Sangiran
7°27′23″S 110°50′6″E / 7.45639°S 110.83500°E
Situs Warisan Dunia UNESCO | |
---|---|
Berkas:Museum-sangiran-welcome.jpg | |
Kriteria | Budaya: iii, vi |
Nomor identifikasi | 593 |
Pengukuhan | 1996 (ke-20) |
Situs Kepurbakalaan Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Tempat ini merupakan lokasi penemuan beberapa fosil manusia purba, sehingga sangat penting dalam sejarah perkembangan manusia dunia.
Area ini memiliki luas kurang lebih 48 km² dan sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 17 kilometer sebelah utara Kota Surakarta, di lembah Bengawan Solo dan di kaki Gunung Lawu. Ada sebagian yang merupakan bagian dari Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo).
Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya dan ada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Sejarah eksplorasi
Sejak tahun 1934, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa") oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40 km timur Sangiran.
Dengan dibantu oleh Toto Marsono, lurah Desa Krikilan saat itu, setiap hari penduduk diperintahkan untuk mencari balung buta. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus atau hominid lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus, telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya.
Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang (Vertebrata), seperti buaya (kelompok gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (kuda nil), berbagai rusa, harimau purba, dan gajah purba (stegodon dan gajah moderen).
Penggalian oleh tim von Koenigswald berakhir 1941. Koleksi-koleksinya sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, Franz Weidenreich.
Museum Purbakala Sangiran
Di Museum Purbakala Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar dua juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak (hominid) yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat dipamerkan fosil berbagai hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, serta alat-alat batu.
Geologi kawasan
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan pada masa lampau. Sangiran mencakup beberapa lapisan tanah/formasi tanah. Yang tertua adalah formasi "kalibeng" formasi ini diperkirakan berumur 3 juta - 1,8 juta tahun yang lalu. Pada formasi ini terdiri atas 4 lapisan yaitu lapisan bawah merupakan endapan laut dalam dengan ketebalan lapisan ini 107 meter
Rujukan
- Sulistyanto, B. 2011. Warisan Dunia Situs Sangiran, Persepsi Menurut Penduduk Sangiran. Sari dari Disertasi.
- Yojanto E. (editor). 2013. Sangiran, Bumi Manusia Jawa yang Tandus. Kompas daring. Edisi Sabtu, 16 Maret 2013.
Lihat pula
- Situs antropologi & arkeologi Trinil