Angkor Wat
Angkor Wat (Khmer: អង្គរវត្ត), adalah sebuah kuil atau candi yang terletak di kota Angkor, Kamboja. Kuil ini dibangun oleh Raja Suryawarman II pada pertengahan abad ke-12. Pembangunan kuil Angkor Wat memakan waktu selama 30 tahun. Angkor Wat terletak di dataran Angkor yang juga dipenuhi bangunan kuil yang indah, tetapi Angkor Wat merupakan kuil yang paling terkenal di dataran Angkor. Raja Suryawarman II memerintahkan pembangunan Angkor Wat menurut kepercayaan Hindu yang meletakkan gunung Meru sebagai pusat dunia dan merupakan tempat tinggal dewa-dewi Hindu, dengan itu menara tengah Angkor Wat adalah menara tertinggi dan merupakan menara utama dalam kompleks bangunan Angkor Wat.
Angkor Wat | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Hindu |
Lokasi | |
Lokasi | Angkor, Provinsi Siem Reap, Kamboja |
Arsitektur | |
Tipe | Khmer |
Dibuat oleh | Suryawarman II |
Situs Warisan Dunia UNESCO | |
---|---|
Berkas:Angkor-wat.jpg | |
Kriteria | Budaya: i, ii, iii, iv |
Nomor identifikasi | 668 |
Pengukuhan | 1992 (19) |
Sebagaimana mitologi gunung Meru, kawasan kuil Angkor Wat dikelilingi oleh dinding dan terusan yang mewakili lautan dan gunung yang mengelilingi dunia. Jalan masuk utama ke Angkor Wat yang sepanjang setengah kilometer dihiasi pagar susur pegangan tangan dan diapit oleh danau buatan manusia yang disebut sebagai Baray. Jalan masuk ke kuil Angkor Wat melalui pintu gerbang, mewakili jambatan pelangi yang menghubungkan antara alam dunia dengan alam dewa-dewa.
Angkor Wat berada dalam keadaan yang baik dibandingkan dengan kuil lain di dataran Angkor disebabkan karena Angkor Wat telah dialihfungsikan menjadi kuil Buddha dan dipelihara serta digunakan secara terus menerus ketika agama Buddha menggantikan agama Hindu di Angkor pada abad ke-13. Kuil Angkor pernah dijajah oleh Siam pada tahun 1431.
Pada tahun 1992 Angkor Wat masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Nama modern Angkor Wat, berarti "Kuil Kota"; Angkor adalah bentuk perubahan dari kata នគរ nokor yang berasal dari kata नगर nagara dalam bahasa Sanskerta yang berarti ibu kota atau negara.[1] wat adalah istilah dalam bahasa Khmer untuk kuil atau candi.[2] Sebelumnya nama asli candi ini adalah Preah Pisnulok atau Vishnuloka (tempat dewa Wisnu bersemayam), berdasarkan nama anumerta raja pembangunnya, Suryawarman II.[3]
Sejarah
Angkor Wat terletak 5,5 kilometer (3,4 mi) di utara kota modern Siem Reap, dan bergeser ke timur dari bekas ibu kota sebelumnya yang berpusat di candi Baphuon. Candi ini berada di kawasan kelompok percandian terpenting di Kamboja, juga menjadi candi paling selatan dari kelompok candi di kota Angkor.
Rintisan rancangan dan pembangunan candi dimulai pada paruh pertama abad ke-12 Masehi, pada masa pemerintahan raja Suryawarman II (memerintah pada 1113 – sekitar 1150). Dipersembahkan untuk memuliakan Wisnu, candi ini dibangun sebagai candi agung negara milik raja sekaligus sebagai ibu kota. Karena prasasti yang menyebutkan pembangunannya belum ditemukan, maka nama asli candi ini tidak diketahui. Ditafsirkan candi ini mungkin aslinya disebut sebagai "Preah Pisnu-lok" (Bahasa Khmer Kuno, serapan dari bahasa Sanskerta: "Vara Vishnu-loka") secara harfiah bermakna "Kawasan Suci Wisnu", berdasarkan dewa utama yang dimuliakan di candi ini. Proyek pembangunan sepertinya dihentikan segera setelah kematian raja, menyisakan beberapa relief rendah yang belum rampung.[4] Pada 1177, kira-kira 27 tahun setelah kematian Suryawarman II, Angkor diserang oleh bangsa Champa, musuh tradisional bangsa Khmer. Kemudian kerajaan Khmer dipulihkan kembali oleh raja baru Jayawarman VII, yang mendirikan ibu kota baru di Angkor Thom candi kerajaan baru di Bayon, yang terletak beberapa kilometer di utara Angkor Wat.
