Kantaro Suzuki
Admiral Kantaro Suzuki (鈴木 貫太郎 Suzuki Kantarō, December 24, 1867 - April 17, 1948) adalah Perdana Menteri Jepang yang ke 42 yang menjabat dari 7 April, 1945 sampai 17 Agustus , 1945. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Wakil kementrian Angkatan Laut Jepang (kaigun) pada saat Perang Dunia I, Komandan armada (fleet commander), Kepala Staf Angkatan Laut (Chief of Naval General Staff) dari 1925 sampai 1929. Dia lolos dari kudeta berdarah dalam Insiden 26 Februari pada tahun 1936 yang menewaskan pucuk pimpinan dan tokoh terkemuka di Jepang dalam huru hara politik saat itu, yang juga melibatkan kalangan dalam Istana Kekaisaran. Pensiun dari Angkatan Laut pada 1937.
Sebagai kepala pemerintahan yang dilantik oleh Kaisar Hirohito, yang juga menaruh harapan besar akan kebijakan mengakhiri perang Asia Timur Raya (Dai Toa Senso) pada Perang Dunia II sekalipun tidak diungkapkan secara langsung, Kantaro Suzuki juga menjabat sebagai pimpinan enam besar dalam dewan peperangan yang juga mencakup Kementerian Peperangan (Jendral Korechika Anami), Kementerian Luar Negeri (Menlu Shinegori Togo), Kementrian Angkatan Laut (Admiral Yonai Mitsumasa), Panglima Angkatan Darat (Jendral Umezu) dan Panglima Angkatan Laut (Admiral Soemu Toyoda). Tugas besar yang diembannya pada saat dia sudah berusia lanjut dan menderita kurang pendengaran (sedikit tuli karena usianya) dalam menghadapi sikap keras kepala Angkatan Darat dan Kementrian Peperangan yang menginginkan perang tetap berjalan terus demi mempertahankan tanah airnya dalam suatu pertempuran yang menentukan (tennozan) meskipun mengorbankan negara sekalipun secara kenyataan, Jepang saat itu praktis kalah perang dan Angkatan Lautnya bisa dikatakan sudah tidak memiliki armada sama sekali. Kekhawatiran akan timbulnya kudeta seperti halnya Insiden 26 Februari membuat sikapnya berubah-ubah dalam menghadapi tekanan dalam negeri dan Internasional. Karena sikapnya itulah, ketika menerima Proklamasi Potsdam dari pimpinan tiga besar sekutu (Uni Soviet, Inggris dan Amerika Serikat), Kantaro Suzuki mengeluarkan kata yang bersifat ambigu, "mokusatsu" (yang berarti mengendapkan dulu namun juga memiliki arti barang yang tidak berharga) ketika jumpa pers dalam menyikapi Proklamasi itu. Ketika kata "mokusatsu" diterjemahkan oleh seorang Jerman yang ahli bahasa dihadapan Presiden Amerika Serikat Harry S Truman dan staf, kata "mokusatsu" diterjemahkan sebagai barang yang tidak berharga, yang membuat Presiden Truman berkesimpulan bahwa Jepang tidak berniat menghentikan peperangan dan perlu dihentikan dengan menggunakan bom atom.
Sekalipun demikian, Kantaro Suzuki berusaha keras agar Jepang menghentikan peperangan. Salah satu upayanya yang juga dilakukan adalah menanti jasa baik Uni Soviet yang masih terikat perjanjian pakta netralitas Soviet-Jepang dengan perjanjian antara Vyaceslav Molotov-Matsuoka yang berakhir April 1946.
, As Vice Chairman (later Chairman) of Councilors of Court during World War II, Suzuki was opposed to Japan's war with the United States. As prime minister, he contributed to the final peace negotiations with the Allies, and helped to persuade Hirohito to accept the surrender terms of the Potsdam Declaration. Suzuki died of natural causes after the war.
As a young naval officer, he was a commander of a destroyer flotilla during the Russo-Japanese War and participated in the pivotal naval Battle of Tsushima.
He was born in Osaka Prefecture.
Preceded by: Kuniaki Koiso |
Prime Minister of Japan 1945 |
Succeeded by: Naruhiko Higashikuni |