Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan

desa di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat


Desa Dukuhbadag adalah sebuah Desa yang berada di wilayah kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan.

Berkas:Desa Dukuhbadag.jpg
Balai DESA DUKUHBADAG
Dukuhbadag
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenKuningan
KecamatanCibingbin
Kode Kemendagri32.08.05.2006 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 7°1′37.52″S 108°45′48.20″E / 7.0270889°S 108.7633889°E / -7.0270889; 108.7633889

SEJARAH

AWAL BERDIRINYA DESA DUKUHBADAG

Dahulu kala pada waktu masa Kerajaan Mataram, disuatu tempat atau wilayah ada sebuah Padepokan yang penduduknya hanya beberapa penghuni saja. Di padepokan tersebut kehidupan masyarakatnya di pimpin oleh 2 (dua) tokoh saudara, yaiu :

1.Ki Buyut Wisa Merta

2.Ki Buyut Merta Wisa

Dua orang tokoh tersebut merupkan Pengembara yang berasal dari daerah Gunung Puteran (sekarang Capar). Padepokan artinya sebuah tempat yang dihuni manusia dengan segala kegiatannya. Sekarang tempat itu disebut Depok berada di sebelah barat Desa Dukuhbadag


Pada waktu itu wilayah Depok merupakan wilayah kurang subur dan selalu terkikis oleh aliran sungai/kali Cikaro, sehingga Padepokan mengalami pergeseran tempat, semakin ke utara, dan oleh sebab sering bergeser maka tempat tersebut sekarang dinamakan blok Keser.

Setelah dua tokoh sebagai pimpinan Padepokan yaitu Buyut Wisa Merta dan Buyut Merta Wisa meninggal kelompok masyarakat tersebut pindah ke sebuah lokasi yaitu bernama Golampit atau sering disebut Dukuh Turi (karena banyak pohon Turi). Di wilayah inilah pertumbuhan penduduk makin bertambah, dengan banyak pendatang dari daerah Pantura (Pantai Utara) yang konon kabarnya di daerah asalnya situasi keamanan sangat gawat. Sehubungan dengan pertambahan jumlah penduduk, pelebaran wilayah mulai merambah ke tempat yang lebih rata dan dianggap cukup sehat sehingga membentuk suatu perkampungan dengan nama CISAHAAT dan penyebutannya lama kelamaan berubah menjadi CISAAT, hal ini dikaitkan dengan aliran sungai Cikaro yang mengalir ke daerah tersebut yang setiap musim kemarau Sungai Cikaro benar-benar kering atau saat. Setelah membentuk perkampungan dengan jumlah warga makin bertambah diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin kampung Cisaat yang bernama MAYA KERTI.

Seiring dengan pertumbuhan kampung Cisaat, pada waktu itu terjadi pembagian daerah perbatasan yang dilakukan oleh Kerajaan Gebang yang ratunya bernama Ratu Aria Sutajaya Upas.

Kampung Cisaat merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Gebang, kemudian diangkatlah Maya Kerti sebagai Ngabeui, yaitu jabatan setaraf Kuwu yang mempunyai kewajiban menyetor upeti setiap tahun.

Selang beberapa tahun kemudian Maya Kerti jatuh sakit dan penyakitnya cukup berat yang berakibat tubuhnya cacat sehingga Maya Kerti merubah namanya menjadi Maya Taruna (Bapak Maya yang penuh cacat). Dalam rangka menjalankan kewajibannya untuk memberikan upeti ke Ratu Gebang, Maya Kerti yang berubah nama menjadi Maya Taruna melaksanakannya secara langsung dikarenakan tidak boleh diwakilkan kepada orang lain. Sehingga ketika menghadap Ratu Gebang, Maya Kerti berangkat dengan menggunakan Tandu. Dari kejadian inilah Buyut Maya Kerti dijuluki oleh Gusti Sinuhun Aria Sutajaya Upas dengan julukan Ngabeui Tandu Maya, yang pengucapannya lama kelamaan berubah menjadi Tanu Maya (tercatat dalam sejarah sebgai Ngabeui Pertama Desa Dukuhbadag).

Perkembangan jumlah penduduk semakin bertambah dan penambahan perkampungan terjadi, apalagi dengan datangnya pendatang baru dari daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sebutan Buyut Jawa. Datang bersama rombongan Nini Gendel (sebutan karena rambutnya gendel/gimbal) dan tinggal membentuk perkampungan baru yang bernama kampung Maja (sampai sekarang tempat tersebut tidak berganti nama). Penambahan kampung berikutnya terjadi dengan adanya seorang pertapa terkenal bernama Aki Dukuh. Bersama pengikutnya ia membuat pondoknya disebelah utara Kiara Padung dan membuat perkampungan dengan nama Kampung Karangsari (sampai sekarangpun nama kampung tersebut tidak pernah berubah).

Proses kegiatan kehidupan masyarakat berjalan dengan baik sehingga perambahan demi perambahan dalam memperluas perkampungan kerap terjadi. Disebelah utara perkampungan Karangsari ada suatu pelataran yang cukup resik dan luas hal ini diakibatkan oleh endapan lumpur dan bebatuan yang terbawa arus sungai Cijangkelok. Hal tersebut membawa dampak dan daya tarik tersendiri bagi warga perkampungan untuk pindah dan menetap pada areal baru itu tersebut.

Diceritakan setelah perkampungan baru terbentuk, ada seorang petani tembakau yang cukup berhasil dan terkenal akan rasa dan aroma tembakaunya. Ada keunikan dalam mengolah hasil panennya, yaitu dalam memotong daun tembakau yang sudah dipanen. Beliau memakai cara dipotong/diiris besar-besar (badag-badag), tidak seperti lazimnya petani yang lain memotong/mengiris dengan cara lembut atau tipis-tipis.

Saking terkenalnya orang tersebut maka irisan daun tembakau yang besar-besar membawa perkampungan tersebut dengan julukan Dukuhbadag.

Pertumbuhan penduduk sangat cepat mengalami penambahan dan perkampungan baru yang disebut Dukuhbadag sangat nyaman dan strategis sehingga timbul kesepakatan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari kampung Cisaat ke kampung Dukuhbadag. Setelah Dukuhbadag menjadi pusat pemerintahan dikala itu, maka atas restu sinuhun Ratu Gebang diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin yaitu Ngabeui Brajadigiri.

SENI DAN BUDAYA

1.SINTREN