Pada akhir abad ke-13, Angkor Wat perlahan-lahan dialihfungsikan dari candi Hindu menjadi candi Buddha Theravada, hal ini berlangsung hingga kini. Angkor Wat agak tidak biasa dibandingkan candi-candi lainnya di Angkor, meskipun ditelantarkan setelah abad ke-16, Angkor Wat tidak pernah benar-benar ditinggalkan. Angkor tetap bertahan antara lain salah satunya karena parit yang mengelilinginya melindungi bangunan candi dari rongrongan pohon besar hutan rimba.[5]
Salah satu pengunjung Barat perintis yang mengunjungi candi ini antara lain António da Madalena, seorang biarawan Katolik Portugis yang mengunjunginya pada tahun 1586 yang menyatakan "sebuah bangunan yang luar biasa yang tak mungkin digambarkan dengan pena, karena tidak ada bangunan lain di dunia ini yang menyerupainya. Bangunan ini memiliki menara dengan hiasan yang sangat halus dan indah yang hanya bisa diciptakan oleh manusia jenius."[6] Pada pertengahan abad ke-19, candi ini dikunjungi oleh ilmuwan dan penjelajah Perancis, Henri Mouhot, yang memperkenalkan situs ini ke dunia Barat melalui catatan perjalanannya, ia menulis:
"Candi ini—menyaingi (kemegahan) Bait Salomo, dibangun oleh Michelangelo purba—pantas menduduki tempat terhormat sebagai salah satu bangunan terindah (di dunia). Bangunan ini lebih besar dari segala peninggalan Yunani atau Romawi, dan menyajikan kontras yang sangat menyedihkan dengan kondisi kini yang jatuh terpuruk ke dalam kebiadaban."[7]
Mouhot, seperti kebanyakan pengunjung Barat, sulit memercayai bahwa bangsa Khmer mampu membangun candi semegah ini, secara keliru memperkirakan waktu pembangunannya sezaman dengan era Romawi Kuno. Sejarah sebenarnya dari Angkor Wat secara perlahan dirangkaikan kembali melalui mempelajari gaya arsitektur serta bukti epigrafi tertulis pada prasasti, dilanjutkan dengan pembersihan di sekitar situs Angkor. Penggalian di sekitar situs Angkor Wat tidak menemukan peninggalan permukiman seperti bekas rumah hunian atau bukti hunian lainnya seperti perabot memasak, senjata, atau bekas pakaian yang biasa ditemukan di situs purbakala. Hanya monumen inilah yang ditemukan di kawasan ini.[8]
Angkor Wat menjalani pemugaran yang berarti pada abad ke-20, kebanyakan di antaranya adalah membersihkan jeratan tumbuhan dan tumpukan tanah yang menutupi bangunan.[9] Proyek pemugaran terputus akibat perang saudara dan kendali rezim Khmer Merah atas Kamboja pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, akan tetapi kerusakan relatif minim pada periode ini yang kebanyakan adalah penjarahan dan pencurian serta perusakan pada arca setelah era Angkor.[10]
Candi ini merupakan simbol yang kuat dan amat penting bagi negara Kamboja,[11] sebagai sumber kebanggaan nasional dan menjadi faktor penting bagi hubungan diplomatik luar negeri antara Kamboja dengan Perancis, Amerika Serikat, dan Thailand. Penggambaran Angkor Wat dalam bendera nasional Kamboja telah mulai ditampilkan sejak diperkenalkannya bendera perdana Kamboja pada 1863.[12] Akan tetapi, dari perspektif sejarah dan antarbudaya, Angkor Wat tidak pernah menjadi lambang kebanggaan nasional yang sesungguhnya sui generis namun diterapkan dalam proses politik-budaya oleh Kolonial Perancis yang menampilkan candi ini dalam pameran Kolonial Perancis dan pameran universal di Paris dan Marseille antara tahun 1889 dan 1937.[13]
Warisan kesenian yang agung dari Angkor Wat dan monumen Khmer lainnya di kawasan Angkor telah mendorong Perancis untuk memasukkan Kamboja sebagai protektorat Perancis pada 11 Agustus 1863 dan menyerang kerajaan Siam untuk merebut kendali atas kawasan reruntuhan candi ini. Hal ini mendorong Kamboja untuk merebut kembali kawasan di sudut barat laut yang di bawah penjajahan Siam sejak tahun 1351 (Manich Jumsai 2001), atau menurut sumber lain, 1431.[14] Kamboja meraih kemerdekaan dari Perancis pada 9 November 1953 dan sejak saat itu menguasai candi Angkor Wat.
