Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kasultanan Yogyakarta sekarang ini terletak di pusat Kota Yogyakarta.
Terbentuknya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
- 1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram yang masih kosong oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan adalah putra Ki Ageng Ngenis atau cucu Ki Ageng Selo, tokoh ulama besar dari Selo kabupaten Grobogan.
- 1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede. Selama menjadi penguasa Mataram ia tetap setia pada Sultan Pajang.
- 1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal dan dimakamkan di sebelah barat Mesjid Kotagede. Sultan Pajang kemudian mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram. Sutawijaya juga disebut Ngabehi Loring Pasar karena rumahnya di sebelah utara pasar. Berbeda dengan ayahnya, Sutawijaya tidak mau tunduk pada Sultan Pajang. Ia ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri bahkan ingin menjadi raja di seluruh Pulau Jawa.
- 1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
- 1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan bergelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Sebagai dalih legitimasi kekuasaannya, Senapati berpendirian bahwa Mataram mewarisi tradisi Pajang yang berarti bahwa Mataram berkewajiban melanjutkan tradisi penguasaan atas seluruh wilayah Pulau Jawa.
- 1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Seda ing Krapyak.
- 1613 - Mas Jolang wafat kemudian digantikan oleh putranya, Pangeran Aryo Martoputro. Tetapi karena sering sakit kemudian digantikan oleh kakaknya, putra sulung Mas Jolang, Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman dan juga terkenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma. Pada masa Sultan Agung kerajaan Mataram mengalami perkembangan pada kehidupan politik, militer, kesenian, kesusastraan, dan keagamaan. Ilmu pengetahuan seperti hukum, filsafat, dan astronomi juga dipelajari.
- 1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Amangkurat I.
- 1645 - 1677 - Setelah wafatnya Sultan Agung, kerajaan Mataram mengalami kemerosotan yang luar biasa. Akar dari kemerosotan itu pada dasarnya terletak pada pertentangan dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang dimanfaatkan oleh VOC.
- 13 Februari 1755 - Puncak dari perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dalam Perjanjian Giyanti tersebut dinyatakan bahwa Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Ingkang Sinuwun kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah atau lebih populer dengan gelar Sri Hamengkubuwana I
Pranala Luar
- (Indonesia) Sejarah Kota Yogyakarta