Sariamin Ismail

seorang seniman Indonesia yang terkenal sebagai pelukis dan pengarang cerita anak-anak

Sariamin Ismail (31 Juli 1909 – 15 Desember 1995)[1] adalah pengarang perempuan pertama Indonesia. Ia sering memakai nama samaran Selasih dan Seleguri, atau gabungan dari kedua nama samaran tersebut, Selasih Seleguri. Novel pertamanya berjudul Kalau tak Untung diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1934. Aktif menulis di beberapa surat kabar termasuk Pujangga Baru, Panji Pustaka, Asyara, Sunting Melayu, dan Bintang Hindia, ia pernah menjadi editor untuk surat kabar Suara Kaum Ibu di Padang Panjang pada tahun 1934. Selain itu, ia sempat menjadi anggota parlemen daerah untuk provinsi Riau setelah terpilih pada tahun 1947.

Sariamin Ismail
Sariamin Ismail
Sariamin Ismail
Nama pena"Selasih", "Seleguri" atau "Selasih Seleguri"
PekerjaanGuru
Kebangsaan Indonesia
Kewarganegaraan Indonesia
Aliran sastraPujangga Baru
Karya terkenalKalau tak Untung
PasanganIsmail
AnakSuryahati Ismail, Tini Hadad

Kehidupan awal

Sariamin lahir dengan nama Basariah pada tanggal 31 Juli 1909 di Talu, Pasaman Barat.[1] Beliau menempuh sekolah dasar di tempat beliau tinggal. Pada usia sepuluh tahun, beliau mulai menulis syair dan bentuk-bentuk puisi lain. Setelah lulus pada tahun 1921, beliau masuk ke sekolah guru khusus perempuan di Padang Panjang, dan pada usia enam belas tahun beliau telah menulis di beberapa surat kabar lokal seperti Pandji Poestaka. Beliau menjadi guru setelah menamatkan pendidikan di sekolah guru pada tahun 1925;[2][3] bekerja pertama kali di Bengkulu kemudian pindah ke Bukittinggi.[1] Beliau kembali ke Padang Panjang pada tahun 1930 dan pada tahun 1939 mulai mengajar di Aceh, lalu dikirim ke Kuantan, Riau, pada tahun 1941.[3]

Sambil mengajar, beliau juga aktif menulis untuk menambah penghasilan sehari-hari,[4] dengan menggunakan beberapa nama samaran untuk mencegah kemungkinan ditangkap oleh pihak yang berwenang akibat tulisan-tulisannya tersebut. Beliau akhirnya lebih dikenal dengan nama Selasih, nama yang digunakan dalam novel pertama beliau. Namun beliau terkadang juga menggunakan nama samaran lain yaitu Seleguri, Sri Gunung, Sri Tanjung, Ibu Sejati, Bundo Kanduang, dan Mande Rubiah.[5] Di pertengahan tahun 1930an Sariamin menulis untuk majalah sastra Poedjangga Baroe.[6] Beliau menerbitkan novel pertamanya, Kalau Tak Untung pada tahun 1933, yang menjadikan beliau penulis novel wanita pertama dalam sejarah Indonesia.[5] Diterbitkan oleh Balai Pustaka milik pemerintah, konon inspirasi novel ini adalah beberapa kejadian nyata dalam hidup beliau yaitu tunangan beliau yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecil beliau yang saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu. Beliau lalu menerbitkan novel lagi, Karena Keadaan, di tahun 1937.[5][7]

Antara tahun 1928 dan 1930, Sariamin menjadi ketua perkumpulan pemuda Islam, Jong Islamieten Bond, untuk wilayah Bukittinggi. [1] Menjelang akhir tahun 1930an beliau telah menjadi wartawan penulis yang cukup vokal di majalah wanita yang juga dikelola sepenuhnya oleh wanita, Soeara Kaoem Iboe Soematra dengan nama samaran Seleguri, yang mengutuk poligami dan menekankan pentingnya hubungan dalam keluarga inti.[8] Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, Sariamin menghabiskan dua tahun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wilayah Riau.[3]