Arsitektur
Situs dan denah
Angkor Wat, yang terletak di 13°24′45″N 103°52′0″E / 13.41250°N 103.86667°E, adalah kombinasi unik bukit candi, desain standar untuk candi negara kekaisaran dan kemudian denah galeri konsentris. Candi tersebut adalah representasi dari Meru, tempat para dewa: menara kwinkunks tengah melambangkan lima puncak bukit, dan dinding dan parit melambangkan barisan bukit dan samudra.[15] Akses ke kawasan paling atas candi tersebut semakin lebih eksklusif, namun kaum awam hanya boleh ke lantai terbawah.[16]
Tidak seperti kebanyakan candi-candi Khmer, Angkor Wat menghadap ke barat ketimbang timur. Hal ini telah membuat banyak orang (termasuk Glaize dan George Cœdès) menyimpulkan bahwa Suryawarman membuatnya untuk digunakan sebagai candi tempat penguburannya.[17] Bukti lebih lanjut untuk pandangan ini adalah dengan disediakannya relief dasar, yang dibuat dalam arah berlawanan jarum jam—prasawya dalam terminologi Hindu—karena ini adalah kebalikan dari penataan pada umumnya. Ritual berlangsung dalam penataan berlawanan saat pemakaman bercorak Brahminik.[9] Arkeolog Charles Higham juga menjelaskan suatu wadah yang mungkin telah menjadi tempat penguburan yang dilakukan di menara pusat.[18] Candi ini telah diyakini oleh beberapa orang sebagai pengeluaran terbesar untuk pemakaman mayat.[19] Namun, Freeman dan Jacques menyatakan bahwa beberapa candi Angkor lainnya menghadap ke timur, dan menunjukan bahwa keselarasan Angkor Wat adalah karena untuk didedikasikan kepada Wisnu, yang dikaitkan dengan barat.[15]
Sebuah interpretasi lebih lanjut dari Angkor Wat telah diusulkan oleh Eleanor Mannikka. Penggambaran pada keselarasan candi dan dimensi, dan pada isi dan susunan relief dasar, ia berargumen bahwa struktur tersebut menunjukan sebuah klaim era baru yang damai di bawah Raja Suryawarman II: "sebagai pengukuran siklus waktu matahari dan bulan yang dibangun di ruang suci Angkor Wat, mandat ilahi ini sampai peraturan yang dibawa ke ruang bakti dan koridor dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan raja dan untuk menghormati dan menentramkan para dewa yang dimanifestasikan berada di atas langit."[20][21] Penyataan Mannikka ini telah diterima dengan percampuran kepentingan dan skeptisisme di kalangan akademisi.[18] Ia menjauhkan diri dari spekulasi lain, seperti Graham Hancock, yang menyatakan bahwa Angkor Wat adalah bagian dari representasi rasi bintang Draco.[22]
Gaya
Angkor Wat adalah contoh utama gaya klasik arsitektur Khmer—gaya Angkor Wat—yang berasal dari nama candi tersebut. Arsitek Khmer abad ke-12 telah memiliki keahlian dan kepercayaan diri dalam menggunakan batu pasir (bukan batu bata atau laterit) sebagai material pembangunan utama. Sebagian besar kawasan yang terlihat menggunakan blok batu pasir, sementara laterit digunakan untuk dinding luar dan untuk bagian struktural tersembunyi. Bahan perekat yang digunakan untuk menggabungkan blok batu tersebut belum teridentifikasi, meskipun diperkirakan mengandung resin atau kalsium hidroksida alami.[23]
Angkor Wat telah menuai pujian berkat semua harmoni desain tersebut, yang dianggap setara dengan arsitektur Yunani dan Romawi Kuno. Menurut Maurice Glaize, seorang konservator Angkor pertengahan abad ke-20, candi tersebut "mencapai kesempurnaan klasik oleh monumentalitas pengendalian elemen, keseimbangan, dan pengaturan yang tepat dari proporsinya. Ini adalah sebuah karya kekuasaan, persatuan, dan gaya."[24]
Arsitekturnya memiliki elemen unsur-unsur ciri-ciri yang meliputi: ogival, menara dengan bentuk bergelombang seperti kuncup teratai; setengah galeri yang memperluas lorong-lorong; galeri aksial yang menghubungkan pagar; dan teras berbentuk palang yang terdapat di sepanjang bagian utama candi tersebut. Gaya elemen dekorasi tersebut adalah dewata (atau bidadari), relief dasar, dan pedimen karangan bunga yang luas dan gambaran naratif. Patung-patung di Angkor Wat dianggap konservatif, menjadi lebih statis dan kurang anggun dari karya sebelumnya.[25] Elemen lainnya dari desain tersebut telah hancur oleh penjarahan dan faktor usia, termasuk stuko berlapis emas pada menara, penyepuhan pada beberapa figur di relief dasar, dan panel langit-langit dan pintu kayu.[26]
Fitur
Penampakan luar
Dinding luar, yang berukuran 1024 x 802 m dan ketinggian 4,5 m, dikelilingi oleh halaman terbuka sepanjang 30 m dan parit seluas 190 m. Akses ke candi tersebut adalah melalui tepian ke timur dan jalan lintas batu pasir ke barat; yang terakhir, pintu masuk utama, adalah kemungkinan tambahan, mungkin menggantikan jembatan kayu.[27] Terdapat gapura pada masing-masing mata angin; di arah barat terdapat gapura yang paling besar dan memiliki tiga reruntuhan menara. Glaize menyatakan bahwa gapura tersebut memiliki dinding dan bentuk candi yang tepat.[28] Di bawah menara selatan terdapat patung Wisnu, yang dikenal sebagai Ta Reach, yang mungkin pada awalnya berasal dari candi pusat.[27] Sepanjang galeri antara menara dan dua pintu keluar-masuk di kedua sisi gapura sering disebut sebagai "gerbang gajah", karena objek-objek tersebut cukup besar untuk disetarakan dalam ukuran hewan. Galeri-galeri tersebut memiliki pilar persegi pada bagian luar (barat) dan dinding tertutup pada bagian dalam (timur). Langit-langit antara pilar-pilar tersebut dihiasi dengan gambar bunga teratai; wajah dinding barat dengan figur penari; dan wajah dinding timur dengan jendela baluster, figur penari laki-laki dengan hewan yang berjingkrak, dan dewata, termasuk (selatan dari pintu masuk) hanya satu pada candi tersebut untuk menampilkan bagian giginya.
