Pesta Baratan adalah alah satu tradisi karnaval masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat[1]. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab, yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan. Tradisi Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau 15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.

Berkas:Pesta Baratan 2014.JPG
Arak-Arakan Pesta Baratan

Dua versi cerita yang mendasari tradisi Baratan

  • Cerita versi pertama

Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian Sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang. Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnta Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan, maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.

  • Cerita versi kedua

Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pulang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan berupa obor bagi rakyat jelata, sedangkan bagi kaum bangsawan dan orang cina membawa lampion.

  • Cerita versi ketiga

Setiap 15 hari sebelum Ramadhan (Nisfu Sya'ban) selalu di peringati dengan menyalakan lilin atau obor di depan rumah, dan anak muda membawa obor mengelilingi kampung, karena dahulu belum ada listrik, dan juga karena Nisfu Sya'ban merupakan penutupan buku catatan amal umat Islam, maka dengan di nyalakan obor di depan rumah dan membawa obor keliling kampung harapanya catatan amal warga sekampung diharapkan terang alias baik.

Susunan formasi arak-arakan

Formasi lama

Pada Barisan arak-arakan Pesta Baratan[2] Barisan pertama adalah sebagai Sapu Jagad, baris kedua sebagai Pengawal Ratu Kalinyamat, baris ketiga sebagai Ratu Kalinyamat, baris keempat sebagai Santri pengikut Sultan Hadliri yang bersyalawat, baris kelima sebagai Pengiring pembawa lampion.

Formasi baru

Agar lebih menarik maka Pemkab Jepara dan Lembayung Production mengembangkan arak-arakan ini dengan formasi baru, yaitu:

  • Barisan Awal = Barongan Dencong, Barong Gondorio, Reog Ponorogo, Barong Bali, Bebegig Sumantri, Barongan Singo Karya, Barongan Gembong Kamijoyo, Singo Ulung, Barong Loreng Gonteng, Barongsai, Naga Leong, dll. Semua Barongan tersebut di tampilkan dipaling pertama untuk melambangkan perwujudan setan yang diusir Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin karena umat muslim hendak melaksanakan Puasa Ramadhan.
  • Baris Pertama = sebagai Sapu Jagad (bertugas mengusir para Barongan/setan dan memberi jalan Ratu Kalinyamat)
  • Baris Kedua = sebagai Prajurit membawa Lampion Tradisional zaman dulu atau Impes
  • Barisan Ketiga = sebagai Prajurit Pria Senjata Pedang
  • Baris Keempat = sebagai Prajurit Pria Senjata Tombak
  • Barisan Kelima = sebagai Prajurit Pria Senjata Gada
  • Barisan Keenam = sebagai Prajurit Wanita Senjata Panah
  • Barisan Ketujuh = sebagai Dayang-Dayang dan Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dan Patih Sungging Badar Duwung
  • Barisan Kedelapan = sebagai Santri pengikut Sultan Hadlirin (memakai baju putih-putih lengkap dengan sorban)
  • Barisan Kesembilan = peserta berperan memakai kostum sebagai hewan peliharaan Kerajaan Kalinyamat atau rombongan membawa aneka lampion berbentuk hewan peliharaan Kerajaan Kalinyamat yaitu Harimau Penggolo (Harimau Tunggangan), Macan Klawuk, Burung Garuda Emas, Kera Surya Kencono, Tikus Piti, Kidang Kencana, Naga Kencana, Kerang Cangkang Wojo, Keong Buntet, Kuda Kencono Putih, Kuda Kencono Wangi
  • Barisan Kesepuluh= sebagai abdi dalem Keraton Kerajaan Kalinyamat
  • Barisan Kesebelas = Perwakilan dari setiap desa di Kecamatan Kalinyamatan, dari kalangan warga umum dengan kostum bebas tetapi bertema pakaian adat Jawa atau Arab atau dikombinasikan Jawa dan Arab, perwakilan desa yang menarik dari segi kostum dan kekompakan akan diberi hadiah.
  • Barisan Keduabelas = Peserta dari Perwakilan Seluruh SD seKalinyamatan membawa Lampion ataupun Impes dan meneriakan yel-yel asli pesta baratan yang sudah ada sejak zaman dulu yaitu yel-yel yang berbunyi "tong-tong-jik..Tong-tong-jik..tong-tong-jik". tim yang menarik dari segi keunikan bentuk impes, keunikan bentuk lampion, kostum yang bagus dan sesuai tema zaman jawa kuno dan kekompakan tim, mendapatkan hadiah.
  • Barisan Ketigabelas = Ibu-Ibu Berkebaya membawa Puli yang berbentuk unik atau Puli yang mempunyai rasa unik, setelah Puli dinilai siapa pemenang kreasi terunik dan terlezat pada pulinya, Kemudian Puli diberi do'a di Kantor Kecamatan Kalinyamatan oleh Kiyai, setelah itu Puli dibagi-bagikan kemasyarakat.

