Goa Gajah
Riwayat Penemuan
Peninggalan purbakala goa gajah baru dikenal masyarakat luas pada tahun 1923 melalui laporan L.C. Heyting, seorang pejabat hindia-belanda di Singaraja. Dalam laporan itu disebutkan sebuah goa dengan dinding muka penuh pahatan. Dari keterangan foto-fotonya dapat pula diketahui di pelataran depan goa terdapat beberapa arca lepas yaitu: 6 tokoh arca wanita (arca pancuran), sebuah arca ganesa di dalam pelinggih disebelah barat mulut goa, dan pada dinding pintu masuk goa dijumpai tulisan singkat yang belum dapat dibaca pada waktu itu.
Pada tahun 1931 Conrat Spies menemukan pula peningalan yang cukup penting di komplek "tukad pangkung" berupa stupa bercabang tiga yang terpahat pada dinding batu yang telah runtuh tergeletak didasar tukad pangkung.
Peninggalan Arkeologi
Secara keseluruhan peninggalan arkeologi di situs Goa Gajah terdiri dari empat komplek yaitu; Goa beserta benda cagar budaya di dalamnya berupa Arca Ganesha, Trilangga, dan Fragmen Arca; peninggalan di depan goa berupa Arca Hariti, Arca Ganesha, Arca Raksasa, Fragmen Arca, dan fragmen bangunan; Pada Petirtaan; sedangkan pada lembah Tukad Pangkung terdapat relief Stupa bercabang tiga,
relief payung bersusun tigabelas, dan arca buddha.
Goa ini dipahatkan pada batu padas keras yang menjorok keluar sejauh 5,75 meter dari dinidng batu tersebut, berukuran tinggi 6,75 meter dan lebar 8,6 meter. Permukaan goa berhiaskan motif daun daunan, batu karang, raksaasa, kera, dan babi.
Ditengah tengan relief tersebut terdapat relief mulut goa dengan ukuran lebar 1 meter dan tinggi 2 meter.
Di ambang mulut goa terdapat pahatan muka raksasa yang menyeramkan dengan mata bulat besar melirik kearah kanan, rambut dan alis tampak kasar, hidung besar, bibir atas dengan sederetan gigi tepat berada diatas lubang goa. Pada dinding timur goa terdapat dua baris tulisan berbunyi 'Kumon' dan baris bawah 'Sahy(w)angsa' menilik bentuk hurufnya berasal dari abad ke 11.
Setelah memasuki goa terdapat lowongan bercabang dua, satu ke timur dan satu ke barat sehingga denah menyerupai huruf 't'.
Lorong yang membentang dari timur-barat itu berukuran panjang 13.5 meter, lebar 2.75 meter dan tinggi 2 meter.
Pada dinding utara dari lorong yang melintang kearah barat terdapat 7 buah ceruk, salah satu dari 7 buah ceruk itu berhadapan degnan jalah masuk goa dan merupakan ceruk yang terbesar dengan ukuran tinggi 1,26 meter, kedalaman 1,35 meter, terletak 0.7 meter dari permukaan tanah. Di dalamnya terdapat fragmen arca raksasa dan fragmen arca siwa. Pada kedua ujung lorong yang melintang ke arah timur-barat juga terdapat ceruk. Ceruk di ujung timur terdapat trilingga dan ceruk di ujung barat terdapat arca Ganesha.
Fungsi
Dari data yang ada di lapangan dapat dikemukakan situs Goa Gajah merupakan tempat suci sebagai pusat kegiatan agama Hindu dan Buddha pada masa pemerintahan Dinasti Warnadewa dari abad X-XIV masehi (400 tahun). Status situs Goa Gajah sekarang merupakan living monument berfungsi sebagai tempat kegiatan keagamaan (Pura) dan masyarakat menyebutnya sebagai Pura Goa.
Berdasarkan atas temuan data arkeologi yang ada di situs Goa Gajah dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
- Dari beberapa prasasti yang telah dikemukakan di Bali tidak satupun yang menyebutkan secara langsung nama Goa Gajah, namun Prasasti Songan Tambahan yang dikeluarkan oleh Raja Marakata berangka tahun 1022 masehi dan Prasasti Cempaga yang dikeluarkan oleh Raja Sri Mahaguru berangka tahun 1324 masehi keduanya menyebutkan nama Er Gajah. Kemudian Prasasti Dawan tahun 1053 masehi dan Prasasti Pandak Badung tahun 1071 masehi menyebutkan tempat suci Antakunjarapadda (Kunjara = gajah). Sedangkan dalam kitab Negarakertagama tahun 1365 masehi tercantum nama Badahulu dan Lwa Gajah yaitu dua tempat di Bali yang termasuk dalam daftar daerah yang dikuasai oleh Kerajaan Majapahit.