Dinding luar mengelilingi ruang berukuran 820.000 meter persegi (203 hektare), yang selain candi tersebut yang pada awalnya berada di kota dan, di sebelah utara candi tersebut, istana kerajaan. Seperti seluruh bangunan sekuler Angkor, bangunan ini dibuat dari material yang mudah rusak ketimbang batu, sehingga tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali garis-garis besar di beberapa jalan.[29] Saat ini, sebagian besar wilayah tersebut telah ditutupi hutan. Sebuah jalan lintas sepanjang 350 m menghubungkan gapura barat ke candi tersebut, dengan langkan naga dan enam set tangga yang menuju ke sebuah kota pada kedua sisinya. Masing-masing bagian juga memiliki perpustakaan dengan pintu masuk di setiap mata angin, di depan set tangga ketiga dari pintu masuk, dan sebuah kolam antara perpustakaan dan candi itu sendiri. Kolam tersebut merupakan tambahan dari desain tersebut, seperti halnya teras berbentuk palang yang dijaga oleh singa yang menghubungkan jalan lintas ke stuktur tengah.[29]
Struktur pusat
Candi tersebut berdiri di atas teras yang membuatnya menjadi lebih tinggi ketimbang kota. Candi ini dibuat dari tiga galeri persegi panjang ke arah menara pusat, setiap naik ke lantai yang lebih tinggi sampai yang terakhir. Mannikka menafsirkan galeri ini sebagai dedikasi kepada raja, Brahma, bulan, dan Wisnu.[4] Setiap galeri memiliki gapura di masing-masing titik, dan dua galeri pusat masing-masing memiliki sejumlah menara di setiap sudut mereka, membentuk kwinkunks dengan menara pusat. Karena kompleks candi ini manghadap ke barat, fitur seluruh set bangunan agak condong didorong ke timur, meninggalkan ruang yang lebih luas untuk diisi di setiap bagian dan galeri di sisi barat. Untuk alasan yang sama ruang-ruang di sisi lain; di timur, utara, dan selatan lebih sempit daripada sisi barat.
Galeri tersebut berukuran 187 x 215 m, dengan paviliun pada menara di setiap sudut. Galeri ini berada di bagian candi tersebut, dengan bentuk kolom setengah galeri untuk memperluas dan memperkuat struktur. Sebuah biara berbentuk palang yang disebut Preah Poan ("Gedung Ribuan Dewa") menghubungkan galeri luar ke bagian luar di sisi barat. Terdapat gambaran Buddha yang disisakan di biara oleh peziarah selama berabad-abad, meskipun sebagian besar kini telah dihapus. Area ini memiliki banyak inskripsi yang berkaitan dengan perbuatan baik para peziarah, yang ditulis dalam bahasa Khmer namun yang lainnya dalam bahasa Burma dan Jepang. Empat halaman kecil yang ditandai oleh biarawan mungkin awalnya diisi dengan air.[30] Di sebelah utara dan selatan terdapat bangunan perpustakaan.
Di tempat lain, galeri pusat dan kedua terhubung satu sama lain dan dua perpustakaan terapit oleh teras berbentuk palang lainnya, yang ditambahkan kemudian. Dari lantai dua ke atas, ukiran dewata banyak ditemukan di dinding atas, baik sendiri atau berkelompok sampai berjumlah empat. Bagian lantai dua berukuran 100 x 115 m, dan mungkin pada awalnya telah digunakan untuk mewakili samudra di sekeliling Meru.[31] Tiga set tangga di setiap sisi mengarah ke menara dan gapura sudut di galeri pusat. Tangga yang sangat curam menggambarkan betapa sulitnya naik ke kerajaan para dewa.[32] Galeri pusat tersebut, yang disebut Bakan, berukuran 60 m persegi dengan galeri poros menghubungkan setiap gapura dengan kuil pusat, dan sejumlah anak kuil yang terletak dibawah menara sudut. Atap galeri dihiasi dengan motif tubuh seekor naga berujung kepala singa atau garuda. Ukiran lintel dan pedimen menghiasi pintu masuk galeri dan kuil.
Menara di atas kuil pusat menjulang pada ketinggian 43 m sampai 65 m dari permukaan tanah; tidak seperti menara yang berada di bukit candi sebelumnya, menara pusat dibuat lebih tinggi dari empat menara disekitarnya.[33] Pada candi pusat aslinya berdiri arca Wisnu dalam ruangan utama dengan pintu yang terbuka di setiap sisinya, namun kemudian dibuatkan dinding ketika candi Hindu tersebut dialihkan fungsinya menjadi candi Buddha Theravada. Dinding baru tersebut menampilkan Buddha yang tengah berdiri. Pada tahun 1934, konservator George Trouvé menggali lubang tepat di bawah candi pusat yang telah ditimbun dengan pasir dan air, dan menemukan bahwa harta relik suci yang seharusnya terdapat di dalam peti batu peripih telah hilang dirampok. Namun ia menemukan kandungan kertas emas di lantai bawah pada jangkauan dua meter dibawah permukaan tanah.[34]
Dekorasi
Dekorasi Angkor Wat yang sebagian besar berupa relief rendah, termahsyur keindahannya secara luas karena begitu padu dengan arsitektur bangunan. Dinding bagian dalam pada galeri luar menampilkan berbagai adegan berskala besar terutama gambaran bagian-bagian dari epik Hindu Ramayana dan Mahabarata. Higham menyebutnya "susunan linear terbesar yang dikenal sebagai ukiran batu".[35] Dari barat laut berlawanan arah jarum jam, galeri barat menampilkan Pertempuran Lanka (dari Ramayana, menampilkan tentang Rama melawan Rahwana) dan Pertempuran Kurukshetra (dari Mahabharata, memperlihatkan perselisihan antara kelompok Kurawa dan Pandawa). Pada galeri selatan mengikuti satu-satunya gambaran sejarah, sebuah prosesi Suryawarman II, terdapat gambaran 32 neraka dan 37 surga dalam mitologi Hindu.
