Datuk ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Tallo, Sulawesi sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dengan gelar Khatib Sulung dan Datuk ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan pada masa itu.[1] Datuk ri Bandang juga menyebarkan Islam sampai ke Bima, Nusa Tenggara.

Datuk ri Bandang
LahirAbdul Makmur
Koto Tangah, Minangkabau
MeninggalTallo, Kerajaan Tallo, Sulawesi
Nama lainKhatib Tunggal
PekerjaanUlama
Dikenal atasPenyebar Islam di Sulawesi dan Bima, Nusa Tenggara

Dakwah Islam

Mereka menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka berdasarkan keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan atau Bugis/Makassar ketika itu. Datuk ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di Kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar Islam di Kerajaan Luwu, sementara Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba[2]

Pada awalnya Datuk ri Bandang bersama Datuk Patimang melaksanakan syiar Islam di wilayah Kerajaan Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tana Toraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara) hingga Poso (Sulawesi Tengah).

Dengan pendekatan dan metode yang sesuai, syiar Islam yang dilakukan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang dapat diterima Raja Luwu dan masyarakatnya. Bermula dari masuk Islam-nya seorang petinggi kerajaan yang bernama Tandi Pau, lalu berlanjut dengan masuk Islam-nya raja Luwu yang bernama Datu' La Pattiware Daeng Parabung pada 4-5 Februari 1605, beserta seluruh pejabat istananya setelah melalui dialog yang panjang antara sang ulama dan raja tentang segala aspek agama baru yang dibawa itu. Setelah itu agama Islam-pun dijadikan agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam Islam-pun dijadikan sumber hukum bagi kerajaan.[3]

Setelah Raja Luwu dan keluarganya beserta seluruh pejabat istana masuk Islam, Datuk ri Bandang pergi dari kerajaan Luwu menuju wilayah lain di Sulawesi Selatan dan kemudian menetap di Makassar sambil melakukan syiar Islam di Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, lalu dikemudian hari sang ulama itu-pun akhirnya wafat di wilayah Tallo. Sementara itu Datuk Patimang menetap di Kerajaan Luwu dan meneruskan syiar Islamnya ke rakyat Luwu, Suppa, Soppeng, Wajo dan lain-lain yang masih banyak belum masuk Islam. Dikemudian hari sang penyebar Islam itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di Desa Patimang, Luwu. Sedangkan Datuk ri Tiro melakukan syiar Islam di wilayah selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantera-mantera. Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro yang kemudian berhasil mengajak raja Karaeng Tiro masuk Islam dikemudian hari juga wafat dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.

Referensi

Pranala Luar