Angklung Bungko
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP49Khoirur (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 27 Juni 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 16 Mei 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP49Khoirur (Kontrib • Log) 3866 hari 1118 menit lalu. |
Angklung Bungko adalah tarian khas Desa Bungko di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.[1] Tarian ini diiringi alat musik gendang, angklung, tutukan, klenong, dan gong.[1]
Kesenian ini pada awalnya berupa musik ritmis dengan menggunakan media kentongan (kohkol) yang terbuat dari potongan ruas bambu, kesenian ini di perkirakan lahir menjelang abad ke-17 setelah wafatnya Sunan Gunung Jati.[2] Namun sampai saat ini tak seorangpun mengetahui siapa penciptanya.[2]
Dinamakan Angklung Bungko adalah karena kesenian tersebut tumbuh dan besar di daerah Bungko, Cirebon Utara.[2] Kesenian ini tercipta atas dasar luapan emosi kegembiraan masyarakat Bungko setelah memenangkan perang melawan pasukan Pangeran Pekik (Ki ageng Petakan).[2] Gerak tari dalam Angklung Bungko lebih merupakan penggambaran peperangan saat masyarakat pemilik kesenian tersebut mematahkan serangan pasukan Pangeran Pekik.[2] Hal ini sangat erat kaitannya dengan cerita masa lalu, dimana Ki Ageng Bungko atau Ki Gede Bungko yang berkedudukan sebagai Senopati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut) di Kesultanan Cirebon memiliki pengetahuan dan taktik tempur yang tinggi serta keberanian yang luar biasa[2]
Referensi
- ^ a b Kesenian daerah Cirebon
- ^ a b c d e f Angklung Bungko