Pada galeri timur terdapat salah satu gambaran adegan paling terkenal yang disebut Pengadukan Samudra Susu, memperlihatkan 92[36] asura dan 88 dewa memakai ular Wasuki untuk mengaduk samudra susu di bawah pengarahan Wisnu (Mannikka hanya menghitung 91 asura, dan menjelaskan nomor asimetris sebagai perwakilan jumlah hari dari titik balik matahari musim dingin sampai ekuinoks musim semi, dan dari ekuinoks sampai titik balik matahari musim panas).[37] Diikuti dengan gambaran Wisnu bertempur melawan asura (tambahan dari abad ke-16). Galeri utara menampilkan kemenangan Kresna melawan Bana (dimana menurut Glaize, "Pengerjaannya adalah yang paling buruk"[38]) dan pertempuran antara dewa Hindu dan asura. Bagian barat laut dan barat daya paviliun kedua menampilkan adegan berskala lebih kecil, beberapa tak teridentifikasi tapi kebanyakan dari Ramayana atau kehidupan Kresna.
Angkor Wat didekorasi dengan gambar apsara dan dewata; terdapat lebih dari 1.796 gambaran dewata dalam inventaris penelitian saat ini.[39] Arsitek Angkor Wat membuat gambar apsara kecil (30–40 cm) sebagai motif dekorasi pilar dan dinding. Mereka memasukan gambar dewata besar (seluruh lukisan bertubuh utuh berukuran sekitar 95–110 cm) lebih menonjol di setiap tingkatan candi dari tempat masuk paviliun sampai bagian atas menara tinggi. Pada tahun 1927, Sappho Marchal menerbitkan sebuah katalog studi tentang keanekaragaman yang luar biasa dari tata rambut, hiasan kepala, pakaian, sikap tubuh dan tangan, perhiasan, dan dekorasi bunga para apsara. Kemudian disimpulkan oleh Marchal, bahwa hal ini didasarkan pada praktik tata rias dan berbusana sebenarnya dari periode Angkor. [40]
Teknik konstruksi
Sejumlah batu dipoles sehalus marmer, dan diletakkan tanpa perekat mortar dengan sangat rapat dan rapi, sehingga terkadang sulit ditemukan sambungannya. Dalam beberapa kasus, blok-blok disatukan secara bersamaan oleh sendi purus dan lubang, sementara yang lainnya menggunakan teknik pengunci ekor burung dan tekanan gravitasi. Blok ini mungkin diangkut dan dipasang dengan menggunakan bantuan gajah, tali sabut, katrol, dan perancah bambu. Henri Mouhot menyatakan, bahwa sebagian besar blok memiliki lubang berukuran 2,5 cm dan berkedalaman 3 cm, dengan lebih banyak lubang pada blok yang lebih besar. Beberapa sarjana menyatakan bahwa lubang tersebut digunakan untuk penggabungan batu dengan menggunakan batang besi, namun pendapat lainnya menyatakan bahwa penggabungan tersebut menggunakan pasak untuk membantu pengerjaannya.
Monumen ini terbuat dari batu pasir yang banyak sekali, sebanyak batu yang digunakan piramida Khafre di Mesir (lebih dari 5 juta ton). Batu pasir ini diangkut dari dari Bukit Kulen, sekitar 25 mil (40 km) dari timur laut. Batu ini mungkin diangkut menggunakan rakit sepanjang sungai Siem Reap. Hal ini dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terbaliknya rakit akibat berat batu yang diangkut. Salah satu insinyur modern memperkirakan akan menghabiskan waktu sepanjang 300 tahun untuk menyelesaikan Angkor Wat saat ini.[41] Namun monumen tersebut dibangun setelah Suryawarman naik tahta dan diselesaikan tak lama setelah kematiannya, tak lebih dari 40 tahun.
