Kejawen

salah satu kepercayaan di dunia

Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa hakikatnya adalah filsafat dimana keberadaanya ada sejak Orang Jawa (Bahasa Jawa : Wong Jawa ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ, Bahasa Jawa Krama : Tiyang Jawi ꦠꦾꦁꦗꦮꦶ) itu ada, itu dapat dilihat dari ajarannya yang universal selalu melekat berdampingan dengan agama yang di anut pada zamannya, hal ini dapat dilihat dari kitab-kitab dan naskah kuna yang tidak menegaskan sebagai sebuah agama walaupun memiliki laku, kejawen tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut dikarenakan filsafat kejawen berdasarkan ajaran agama yang dianut oleh Filsuf Jawa.

Berkas:Penganut kejawen.jpg
Penganut salah satu aliran kejawen tengah beribadah di Candi Ceto.

Etimologi

 
Seorang petapa Jawa sedang bersamadhi di bawah pohon beringin di era Hindia Belanda 1916.

Kata “Kejawen” berasal dari kata Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala yg berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan). Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia), Kejawen sebagai agama itu dikembangkan oleh pemeluk Agama Kapitayan jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan Kejawen sebagai agama dimana semua agama yang di anut oleh orang jawa memiliki sifat-sifat kejawaan yang kental.

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, laku olah sepiritualis kejawen yang utama adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.

Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. simbol-simbol itu menampakan kewingitan (wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Hari-hari penting

Sultan Agung Mataram dianggap sebagai filsuf peletak pondasi Kejawen Muslim yang kemudian sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling nampak adalah penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran - Pernikahan - Mangkat" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan "bin"/ "binti" nama orang tua dibelakang nama kelahiran). Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai Kalender Jawa yang memiliki Primbon sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya. Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen :

  1. Tahun Baru 1 Sura
  2. Sepasaran (upacara kelahiran) dan Aqiqah bagi muslim.
  3. Pernikahan dengan segala upacaranya.
  4. Mangkat, 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari, 1000 Hari, 3000 Hari.
  5. Megeng Pertama Tanggal 28 dan 29 Bulan Ruwah (Bulan Arwah) Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu.
  6. Megeng Kedua Tanggal 29 dan 30 Bulan Pasa Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa.
  7. Hari Raya Kupat Tanggal 3, 4 dan 5 Bulan Sawal (Bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah).
  8. Puasa Hari Kelahiran (berpuasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan jawa)

Karena filsafat kejawen juga beragama, hari besar agama juga merupakan hari penting kejawen. Berikut ini adalah beberapa hari penting tambahan untuk kejawen muslim :

  1. Muludan (Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, S.A.W.)
  2. Sekaten (Syahadatain)
  3. Hari Raya Idul Fitri
  4. Hari Raya Idul Adha.
  5. Hari Raya Jum'at.
  6. Hari Senin dan Kamis (berpuasa pada hari senin dan kamis)

Kitab dan teks utama

Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang jawa yang "hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam karya tulis sebagai berikut :

  • Kakawin (Sastra Kuna) - merupakan kitab sastra metrum kuna (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno
  • Babad (Sejarah-Sejarah) - merupakan kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno serta Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Serat (Sastra Baru) - merupakan kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
  • Suluk (Jalan Sepiritual) - merupakan kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi "hanjawani" yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
  • Kidungan (Do'a-Do'a) - sekumpulan do'a-do'a atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya do'a lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Primbon (Ramalan-Ramalan) - berupa kitab untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Piwulang Kautaman (Ajaran Utama) - berupa kitab yang terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang "hanjawani", ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa

Naskah-naskah diatas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan), dan sebagainya.

Beberapa aliran kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar:

  • Padepokan Cakrakembang
  • Sumarah
  • Budi Dharma
  • Maneges

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon yang ingin mengembalikan agama Orang Jawa kembali ke Agama Budha yang dianggap sebagai agama asli menurut Sabdapalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar yang merupakan ajaran/Aliran Islam yang telah ditetapkan sesat oleh Wali Sanga.


Referensi