Kabupaten Banyuwangi

kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia


untuk artikel mengenai wilayah perkotaan Banyuwangi. Lihat Kota Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi
Daerah tingkat II
Julukan: 
Kota Banteng, Kota Pisang
Motto: 
Satya Bhakti Praja Mukti (Setia pada bakti untuk masyarakat makmur)
Peta
Peta
Kabupaten Banyuwangi di Jawa
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi
Peta
Kabupaten Banyuwangi di Indonesia
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi (Indonesia)
Koordinat: 8°13′07″S 114°22′01″E / 8.2186111111111°S 114.36694444444°E / -8.2186111111111; 114.36694444444
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
Tanggal berdiri18 Desember 1771
Dasar hukum-
Ibu kotaBanyuwangi
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 24
  • Kelurahan: -
Pemerintahan
 • BupatiDR. Abdullah Azwar Anas
Luas
 • Total5.782,50 km2 (223,260 sq mi)
Populasi
 ((2012))
 • Total2.100.000
 • Kepadatan266/km2 (690/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam, Hindu, Khatolik dan Agama lainya
 • BahasaIndonesia, Osing, Jawa
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3510 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0333
Kode Kemendagri35.10 Edit nilai pada Wikidata
DAURp. 1.154.495.171.000.-
Flora resmiBambu Manggong
Fauna resmiBanteng Jawa
Situs webwww.banyuwangikab.go.id

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.

Geografi

Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa. Luasnya 5.782,50 km^2.[1] Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m) terdapat Kawah Ijen, keduanya adalah gunung api aktif.[butuh rujukan]

Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.

Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.

Administratif

Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari:

  1. Pesanggaran
  2. Siliragung
  3. Bangorejo
  4. Purwoharjo
  5. Tegaldlimo
  6. Muncar
  7. Cluring
  8. Gambiran
  9. Tegalsari
  10. Glenmore
  11. Kalibaru
  12. Genteng
  13. Srono
  14. Rogojampi
  15. Kabat
  16. Singojuruh
  17. Sempu
  18. Songgon
  19. Glagah
  20. Licin
  21. Banyuwangi
  22. Giri
  23. Kalipuro
  24. Wongsorejo

Perkotaan Banyuwangi meliputi Kecamatan:

  • Banyuwangi
  • Giri
  • Glagah
  • Kalipuro
  • Kabat.

Selain itu terdapat daerah di Kabupaten Banyuwangi yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi adalah

  • Genteng (Kec. Genteng) Pusat Perdagangan
  • Rogojampi (Kec. Rogojampi) Pusat Agronomi
  • Muncar (Kec.Muncar) Pusat Industri Perikanan

Transportasi

Berkas:Pendopo banyuwangi.jpg
Pendopo Kabupaten Banyuwangi

Ibukota Kabupaten Banyuwangi berjarak 239 km sebelah timur Surabaya. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura serta titik paling timur jalur kereta api Pulau Jawa yaitu Stasiun Banyuwangi Baru.[2]

Pelabuhan Ketapang terletak di kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal ferry, LCM, roro dan tongkang.[butuh rujukan]

Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang dari Anyer hingga pelabuhan Panarukan dan melewati kabupaten Situbondo. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Probolinggo melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember di kedua jalur tersebut tersedia bus eksekutif (pattas) maupun ekonomi.

Terdapat pula moda transportasi darat lainnya, yaitu jalur kereta api Surabaya - Pasuruan - Probolinggo - Jember dan berakhir di Banyuwangi. Stasiun Banyuwangi Baru terletak di Kota Banyuwangi tidak jauh dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang. Stasiun Kereta Api yang cukup besar di Banyuwangi adalah Stasiun Banyuwangi Baru, Karang Asem (Kota Banyuwangi), Rogojampi, Kalistail (Kec. Sempu), dan Kalibaru. Selain itu ada juga stasiun yang lebih kecil seperti Singojuruh, Temuguruh, Glenmore dan Halte Krikilan.

Untuk transportasi wilayah perkotaan terdapat moda angkutan mikrolet, taksi Using Transport serta colt yang melayani transportasi antar kecamatan dan minibus yang melayani trayek Banyuwangi dengan kota-kota kabupaten di sekitarnya.