Sariamin tetap menulis dan mengajar di Riau hingga tahun 1968. Sebelum tahun 1986 beliau telah menelurkan 3 buah karya puisi antologi dan sebuah cerita anak-anak.[3] Beliau menulis novel terakhir beliau, Kembali ke Pangkuan Ayah di tahun 1986.[5] Sebelum wafat di tahun 1995 Sariamin telah menerbitkan dua lagi karya puisi antologi [1] dan sebuah film dokumenter tentang kisah kehidupan beliau.[8]

Tema

Kritikus sastra Indonesia Zuber Usman menulis bahwa, tidak seperti karya kontemporer lainnya, karya-karya awal Sariamin, Kalau Tak Untung dan Pengaruh Keadaan tidak berbenturan dengan konflik antar generasi atau membentur nilai-nilai adat dan modern.[2] Ia menemukan bahwa novel-novelnya lebih difokuskan mengenai kisah kasih tak sampai akibat keadaan sekitar misalnya adat dan agama, yang bertemu di masa kecil, jatuh cinta, namun tidak pernah berhasil bersatu. Ia mencatat bahwa, berlawanan dengan novel-novel awal lainnya seperti Sitti Nurbaya (1923) oleh Marah Rusli, karya Sariamin tidak berfokus pada anak dari keluarga kaya. Kalau Tak Untung menyorot seorang anak dari keluarga miskin di pedesaan, sementara Karena Keadaan menggambarkan seorang anak tiri jatuh cinta dengan gurunya.[9]

Kritikus sosial Bakri Siregar tidak setuju dengan penilaian Usman, ia menyebut karya Sariamin sebagai sesuatu yang menolak tradisi. Ia mencatat bahwa novel-novelnya menggambarkan sebuah perkawinan bahagia yang didasari cinta, ketimbang yang diatur oleh orang tua dan dikangkangi oleh tradisi.[10]

Ahli literatur Indonesia asal Belanda A. Teeuw menganggap watak laki-laki di karya-karya Sariamin sebagai seorang laki-laki lemah yang menyerah pada nasib. Ia membandingkan Karena Keadaan dan dongeng Barat "Cinderella", menyatakan bahwa watak utama di kedua cerita memilih mengorbankan dirinya tetapi mendapat ganjaran yang setimpal pada akhirnya.[4] Penulis Juliette Koning mengklasifikasikanKalau Tak Untung sebagai bagian dari "serangkaian karya yang mewakili pendapat-pendapat dari wanita-wanita asli yang terpelajarn" bersama Kehilangan Mestika (Hamidah, 1935) dan karya Soewarsih Djojopuspito, Manusia Bebas (Free People; diterbitkan dalam bahasa Belanda pada 1940).[11]

Karya

  • Kalau Tak Untung (1933)
  • Pengaruh Keadaan (1937)
  • Puisi Baru (1946; antologi puisi)
  • Rangkaian Sastra (1952)
  • Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979; antologi puisi)
  • Panca Juara (1981)
  • Nakhoda Lancang (1982)
  • Cerita Kak Murai, Kembali ke Pangkuan Ayah (1986)
  • Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia (1990)

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e f Rampan 2000, hlm. 419–420.
  2. ^ a b Usman 1959, hlm. 111.
  3. ^ a b c d TIM, Selasih.
  4. ^ a b Teeuw 1980, hlm. 102.
  5. ^ a b c d Mahayana, Sofyan & Dian 1995, hlm. 37–38.
  6. ^ Siregar 1964, hlm. 81.
  7. ^ Koning 2000, hlm. 57.
  8. ^ a b Koning 2000, hlm. 53.
  9. ^ Usman 1959, hlm. 112.
  10. ^ Siregar 1964, hlm. 40–41.
  11. ^ Koning 2000, hlm. 56.

Referensi

Bacaan lanjut

  • Asmuni, Marleily (1983). H. Sariamin Ismail (Selasih/Selaguri): Hasil Karya dan Pengabdiannya (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Department of Education and Culture. OCLC 21068926. 

Pranala luar