Teatrikal

Setelah makan nasi puli, masyarakat di desa Kriyan dan beberapa desa di sekitarnya (Margoyoso, Purwogondo, dan Robayan) turun dari masjid / mushalla untuk melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat, selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak. Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : tong tong ji’ tong jeder, pak kaji nabuh jeder, dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.

Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.

Rekor

Event ini pernah dikemas menjadi salah satu peristiwa yang tercatat dalam buku MURI (Museum Rekor Indonesia) yaitu pawai membawa lampion dengan peserta terbanyak yang terjadi di daerah Kalinyamatan beberapa waktu yang lalu. Memang lampion yang terbuat dari kertas berwarna warni dengan lilin dan lampu batere menjadi ciri khas dari keramaian dari Baratan ini . Oleh karena itu jika musim baratan tiba diseputaran Kalinyamatan yang berpusat di sekitar pertigaan Purwogondo banyak pedagang lampion tahunan yang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan dan membuat keramaian tersendiri pada daerah ini. Selain lampion seiring dengan perkembangan zaman , bentuk bentuk unik lainnya seperti mobil-mobilan, ayam-ayaman dan banyak lagi bentuk lainnya juga meramaikan even baratan ini.

Perencanaan

Lembayung Production berencana mengubah rute arak-arakan "Pesta Baratan", diubah yang dulunya dimulai dari Masjid Al Makmur Kriyan dan Lewat APRIKA dan berahir di Pendopo Kecamatan Kalinyamatan. diubah menjadi berawal dari "Masjid Robayan" menuju "Masjid Al-Makmur Kriyan" kemudian melewati Makam Yek Nde, kemudian berahir di "Pendopo Kantor Kecamatan Kalinyamatan".

Masjid Robayan dipilih Lembayung Production sebagai garis awal dimulai arak-arakan karena masjid tersebut merupakan satu-satunya masjid buatan seorang wali, yang bangunannya tetap di pertahankan yaitu pada Gapura Masjid Jami' Baiturrohman I yang masih asli seperti pada awal Masjid Robayan dibangun oleh seorang wali, Alasan Lembayung Production tidak memakai Masjid Al Makmur Kriyan Karena Bentuk asli dari masjid sudah tidak nampak, bahkan kini direnovasi dengan bentuk modern sehingga tak tersisa satu pun bentuk asli masjid dari peninggalan seorang wali.

Selain hal tersebut juga karena letak Robayan merupakan batas tembok Benteng Kalinyamat juga perbatasan dari Kecamatan Kalinyamatan dengan Kecamatan Welahan, begitu pula Purwogondo yang merupakan merupakan batas tembok Benteng Kalinyamat juga perbatasan dari Kecamatan Kalinyamatan dengan Kecamatan Pecangaan.

Catatan kaki

Pranata Luar