Putera Sampoerna
Putera Sampoerna (lahir 13 Oktober 1947) adalah seorang pengusaha Indonesia yang dikenal sebagai bos perusahaan rokok PT. HM Sampoerna. Putera adalah generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Dia adalah putra dari Liem Swie Ling (Aga Sampoerna) dan cucu dari Liem Seeng Tee, tokoh penting dalam sejarah Philip Morris International di Indonesia dan "owner" Dji Sam Soe.
Putera Sampoerna | |
---|---|
Sampoerna Strategic Putera Sampoerna Foundation A Mild | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 13 Oktober 1947 Schiedam, Belanda |
Suami/istri | Katie (Kathleen Chow Liem) |
Anak | Jonathan Bradford Sampoerna, Jacqueline Michelle Sampoerna, Michael Sampoerna, Farah Khristina Sampoerna |
Almamater | Diocesan Boys School, Hong Kong Carey Grammar High School, Melbourne University of Houston, Texas |
Sunting kotak info • L • B |
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Putera Sampoerna menduduki peringkat ke-9 dengan total kekayaan US$ 2,4 miliar [1]
Awal kehidupan
Putera memperoleh pendidikan internasional pertama di Diocesan Boys School, Hong Kong, dan kemudian di Carey Baptist Grammar School, Melbourne. Dia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di University of Houston, Texas, Amerika Serikat.
Lulus dari perguruan tinggi, Putera tidak langsung melibatkan diri dalam bisnis keluarga. Bersama istrinya, Katie, warga Amerika Serikat keturunan Tionghoa, Putera tinggal di Singapura dan menjalankan perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Baru pada 1980, Putera kembali ke Surabaya untuk bergabung dalam operasional PT HM Sampoerna Tbk.
Perusahaan
Pria yang menggemari angka sembilan itu mulai menjadi figur penting dalam perusahaan setelah menerima tampuk pimpinan tertinggi sebagai chief executive officer dari ayahnya, Aga Sampoerna, pada 1986. Setelah Aga meninggal pada 1994, Putera semakin aktif menggenjot kinerja perusahaan dengan merekrut profesional mancanegara untuk turut mengembangkan kerajaan bisnisnya.
Putera dikenal luas sebagai nakhoda perusahaan yang tidak hanya lihai dalam melakukan inovasi produk inti perusahaannya, yakni rokok, namun juga jeli melihat peluang bisnis di segmen usaha lain. Di bisnis sigaret, nama Putera tidak bisa dihapus berkembangnya segmen pasar baru, yakni rokok rendah tar dan nikotin. HM Sampoerna adalah pelopor produk LTLN di tanah air dengan produknya, A Mild, diluncurkan pada tahun 1988, dan membuat orkes tanjidor dengan jumlah 234 orang, melibatkan pria, pada tahun yang sama.
Pada masa kepemimpinananya, PT. Sampoerna juga memperluas bisnisnya ke dalam bidang supermarket dengan mengakuisi Alfa dan mendirikan Bank Sampoerna pada akhir 1980-an, meski bisnis perbankan ini akhirnya gagal.
Pada tahun 2000, Putera mengalihkan kepemimpinan perusahaan kepada anaknya, Michael.
1998 merupakan masa penting dalam perjalanan bisnis Putera Sampoerna dan keluarganya, dimana Putera memutuskan untuk menjual menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris International. Pengumuman akuisisi itu mengejutkan pihak-pihak internal (Karyawan HM Sampoerna) dan eksternal Perusahaan (investor, pengamat ekonomi, dll); dimana keputusan untuk menjual bisnis keluarga yang telah dirintis sejak 1913 dinilai berbagai kalangan merupakan langkah bisnis Putera Sampoerna yang sangat beresiko tinggi, mengingat selama ini HM Sampoerna merupakan sumber utama pendapatan dari keluarga Sampoerna bahkan pada saat dijual kinerja perusahaan sangatlah baik. Kinerja HM Sampoerna kala itu (2004) berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang dan menduduki posisi pertama perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di Indonesia, di atas Bentoel Group (no. 2) dan Nojorono (no. 3). Hingga saat ini alasan Putera Sampoerna untuk melakukan penjualan tersebut tidak diketahui dengan jelas.
Setelah penjualan PT HM Sampoerna, Putera dan keluarga mendirikan Sampoerna Strategic sebagai kendaraan investasi baru. Sampoerna Strategic bergerak di bidang telekomunikasi (Ceria), perkebunan sawit (Sampoerna Agro), perkayuan (Samko Timber) dan keuangan mikro (UKM Sahabat). Sampoerna Strategic dinahkodai oleh Michael Sampoerna, anak bungsu Putera.
