] [9] [10] Saklar metabolisme membatasi metabolisme anaerobik (anaerobic metabolism) dan pembentukan laktosa (lactose), pemberitahuan prognosis buruk (herald of poor prognosis) dan kegagalan pelbagai anggota tubuh (multi-organ) (MOF) sesudah cedera P/A. Lagipula, peningkatan metabolisme linemak menghasilkan jasad keton (ketone bodies) dan menghidupkan penangkap nyala-biak peroksisoma (peroxisome proliferating-activated receptors) (PPARs), yang keduanya telah terbukti menjadi pelindung terhadap cedera P/A.[11]

Rujukan

  1. ^ a b c (Inggris) Clark, Wayne M. (January 5, 2005). "Reperfusion Injury in Stroke". eMedicine. WebMD. Diakses tanggal 2006-08-09.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "WMClark" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Crippen, David. "Brain Failure and Brain Death: Introduction". ACS Surgery Online, Critical Care, April 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-11. Diakses tanggal 2007-01-09. 
  3. ^ a b Mustoe T. (2004). "Understanding chronic wounds: a unifying hypothesis on their pathogenesis and implications for therapy". American Journal Of Surgery. 187 (5A): 65S–70S. doi:10.1016/S0002-9610(03)00306-4. 
  4. ^ John L. Atlee (2007). Complications in anesthesia. Elsevier Health Sciences. hlm. 55–. ISBN 978-1-4160-2215-2. Diakses tanggal 25 July 2010. 
  5. ^ Adler, Jerry. "Back From the Dead." Newsweek. July 23, 2007.
  6. ^ Polderman, Kees H. "Application of therapeutic hypothermia in the ICU." Intensive Car Med. (2004) 30:556-575.
  7. ^ Elrod J.W., J.W. Calvert, M.R. Duranski, D.J. Lefer. "Hydrogen sulfide donor protects against acute myocardial ischemia-reperfusion injury." Circulation 114(18):II172, 2006.
  8. ^ Dark, J (2005). "Annual lipid cycles in hibernators: integration of physiology and behavior". Annual review of nutrition. 25: 469–97. doi:10.1146/annurev.nutr.25.050304.092514. 
  9. ^ Andrews, MT (2007 May). "Advances in molecular biology of hibernation in mammals". BioEssays : news and reviews in molecular, cellular and developmental biology. 29 (5): 431–40. doi:10.1002/bies.20560. 
  10. ^ Kurtz, CC (2006 Nov). "Hibernation confers resistance to intestinal ischemia-reperfusion injury". American journal of physiology. Gastrointestinal and liver physiology. 291 (5): G895–901. doi:10.1152/ajpgi.00155.2006. 
  11. ^ Zingarelli, B (2009 Jun). "Lung injury after hemorrhage is age dependent: role of peroxisome proliferator-activated receptor gamma". Critical Care Medicine. 37 (6): 1978–87. doi:10.1097/CCM.0b013e31819feb4d. PMC 2765201 . 

Lihat pula

Pranala luar