Kinoa
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Spesies:
C. quinoa
Nama binomial
Chenopodium quinoa

Kinoa atau quinoa (dari bahasa Spanyol) (Chenopodium quinoa Willd.) merupakan serealia semu yang menjadi makanan pokok bagi masyarakat Indian di Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Kinoa disebut serealia semu karena bijinya bukan dihasilkan dari tumbuhan suku padi-padian. Daunnya dapat dimakan pula, sebagaimana bayam biji. Biji kinoa sangat ideal sebagai sumber gizi karena mengandung karbohidrat dan protein asam amino esensial yang lebih tinggi, juga sejumlah kalsium, fosfor, dan besi.[1]

Tiga negara saat ini menjadi produsen utama kinoa: Peru, Ekuador, dan Bolivia. Biji kinoa juga semakin populer sebagai sumber karbohidrat alternatif dari budi daya organik.

Sejarah

 
Habitus kinoa.
 
Biji kinoa.

Kinoa diperkirakan pertama kali didomestikasi sekitar 3000 hingga 4000 tahun yang lalu, meski pemanfaatan kerabat liar kinoa oleh kaum penggembala telah berlangsung sejak 5,200 hingga 7,000 tahun yang lalu.[2] Tumbuhan ini populer lebih awal di Amerika Utara sebelum jagung.[3]

Deskripsi

 
Biji kinoa

Kinoa merupakan tumbuhan dikotiledon yang dapat mencapai tinggi 1 hingga 2 meter. Daunnya lebar dan batangnya berkayu, bercabang ataupun tidak tergantung varietas. Warna batangnya dapat berwarna hijau, merah, atau ungu. Tandan bunganya tumbuh di ujung atas batang atau di ketiak batang. Bunganya memiliki mahkota bunga sederhana, berkelamin ganda, dan membuahi sendiri.[4][5] Buah yang membungkus biji memiliki diameter 2 mm dan memiliki warna putih, merah, atau hitam tergantung varietasnya.[1]

Persebaran

Kinoa diyakini didomestikasi pertama kali di pegunungan Andes wilayah Peru dari populasi liar Chenopodium quinoa.[6] Varietas yang tidak didomestikasi, yaitu Chenopodium quinoa var. melanospermum tumbuh di sana, diyakini sebagai kerabat liar kinoa namun juga dimungkinkan bahwa varietas ini keturunan varietas yang pernah didomestikasi sebelumnya.[7]

Kadar saponin

 
Kinoa merah yang telah dimasak

Di alam, biji kinoa mengandung saponin yang memiliki rasa yang pahit. Rasa pahit ini menjadikan biji kinoa tahan terhadap hama burung sehingga tidak membutuhkan perlindungan khusus.[8] Kinoa yang telah dijual ke masyarakat telah diproses untuk menghilangkan kadar saponin ini.[9] Upaya untuk mengembangkan varietas yang memiliki kadar saponin rendah tidak mudah untuk dilakukan.[10]

Tingkat toksisitas dari saponin kinoa hanya mampu menyebabkan iritasi pada mata, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan yang ringan.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah; Di Amerika Selatan, saponin dari kinoa dimanfaatkan untuk deterjen dan antiseptik untuk luka pada kulit.[11] Ladar asam oksalat yang tinggi ditemukan di daun dan batang semua spesies dari genus Chenopodium, sama halnya seperti daun pada tumbuhan famili Polygonaceae dan Amaranthaceae[12] sehingga tidak disarankan untuk memakan daunnya terlalu sering.

Budi daya

Kebutuhan iklim

Kebutuhan iklim tiap varietas kinoa dapat bervariasi, namun secara umum tidak menyulitkan dan mampu bertahan di ketinggian. Kinoa ditanam di kawasan pantai di Chili hingga ketinggian 4000 meter di Pegunungan Andes dekat dengan ekuator, namun sebagian besar ditanam di ketinggian sekitar 2500 meter. Kinoa umumnya tumbuh secara optimal pada temperatur dingin-sejuk antara -4 oC hingga 35 oC. Beberapa dapat bertahan pada temperatur yang lebih rendah dari itu, namun temperatur beku biasanya mengganggu tanaman kinoa yang sedang berbunga dan menyebabkan pollen menjadi steril. Curah hujan antara 300 hingga 1000 mm optimal selama masa perkecambahan danpertumbuhan, dan kondisi kering dibutuhkan selama masa pembentukan biji hingga pemanenan.[4]

Referensi

  1. ^ a b J. G. Vaughn & C. A. Geissler (2009). The new Oxford book of food plants. Oxford University Press. 
  2. ^ Kolata, Alan L. (2009). "Quinoa" (PDF). Quinoa: Production, Consumption and Social Value in Historical Context. Department of Anthropology, The University of Chicago. 
  3. ^ Smith, Bruce 1999 "The Emergence of Agriculture", W H Freeman & Co., New York. ISBN 0-7167-6030-4}
  4. ^ a b Research Coun National Research Council (2005). The Lost Crops of the Incas: Little-Known Plants of the Andes with Promise for Worldwide Cultivation. 
  5. ^ Reinhard Lieberei, Christoph Reissdorff & Wolfgang Franke (2007). Nutzpflanzenkunde. Georg Thieme Verlag. 
  6. ^ Barbara Pickersgill (August 31, 2007). "Domestication of Plants in the Americas: Insights from Mendelian and Molecular Genetics". Annals of Botany. 100 (5): 925–40. doi:10.1093/aob/mcm193. PMC 2759216 . PMID 17766847. 
  7. ^ Charles B. Heiser Jr. and David C. Nelson (September 1974). "On the Origin of the Cultivated Chenopods (Chenopodium)". Genetics. 78 (1): 503–5. PMC 1213209 . PMID 4442716. 
  8. ^ "Quinoa". Alternative Field Crops Manual. University of Wisconsin Extension and University of Minnesota. January 20, 2000. 
  9. ^ "How To Cook Quinoa, Easy Quinoa Recipe". Savvy Vegetarian. Diakses tanggal 9 June 2012. 
  10. ^ Masterbroek, H.D.; Limburg, H.; Gilles, T.; Marvin, H. J. (2000). Occurrence of sapogenins in leaves and seeds of Quinoa (Chenopodium quinoa Willd). New York, NY.: Journal of the Science of Food and Agriculture. hlm. 152–156. doi:10.1002/(SICI)1097-0010(20000101)80:1<152::AID-JSFA503>3.0.CO;2-P. 
  11. ^ "Quinoa". Issues in New Crops and New Uses Proceedings of the sixth National Symposium Creating Markets for Economic Development of New Crops and New Uses, Duane L. Johnson and Sarah M. Ward, 1993. Quinoa. p. 219–221. In: J. Janick and J.E. Simon (eds.), New crops. Wiley, New York. the Center for New Crops & Plant Products, Purdue University. 1993. Diakses tanggal April 11, 1997. 
  12. ^ Siener, Roswitha; Honow, Ruth; Seidler, Ana; Voss, Susanne; Hesse, Albrecht (2006). Oxalate contents of species of the Polygonaceae, Amaranthaceae and Chenopodiaceae families. Food Chemistry, Volume 98 Issue 2. hlm. 220–224. doi:10.1016/j.foodchem.2005.05.059. ISSN 0308-8146.