Pada 2001 ia mendirikan organisasi sosial Putera Sampoerna Foundation (PSF) yang dipimpin oleh puterinya Michelle Sampoerna. Melalui PSF ia berupaya memajukan masyarakat Indonesia melalui empat pilar: Pendidikan, Pemberdayaan Perempuan, Kewirausahaan, dan Bantuan Kemanusiaan.
Sebagai pendiri PSF, pada 12 Desember 2011, Putera Samporena menerima penghargaan berupa Peace Through Commerce Medal Award 2011 dari Administrasi Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan Amerika Serikat. Menurut Wakil Menteri Perdagangan AS, Francisco J Sanchez, di sela-sela penyerahan penghargaan tersebut di Nusa Dua, Bali, Penghargaan itu diberikan atas usaha aktif Putera Sampoerna dalam meningkatkan perdagangan internasional antara Amerika Serikat dengan Indonesia melalui kerja sama di bidang pendidikan tingkat tinggi [2]. Pada tahun 2013, PSF mendirikan Universitas Siswa Bangsa Internasional yang merupakan hasil penggabungan dari Sampoerna School of Education (SSE) dan Sampoerna School of Business (SSB).
Putera Sampoerna berpergian ke luar negeri, tepatnya pada 1987. Selama satu tahun antara bulan Januari sampai Oktober, ia selalu berobservasi dengan negara manapun yang ia kunjungi. Sesampainya ia di Indonesia, banyak tamu-tamu dari luar negeri yang tidak enak pada rokok mereka, merek rokoknya adalah Djarum dan Gudang Garam. Ada yang batuk-batuk, pilek, dan flu. Sehingga, pada tahun 1988, ia mulai melaksanakan apa yang ia cita-citakan.
Ia pergi ke luar negeri lagi, tepatnya ke Bangkok, Thailand, bersama kolega-koleganya, termasuk Gubernur Jawa Timur waktu itu, Soelarso, untuk mempelajari cara-cara produksi rokok rendah tar dan nikotin (LTLN) yang berdiameter 7.5mm. Waktu itu, ada banyak merek rokok LTLN, tetapi tidak ada di Indonesia, dan mereknya pun bukan merek rokok kretek. Tetapi, ia bersikukuh dengan pilihannya : "tetap LTLN dan harus kretek", karena di Indonesia sama sekali tidak ada. Sampai-sampai Soelarso bilang : "Aneh Putera iki, rokok kretek kok ukuranne cilek".
Banyak pengalaman yang Pak Putera dapatkan ketika beliau pergi ke luar negeri. Yang dimana, karena dari satu tahun itu kira-kira 9 bulan, dia ditugaskan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendatangkan tamu-tamu dari luar negeri. Dia selalu berobservasinya dengan sangat tinggi sekali terhadap suasana dan keadaan di negara-negara manapun yang ia kunjungi. Setelah Pak Putera sampai di Indonesia, kita-kira bulan Oktober 1987, banyak kebutuhan dari banyak tamu-tamu yang diterima oleh Pak Putera. Tamu-tamu yang dia terima itu merasakan hal-hal yang tidak enak dengan rokok mereka. Mereka merasakan batuk, pilek, dan flu. Pokoknya, mereka kurang enak dengan rokok yang mereka hisap. Kemudian, setelah itu, pada tahun 1988, ketika dia berencana akan berpergian ke luar negeri lagi, barulah dia mempunyai ide untuk melaksanakan apa yang dia cita-citakan.
Dia berusaha mengirimkan beberapa kolega-koleganya, tepatnya ke Bangkok, Thailand, termasuk gubernur Jawa Timur waktu itu, Soelarso, untuk mempelajari cara-cara produksi rokok rendah tar dan rendah nikotin atau LTLN yang berdiameter 7.5mm. Waktu itu, ada banyak merek rokok LTLN, tetapi tidak ada di Indonesia, dan mereknya pun bukan merek rokok kretek. Tetapi, ia bersikukuh dengan pilihannya : "tetap LTLN dan harus kretek", karena di Indonesia sama sekali tidak ada. Sampai-sampai sempat ada selentingan dari Pak Gubernur Jawa Timur waktu itu, Pak Soelarso : "Aneh Putera iki, rokok kretek kok ukuranne cilek".
Kathleen Chow Liem.
