Pesta Baratan
Pesta Baratan adalah alah satu tradisi karnaval masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat[1]. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab, yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan. Tradisi Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau 15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.
Dua versi cerita yang mendasari tradisi Baratan
- Cerita versi pertama
Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian Sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang. Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnta Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan, maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.
- Cerita versi kedua
Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pilang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan berupa obor.
Susunan formasi arak-arakan
Formasi lama
Pada Barisan arak-arakan Pesta Baratan[2] Barisan pertama adalah sebagai Sapu Jagad, baris kedua sebagai Pengawal Ratu Kalinyamat, baris ketiga sebagai Ratu Kalinyamat, baris keempat sebagai Santri pengikut Sultan Hadliri yang bersyalawat, baris kelima sebagai Pengiring pembawa lampion.
Formasi baru
Agar lebih menarik maka Pemerintah Kabupaten Jepara mengembangkan arak-arakan ini dengan formasi baru, yaitu:
- Barisan Awal = Barongan Dencong, Barong Gondorio, Reog Ponorogo, Barong Bali, Bebegig Sumantri, Barongan Singo Karya, Barongan Gembong Kamijoyo, Singo Ulung, Barong Loreng Gonteng, Barongsai, Naga Leong. Semua Barongan tersebut di tampilkan dipaling pertama untuk melambangkan perwujudan setan yang diusir Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin karena umat muslim hendak melaksanakan Puasa Ramadhan.
- Baris Pertama = sebagai Sapu Jagad
- Baris Kedua = sebagai Prajurit membawa Lampion Tradisional zaman dulu atau Impes
- Barisan Ketiga = sebagai Prajurit Pria Senjata Pedang
- Baris Keempat = sebagai Prajurit Pria Senjata Tombak
- Barisan Kelima = sebagai Prajurit Pria Senjata Gada
- Barisan Keenam = sebagai Prajurit Wanita Senjata Panah
- Barisan Ketujuh = sebagai Dayang-Dayang dan Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin
- Barisan Kedelapan = sebagai Santri pengikut Sultan Hadlirin (memakai baju putih-putih lengkap dengan sorban)
- Barisan Kesembilan = Peserta membawa Lampion dan meneriakan yel-yel tong-tong-jik..Tong-tong-jik.. tong-tong-jik.
- Barisan Kesepuluh = Ibu-Ibu Berkebaya membawa Puli yang berbentuk unik, setelah Puli dinilai siapa pemenang kreasi terunik dan terlezat pada pulinya, Kemudian Puli diberi do'a di Kantor Kecamatan Kalinyamatan oleh Kiyai, setelah itu Puli dibagi-bagikan kemasyarakat.
Rekor
Event ini pernah dikemas menjadi salah satu peristiwa yang tercatat dalam buku MURI (Museum Rekor Indonesia) yaitu pawai membawa lampion dengan peserta terbanyak yang terjadi di daerah Kalinyamatan beberapa waktu yang lalu. Memang lampion yang terbuat dari kertas berwarna warni dengan lilin dan lampu batere menjadi ciri khas dari keramaian dari Baratan ini . Oleh karena itu jika musim baratan tiba diseputaran Kalinyamatan yang berpusat di sekitar pertigaan Purwogondo banyak pedagang lampion tahunan yang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan dan membuat keramaian tersendiri pada daerah ini. Selain lampion seiring dengan perkembangan jaman , bentuk bentuk unik lainnya seperti mobil-mobilan, ayam-ayaman dan banyak lagi bentuk lainnya juga meramaikan even baratan ini.
Teatrikal
Setelah makan nasi puli, masyarakat di desa Kriyan dan beberapa desa di sekitarnya (Margoyoso, Purwogondo, dan Robayan) turun dari masjid / mushalla untuk melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat, selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak. Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : tong tong ji’ tong jeder, pak kaji nabuh jeder, dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.