Hampir semua permukaannya, kolom, lintel bahkan atap dibuat dengan cara diukir. Beberapa relief menggambarkan adegan dari sastra India termasuk unicorn, griffin, naga bersayap yang menarik kereta serta prajurit diikuti dengan pemimpin perang yang menaiki gajah dan sejumlah gadis penari diatas langit dengan gaya rambut yang rumit. Dinding galeri sendiri dihias dengan relief rendah berukuran 1.000 meter persegi. Lubang pada beberapa dinding Angkor menunjukan bahwa dinding tersebut mungkin dihias dengan kertas perunggu. Hal tersebut merupakan benda berharga pada zaman kuno dan merupakan target utama para penjarah. Sementara penggalian yang dilakukan di Khajuraho oleh Alex Evans, seorang tukang batu dan pematung, menemukan sebuah patung batu dibawah 4 kaki (1,2 m), yang memakan waktu sekitar 60 hari untuk pengukiran.[42] Roger Hopkins dan Mark Lehner pernah melakukan percobaan menggunakan batu kapur yang ditambang dari 12 penggalian selama 22 hari dengan berat sekitar 400 ton.[43] Tenaga kerja pada penambangan, transportasi, ukiran dan pemasangan menggunakan ribuan batu pasir yang harus diangkut, termasuk memerlukan kemampuan seni tinggi lainnya. Keterampilan yang diperlukan untuk mengukir patung-patung tersebut telah dikembangkan selama ratusan tahun sebelumnya, seperti yang ditunjukan oleh beberapa artefak yang berasal dari abad ketujuh, sebelum Kerajaan Khmer berkuasa.[19][41]
Angkor Wat sekarang
Badan Survei Arkeologi India melakukan kegiatan restorasi pada candi antara 1986 dan 1992.[44] Upaya konservasi lanjutan dan peningkatan masif dalam pariwisata pada situs Angkor Wat telah terlihat sejak tahun 1990an. Candi ini merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia Angkor, didirikan pada tahun 1992, yang telah memberikan sejumlah dana dan telah mendorong pemerintah Kamboja untuk melindungi situs tersebut.[45] German Apsara Conservation Project (GACP) telah bekerja untuk melindungi dewata dan relief dasar lainnya yang menghiasi candi tersebut dari kerusakan. Survei sebuah organisasi menunjukan bahwa sebanyak 20% dewata berada dalam kondisi sangat memprihatinkan, umumnya dikarenakan erosi alami dan kerusakan batu namun sebagian juga karena upaya restorasi sebelumnya.[46] Pekerjaan lainnya melibatkan perbaikan bagian yang runtuh dari struktur, dan pencegahan keruntuhan lebuh lanjut: bagian barat di lantai atas contohnya, telah ditopang oleh penyangga sejak 2002,[47] sementara tim Jepang menyelesaikan restorasi perpustakaan utara dari bagian luar pada tahun 2005.[48] Yayasan Monumen Dunia mulai melakukan kegiatan konservasi di Galeri Pengadukan Lautan Susu pada tahun 2008 setelah beberapa tahun mempelajari kondisinya. Proyek pemugaran ini meliputi pemulihan sistem bangunan tradisional Khmer dan membersihkan batu dari rekatan semen dari proyek pemugaran sebelumnya. Penggunaan semen sebagai perekat batu pada pemugaran sebelumnya adalah kesalahan yang telah mengakibatkan garam mineral terbawa air hujan terselip memasuki struktur dibalik relief. Hal ini menimbulkan perubahan warna dan kerusakan pada permukaan pahatan. Fase utama kerja berakhir pada tahun 2012, dan pemasangan komponen terakhir puncak atap galeri dilakukan pada tahun 2013.
Mikroba biofilm ditemukan merusak batu pasir di Angkor Wat, Preah Khan, dan Bayon dan Prasat Barat di Angkor. Dehidrasi dan radiasi filamen resisten cyanobakteria dapat memproduksi asam organik yang merusak batu. Sebuah jamur filamen gelap ditemukan dalam sampel Preah Khan bagian dalam dan luar, sedangkan alga Trentepohlia ditemukan hanya dalam sampel yang diambil dari bagian luar, serta batu bernoda merah muda di Preah Khan. [49]
Angkor Wat menjadi tujuan pariwisata utama. Pada tahun 2004 dan 2005, data pemerintah menunjukan bahwa sekitar 561.000 dan 677.000 wisatawan luar negeri datang ke provinsi Siem Reap, sekitar 50% dari seluruh wisatawan luar negeri yang mengunjungi Kamboja di kedua tahun tersebut.[50] Situs tersebut telah dikelola oleh kelompok swasta SOKIMEX sejak 1990, yang disewa dari pemerintah Kamboja. Masuknya wisatawan sejauh ini telah menyebabkan kerusakan yang relatif kecil, selain beberapa grafiti; tali dan tangga kayu telah dipakai untuk melindungi setiap bagian relief dasar dan lantai. Pariwisata juga telah memberikan sejumlah dana untuk perawatan utama — seperti pada tahun 2000 sekitar 28% dari penjualan tiket di seluruh situs Angkor digunakan untuk perawatan candi — meskipun sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tim yang disponsori oleh pemerintah luar negeri ketimbang otoritas Kamboja.[51]
