Wayang Topeng
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP80Regenovia (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 20 April 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 29 Mei 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP80Regenovia (Kontrib • Log) 3840 hari 500 menit lalu. |
Wayang Topeng adalah wayang yang dimainkan oleh orang dengan menggunakan topeng yang menutupi wajah.[1] Wayang Topeng ini dimainkan dengan iringan gamelan dan tari-tarian.[1] Wayang Topeng ini selain ditampilkan dalam pagelaran budaya, biasanya juga digunakan dalam pesta pernikahan untuk menghibur para tamu undangan sekitar 20 sampai 30 menit dalam pementasannya.[2]
Wayang Topeng dalam budaya Jawa mempunyai perkembangan yang beragam, baik sebagai pertunjukan ritual ataupun sebagai seni pertunjukan.[3] Semula topeng adalah benda yang wujudnya sebagai peniruan wajah leluhur, yaitu orang yang telah meninggal dunia, seperti kepala keluarga, marga, kepala suku, atau pangeran-pangeran dari kerajaan masa lalu.[3] Keterkaitan topeng dengan roh leluhur.[3] Pada dahulu kala ada tradisi yang membawa topeng-topeng milik penari tertentu ke makam khusus (Pundhen) untuk mendapatkan magis, aktivitas itu bagi masyarakat setempat disebut ‘stren’.[3]
Tata Urutan Penyajian Wayang Topeng
Penyajian pertunjukan wayang topeng dengan tata urutan sebagai berikut:[4]
- Gending Giro (terlebih dahulu menabuh gending Eleng-eleng, Krangean, Loro-loro, gending Gondel dan diakhiri dengan gending Sapujagad.[4]
- Pembukaan dengan tari Beskalan Lanang (topeng Bangtih).[4]
- Jejer Jawa (kediri).[4]
- Parang Gagal (Selingan tari Bapang).[4]
- Adegan Gunungsari-patrajaya.[4]
- Adegan Jejer Sabrang (Klana Sewandana).[4]
- Adegan Perang Brubuh dan Bubaran.[4]
Sejarah Wayang Topeng
Wayang Topeng merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa sejak zaman Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana sekitar abad ke 8 M.[5] Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan.[5] Kemudian pada masa [[Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari.[5] Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari.[5] Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya.[5] Wayang Topeng Malangan ini mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India.[5] Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa.[5] Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil cerita-cerita dari India, seperti kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana.[5] Wayang Topeng ini dipakai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya.[5] Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng.[5]
Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari, cerita wayang topeng digantikan dengan cerita-cerita Panji.[5] Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa.[5] Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria-kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri.[5] Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja-raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa.[5] Cerita-cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.[5]
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk merebut hati orang-orang Jawa.[5] Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali yang menampilkan kisah marmoyo sunat merupakan sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya.[5] Cerita menak merupakan tanda masuknya Islam ditanah Jawa.[5] Oleh karena itu cerita menakjinggo yang selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh keraton Mataram yang pada dasarnya adalah Islam.[5]
Lihat Pula
Rujukan
- ^ a b "Wayang Topeng". Diakses tanggal 6 mei 2014.
- ^ "Wayang Topeng or Wayang Gedog". Diakses tanggal 6 mei 2014.
- ^ a b c d "Wayang Topeng Malang". Diakses tanggal 6 mei 2014.
- ^ a b c d e f g h Robby Hidajat. 33, Nomor 2 , By Bahasa dan Seni Universitas Muhammadiyah Malang, Agustus 2005 Struktur, Simbol, dan Makna Topeng Malang (Tesis). http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Struktur-Simbol-dan-Makna-Wayang-Topeng-Malang-Robby-Hidajat.pdf,Tahun 33, Nomor 2 , By Bahasa dan Seni Universitas Muhammadiyah Malang, Agustus 2005.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s "Sejarah Topeng Malangan". Diakses tanggal 6 mei 2014.