Bandar Udara Blimbingsari di kecamatan Rogojampi dalam pembangunannya sempat tersendat akibat kasus pembebasan lahan, dan memakan korban 2 bupati yang menjabat dalam masa pembangunannya yaitu Bupati Samsul Hadi dan Bupati Ratna Ani Lestari. Dan pada tanggal 28 Desember 2010, Bandar Udara Blimbingsari telah dibuka untuk penerbangan komersial Banyuwangi (BWW) - Denpasar (DPS) - Banyuwangi (BWW) dan Banyuwangi (BWW) - Surabaya (SUB) - Banyuwangi (SUB), per tanggal 24 Agustus 2011 Maskapai Merpati Airlines membuka penerbangan dari Banyuwangi dengan tujuan Surabaya, Semarang, dan Bandung.[butuh rujukan]

Penduduk

Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Muncar, Wongsorejo, Bajulmati, Glenmore dan Kalibaru) dan Suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku Bali, Suku Mandar dan Suku Bugis. Suku Bali banyak mendiami desa - desa di kecamatan Rogojampi, bahkan di desa Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa Bali di Pulau Jawa. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua Bahasa Jawa. Kesenian asal Banyuwangi adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger dan seblang. Suku Osing Banyak mendiami di Kecamatan Rogojampi, Songgon, Kabat, Glagah, Giri, Kalipuro, Kota serta sebagian kecil di kecamatan lain.[butuh rujukan]

Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.

Sejarah

Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan hindu terakhir di pulau Jawa. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.[butuh rujukan]

VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.

Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.

Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang putra prabu hayam wuruk dari selir. Bagi masyarakat Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda Mataram yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan hindu Mengwi di Bali.

Julukan

Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan, diantaranya:

  • Kota Banteng

Kabupaten Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.

  • The Sunrise of Java

Julukan The Sunrise of Java di sandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang terkena pertama sinar matahari terbit di Kabupaten Banyuwangi.

  • Kota Pisang

Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi sangat dingenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.

Wisata

Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak objek wisata seperti

Seni budaya

Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa, Tionghoa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.[butuh rujukan]

Kesenian tradisional

Berkas:Penari gandrung.jpg
Penari Gandrung di depan Rumah Adat Osing Desa Kemiren

Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain :

Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.

Musik khas Banyuwangi

Berkas:Gamelan Banyuwangi.jpg
Gamelan Banyuwangi yang mengiringi Tari Gandrung

Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling. Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama.

Bupati

Sebelum kemerdekaan

  1. Temenggung Wiroguno I alias Mas Alit (1773-1782)
  2. Temenggung Wiroguno II alias Mas Talib (1782-1818)
  3. Temenggung Surenggrono (1818-1832)
  4. RT. Wiryo Adi Danuningrat (1832-1867)
  5. RT. Pringgokusumo (1867-1881)
  6. RT. Aryo Sugondo (1881-1888)
  7. RT. Astro Kusumo (1888-1889)
  8. RT. Surenggono (1889-1905)
  9. RT. Kusumonegoro (1905-1910)
  10. RT. Notodiningrat (1910-1920)
  11. R. Ahmad Noto Adi Suryo (1920-1930)
  12. R. Murtajab (1930-1935)
  13. R. Ahmad Prastika (1935-1942)
  14. R. Oesman Soemodinoto (1942-1947)

Setelah kemerdekaan

  1. R. Ahmad Kusumo Negoro (1947-1949)
  2. R. Moch. Sachrawisetio Abiwinoto (1949-1949)
  3. Sukarbi (1949-1950)
  4. R. Oesman Soemodinoto (1950-1955)
  5. Atmosapono (1950-1955)
  6. Soegito Noto Soegito (1955-1965)
  7. Moch. Yusuf (1955-1965)
  8. Soewarso Kanapi, S.H. (1965-1966)
  9. Djoko Supaat Slamet (1966-1978)
  10. Soesilo Suharto, S.H (1978-1983)
  11. S. Djoko Wasito (1983-1988)
  12. Harwin Wasisto (1988-1991)
  13. HT. Purnomo Sidik (1991-2001)
  14. Ir. Samsul Hadi (2001-2005)
  15. Ratna Ani Lestari, S.E., M.M (2005-2010)
  16. Abdullah Azwar Anas (2010-kini)

Daftar Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi negeri

Logo Nama Perguruan Tinggi Alamat
Berkas:Logo poliwangi.jpeg Politeknik Negeri Banyuwangi Labanasem

Perguruan tinggi swasta

Logo Nama Perguruan Tinggi Alamat
  Universitas PGRI Banyuwangi Kertosari
  Universitas Bhakti Indonesia Sarimulyo
Berkas:Logostikombwi.jpg Sekolah Tinggi Komunikasi PGRI Banyuwangi Tamanbaru

Daftar Sekolah Negeri

  SMA Negeri 1 Rogojampi Rogojampi

Referensi

  1. ^ Potensi Pariwisata dan Produk Unggulan Jawa Timur
  2. ^ Stasiun Banyuwangi