Pertumbuhan pariwisata secara signifikan telah terlihat dampaknya pada situs Angkor Wat sepanjang tahun. Karena itulah sebuah seminar untuk mendiskusikan konsep "wisata kebudayaan" digelar oleh UNESCO dan Komite Koordinasi Internasional untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Situs Bersejarah Angkor, yang terkait dengan perwakilan dari Pemerintahan Kerajaan dan otoritas APSARA.[52] Untuk menghindari pariwisata komersial dan massal, seminar ini menekankan pentingnya penyediaan akomodasi dan layanan berkualitas tinggi agar pemerintah Kamboja mendapatkan keuntungan ekonomi, serta memadukannya dengan kekayaan budaya Kamboja.[52] Pada tahun 2001, gagasan ini menyebabkan terbentuknya konsep "Kota Pariwisata Angkor" yang akan mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur tradisional Khmer, yakni pembangunan fasilitas rekreasi dan pariwisata, dan menyediakan hotel-hotel mewah yang mampu menampung para wisatawan dalam jumlah besar.[52]
Prospek pengembangan akomodasi pariwisata besar-besaran sepertinya telah menimbukan kekhawatiran otoritas APSARA dan ICC, yang mengklaim bahwa pengembangan pariwisata di daerah tersebut sebelumnya telah mengabaikan peraturan konstruksi, dan kebanyakan dari proyek-proyek ini berpotensi merusak fitur lanskap.[52] Selain itu, proyek-proyek berskala besar tersebut telah mengancam kualitas air di sekitar kota, menimbulkan limbah, dan menyedot sistem pasokan listrik.[52] Telah tercatat bahwa tingginya frekuensi pariwisata, meningkatnya permintaan atas penginapan di daerah tersebut, dan pengembangan jalan besar bebas hambatan, memiliki efek langsung pada kualitas air di bawah tanah, yang kemudian akan mengganggu stabilitas struktur candi di Angkor Wat.[52] Penduduk lokal Siem Reap juga menyuarakan keinginan mereka untuk menciptakan lingkungan alam yang mempesona dan suasana kota yang bersahabat untuk menunjang pariwisata.[52] Karena suasana lokal yang memesona ini adalah komponen kunci untuk proyek seperti Kota Pariwisata Angkor, para pejabat lokal terus membahas bagaimana menyukseskan pariwisata di masa depan tanpa mengorbankan nilai dan budaya lokal.[52]
Pada Forum Pariwisata ASEAN 2012, Indonesia dan Kamboja telah bersepakat bahwa Borobudur dan Angkor Wat menjadi situs bersaudara dan kedua provinsi tempat candi tersebut berdiri juga ditetapkan sebagai provinsi bersaudara.[53] Dua maskapai pesawat Indonesia juga diminta untuk melakukan penerbangan langsung dari Yogyakarta, Indonesia ke Siem Reap.[54]
Galeri
Lihat pula
Referensi
- ^ Chuon Nath Khmer Dictionary (1966, Buddhist Institute, Phnom Penh)
- ^ Cambodian-English Dictionary by Robert K. Headley, Kylin Chhor, Lam Kheng Lim, Lim Hak Kheang, and Chen Chun (1977, Catholic University Press)
- ^ "Angkor Vat". APSARA Authority. 2004. Diakses tanggal 2008-04-27.
- ^ a b "Angkor Wat, 1113–1150". The Huntington Archive of Buddhist and Related Art. College of the Arts, The Ohio State University. Diakses tanggal 27 April 2008.
- ^ Glaize, The Monuments of the Angkor Group p. 59.
- ^ Higham, The Civilization of Angkor pp. 1–2.
- ^ Quoted in Brief Presentation by Venerable Vodano Sophan Seng
- ^ Time Life Lost Civilizations series: Southeast Asia: A Past Regained (1995) p. 67-99
- ^ a b Glaize p. 59.
- ^ APSARA authority, The Modern Period: The war
- ^ "Government ::Cambodia". CIA World Factbook.
- ^ Flags of the World, Cambodian Flag History
- ^ Falser, Michael (2011). Krishna and the Plaster Cast. Translating the Cambodian Temple of Angkor Wat in the French Colonial Period. uni-heidelberg.de
- ^ Cambodge: The Cultivation of a Nation, 1860–1945 by Penny Edwards. 2007. ISBN 978-0-8248-2923-0
- ^ a b Freeman and Jacques p. 48.
- ^ Glaize p. 62.
- ^ Utusan diplomatik Zhou Da Guan diberitahu oleh Kaisar Temür Khan dari Angkor pada tahun 1295 mengabarkan bahwa kepala negara dikremasi di menara setelah kematiannya, dan ia merujuk kepada Angkor Wat sebagai kuburan megah
- ^ a b Higham, The Civilization of Angkor p. 118.
- ^ a b Scarre, Chris editor "The Seventy Wonders of the Ancient World", p. 81-85 (1999) Thames & Hudson, London
- ^ Mannikka, Eleanor. Angkor Wat, 1113–1150. (This page does not cite an author's name.)
- ^ Stencel, Robert, Fred Gifford, and Eleanor Moron. "Astronomy and Cosmology at Angkor Wat." Science 193 (1976): 281–287. (Mannikka, née Moron)
- ^ Transcript of Atlantis Reborn, broadcast BBC2 4 November 1999.
- ^ German Apsara Conservation Project Building Techniques, p. 5.
- ^ Glaize p. 25.
- ^ APSARA authority, Angkor Vat Style
- ^ Freeman and Jacques p. 29.
- ^ a b Freeman and Jacques p. 49.
- ^ Glaize p. 61.
- ^ a b Freeman and Jacques p. 50.
- ^ Glaize p. 63.