Di masa-masa awal A Mild diluncurkan, dua sampai tiga hari penjualan hanya begitu-begitu saja, bahkan kadang-kadang menurun, kadang-kadang juga meningkat. Sehingga, Putera Sampoerna meningkatkan harga A Mild dengan perhitungan biaya per batang sebesar Rp 50, perhitungan biaya per batang paling kecil untuk kelompok rokok segmen harga kelas atas saat itu. Setelah disetujui, penjualan A Mild bukannya menurun, malahan naik. Dan melalui hal itu, merupakan akar dari pertumbuhan A Mild sampai sedemikian besar seperti saat ini.
Perjalanannya dari tahun 1988 mulai produksi. Kami mulai berjualan pada tahun 1988. Setelah berjalan dua sampai tiga hari, penjualan ya segitu-segitu aja ya, malahan kadang-kadang merosot, kadang-kadang naik, gitu. Sehingga pada akhirnya, setelah lima hari, setiap hari, kami harus selalu minta uang ke Pak Putera terus untuk biaya operasional. Akhirnya, pak Putera mengultimatum kita, dan beliau mengatakan : "Saya sudah tidak sanggup lagi membiayai kalian. Kalau kita memang masih rugi terus", istilahnya pada waktu itu : "Kalau memang kita masih tekor terus tiap hari". "Terpaksa kita tutup".
Sukurlah, keputusan Pak Putera itu bukan keputusan akhir. Kalau itu keputusan akhir, ya udah, bangkrut. Percuma kami membangun merek yang belum apa-apa bangkrut, membangun merek lagi, bangkrut lagi, berarti habis-habisin uang. Mumpung keputusan Pak Putera belum keputusan akhir, kita masih banyak waktu untuk berpikir mencari jalan keluar. Karena, setiap kali kami mencari jalan keluar memang nggak ada jalan keluar, gitu lho. Karena, pasar tidak bisa menerima.
Dalam rapat-rapat tersebut, akhirnya tercetuslah suatu pertanyaan dari saya : "Bagaimana kalau kita naikkan harganya secara ekstrim, supaya bisa diterma oleh masyarakat".
Saya tanya ke bagian penjualan "Kalau misalkan kita naikkan harga A Mild ini secara ekstrim, bagaimana dampaknya terhadap penjualan?". Maka, keluarlah perhitungan biaya per batang sebesar Rp 50, perhitungan biaya per batang yang paling kecil untuk kelompok rokok segmen harga kelas atas pada masa itu. Maka, kami putuskan bersama pada waktu itu : "Baiklah, kita putuskan, naikkan harga!".
Ternyata penjualan bukannya turun, tapi malahan naik.[3]
Dan dari situlah, pada akhirnya, titik balik itu merupakan akar daripada pertumbuhan A Mild sampai sedemikian besar seperti sekarang.
Yos Adiguna Ginting.
Mansion
Pada awal 2006, dikabarkan bahwa Putera, yang dikenal menggemari judi, telah menjadi pemilik perusahaan judi raksasa yang bermarkas di Gibraltar, Mansion. Pada saat yang sama, Mansion dilaporkan akan menggantikan Vodafone sebagai sponsor klub sepak bola Manchester United selama empat tahun dalam kontrak senilai 60 juta poundsterling, namun kontrak tersebut kemudian dibatalkan. Kemudian beralih menjadi sponsor klub sepak bola Liga Inggris lainnya Totenham Hotspur sejak musim 2006-2007. Selain itu, Putera Sampoerna juga membeli kasino Les Ambassadeurs di London dengan harga 120 juta poundsterling.
Penghargaan
- Peace Through Commerce Medal Award 2011 dari Administrasi Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan Amerika Serikat [4]
Sumber
- (Indonesia) http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg00174.html
- (Inggris) Hayes, Cliff, £60M United Poker Deal, News of the World, 2 April 2006
- (Indonesia) http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/biografi-putera-sampoerna-pemilik-pt.html
Lihat juga
Pranala luar
- (Indonesia) www.sampoernafoundation.org
- www.puterasampoerna.com
- (Indonesia) "Pendiri PSF" Bio Putera Sampoerna di Ensiklopedi Tokoh Indonesia
- (Indonesia) Putra Sampoerna pada situs Tokoh-Indonesia.com
- Website Sampoerna Strategic
Referensi
- ^ Artikel: "Ini dia 40 orang terkaya Indonesia" di detik.com
- ^ Artikel:"Pemerintah AS Beri Putera Sampoerna Penghargaan" di republika.co.id
- ^ "Produsen rokok kretek, HOS (House Of Sampoerna), naikkan produksi A Mild 2x lipat, investasi lagi Rp 40 miliar". Bisnis Indonesia, 1991
- ^ Artikel:"Pemerintah AS Beri Putera Sampoerna Penghargaan" di republika.co.id