- ^ Ray, Lonely Planet guide to Cambodia p. 195.
- ^ Ray p. 199.
- ^ Briggs p. 199.
- ^ Glaize p. 65.
- ^ Higham, Early Cultures of Mainland Southeast Asia p. 318.
- ^ Glaize
- ^ Described in Michael Buckley, The Churning of the Ocean of Milk
- ^ Glaize p. 69.
- ^ Angkor Wat devata inventory - February 2010
- ^ Sappho Marchal, Khmer Costumes and Ornaments of the Devatas of Angkor Wat.
- ^ a b Time Life Lost Civilizations series: Southeast Asia: A Past Regained (1995) p. 67-99, 116, 117, 132, 133
- ^ "Lost Worlds of the Kama Sutra" History channel
- ^ Lehner, Mark The Complete Pyramids, London: Thames and Hudson (1997)p.202-225 ISBN 0-500-05084-8.
- ^ "Activities Abroad#Cambodia". Archaeological Survey of India.
- ^ Hing Thoraxy, Achievement of "APSARA"
- ^ German Apsara Conservation Project, Conservation, Risk Map, p. 2.
- ^ "Infrastructures in Angkor Park". Yashodhara no. 6: January – June 2002. APSARA Authority. Diakses tanggal 25 April 2008.
- ^ "The Completion of the Restoration Work of the Northern Library of Angkor Wat". APSARA Authority. 3 June 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 May 2008. Diakses tanggal 25 April 2008.
- ^ Gaylarde CC; Rodríguez CH; Navarro-Noya YE; Ortega-Morales BO (Feb. 2012). "Microbial biofilms on the sandstone monuments of the Angkor Wat Complex, Cambodia". Current Microbiology. 64: 85–92.
- ^ "Executive Summary from Jan–Dec 2005". Tourism of Cambodia. Statistics & Tourism Information Department, Ministry of Tourism of Cambodia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 April 2008. Diakses tanggal 25 April 2008.
- ^ Tales of Asia, Preserving Angkor: Interview with Ang Choulean (13 October 2000)
- ^ a b c d e f g h Winter, Tim (2007). "Rethinking tourism in asia". Annals of Tourism Research. 34: 27. doi:10.1016/j.annals.2006.06.004.
- ^ "Borobudur, Angkor Wat to become sister sites". 13 Januari 2012.
- ^ "Maskapai Indonesia Diminta Terbang Langsung ke Kamboja". 29 Agustus 2012.
- Daftar pustaka
- Briggs, Lawrence Robert (1951, reprinted 1999). The Ancient Khmer Empire. White Lotus. ISBN 974-8434-93-1.
- Forbes, Andrew; Henley, David (2011). Angkor, Eighth Wonder of the World. Chiang Mai: Cognoscenti Books. ASIN: B0085RYW0O
- Freeman, Michael and Jacques, Claude (1999). Ancient Angkor. River Books. ISBN 0-8348-0426-3.
- Higham, Charles (2001). The Civilization of Angkor. Phoenix. ISBN 1-84212-584-2.
- Higham, Charles (2003). Early Cultures of Mainland Southeast Asia. Art Media Resources. ISBN 1-58886-028-0.
- Hing Thoraxy. Achievement of "APSARA": Problems and Resolutions in the Management of the Angkor Area.
- Petrotchenko, Michel (2011). Focusing on the Angkor Temples: The Guidebook, 383 pages, Amarin Printing and Publishing, ISBN 978-616-90744-0-3
- Ray, Nick (2002). Lonely Planet guide to Cambodia (4th edition). ISBN 1-74059-111-9.
Pranala luar
- Buckley, Michael (1998). Vietnam, Cambodia and Laos Handbook. Avalon Travel Publications. Online excerpt The Churning of the Ocean of Milk retrieved 25 July 2005.
- Glaize, Maurice (2003 edition of an English translation of the 1993 French fourth edition). The Monuments of the Angkor Group. Retrieved 14 July 2005.
- University of Applied Sciences Cologne. German Apsara Conservation Project Retrieved 2 May 2010.
- University of Heidelberg, Germany, Chair of Global Art History, Project (Michael Falser): Heritage as a Transcultural Concept – Angkor Vat from an Object of Colonial Archaeology to a Contemporary Global Icon [1]
- BBC Horizon (4 November 1999). Atlantis Reborn (script). Broadcast BBC2 4 November 1999, retrieved 25 July 2005.
- Angkor Wat – APSARA Authority Official Description
- Angkor Wat and Angkor photo gallery by Jaroslav Poncar May 2010
- Angkor digital media archive – Photos, laser scans, panoramas of Angkor Wat's Western Causeway and Banteay Kdei from a CyArk/Sophia University/University of California partnership.
- Free 3D virtual interactive model of Angkor Wat
- BBC: Map reveals ancient urban sprawl August 2007
- Guide to the Angkor Monuments – PDF Downloadable English translation of Maurice Glaize's 1944 guide
- Inventory of Angkor Wat devata (sacred Khmer women) February 2010
- Laser technology reveals lost city around Angkor Wat June 2013
- Roland Fletcher, director of the Greater Angkor Project, lectures on "LiDAR, Water and Greater Angkor in November, 2013
Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link GA Templat:Link GA Templat:Link GA