Hamdan Zoelva

politisi Indonesia

Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (lahir 21 Juni 1962) adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2016, menggantikan Akil Mochtar yang di berhentikan karena terlibat kasus suap sengketa pilkada Kabupaten Lebak, Banten.[2] Ia juga pernah menjabat sebagai salah satu pengurus di Partai Bulan Bintang.[3]

Dr.
Hamdan Zoelva
S.H., M.H.
Berkas:Hamdan Zoelva MK.jpg
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 4
Mulai menjabat
1 November 2013
Sebelum
Pendahulu
Akil Mochtar
Pengganti
Petahana
Sebelum
Hakim Konstitusi Republik Indonesia
Masa jabatan
1 April 2008 – sekarang
Wakil Ketua Komisi II DPR Republik Indonesia[1]
Masa jabatan
1999 – 2004
Informasi pribadi
Lahir21 Juni 1962 (umur 62)
Indonesia Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Alma materUniversitas Hasanuddin, Universitas Padjajaran
PekerjaanAdvokat, politikus, akademisi, Hakim Konstitusi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Masa kecil

Hamdan Zoelva lahir dari pasangan TG. KH. Muhammad Hasan, BA, yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukhlisin di Bima, dan Hj. Siti Zaenab.[4] Hamdan menghabiskan masa kecil di Desa Parado, sekitar 50 kilometer dari Kota Bima.[4] Ia dibesarkan dalam tradisi keluarga santri dan disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah.[4] Menginjak kelas 4, ia dipindahkan ke Sekolah Dasar Negeri No. 4 Salama Nae Bima pada 1974, sambil menjalani pendidikan agama di Madrasah Diniyah.[4] Setelah lulus SD, ia melanjutkannya ke Madrasah Tsanawiyah Negeri Padolo Bima pada 1977, dan menamatkan pendidikan tingkat atasnya di Madrasah Aliyah Negeri Saleko Bima pada tahun 1981.[3]

Pendidikan

Gelar Sarjana Hukumnya ia dapatkan dari Universitas Hasanuddin, Makassar, di mana ia mengambil jurusan Hukum Internasional.[3] Saat menjalani kuliah di Universitas Hassanuddin, ayahnya meminta Hamdan untuk mengambil pendidikan tinggi di bindang agama untuk melanjutkan tradisi keluarganya yang berlatar belakang pesantren.[4] Karena itu, Hamdan memutuskan untuk mendaftar ke Fakultas Syari'ah IAIN Alaudin, Makassar (1981-1984)[4]. Semasa mahasiswa, Hamdan aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).[4] Di organisasi tersebut, ia menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI Indonesia Timur.[4] Karena kegiatannya mengurus organisasi, ia memilih untuk melepas pendidikannya di IAIN Alaudin meski sudah berkuliah selama tiga tahun dan hampir mendapatkan gelar Sarjana Muda.[4]

Ia juga sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta (1998-2001), yang juga tidak diselesaikan.[3] Pada tahun 2004, ia berhasil mendapatkan gelar Magister Hukum dari Universitas Padjajaran, Bandung, dan meraih gelar doktor S3 di bidang Ilmu Hukum Tata Negara dari universitas yang sama pada tahun 2010, dengan disertasi berjudul "Pemakzulan Presiden di Indonesia."[3]

Karir

Awal karir

 
Gedung Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga di mana Hamdan ikut terlibat dalam pendiriannya.

Hamdan memulai karirnya ketika dengan menjadi asisten dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta Fakultas Syariah IAIN Makassar (1986-1987).[3] Ia sempat melamar menjadi dosen, namun ditolak.[4][3] Atas saran dosen pembimbingnya, ia merantau ke Jakarta dan bekerja selama tiga tahun sebagai Asisten Pengacara & Konsultan Hukum pada Law Office OC. Kaligis & Associates Jakarta, yang secara khusus menangani bidang Non Litigasi, pembuatan kontrak & perjanjian - perjanjian dagang, investasi PMA, perburuhan, negosiasi dan lain-lain sebelum akhirnya mendirikan kantor hukum sendiri, SPJH&J Law Firm.[4][3] Pada tahun 1989, diangkat dan dilantik sebagai pengacara dalam lingkungan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.[4] Di tahun 1997, Hamdan memutuskan untuk memisahkan diri dan membangun kantor advokat Hamdan, Sujana, Januardi, dan Partner (HSJ&P) hingga dibubarkan tahun 2004.[3]

Karir politik

Saat reformasi terjadi di tahun 1998-1999, ia bersama sejumlah rekannya di Forum Ukuwah Islamiyah (FUI) mendirikan partai baru, Partai Bulan Bintang (PBB), dan ditunjuk sebagai Wakil Sekretaris Jendral.[4] Di Pemilihan Umum 1999, ia ikut dalam pemilihan calon anggota legislatif dan akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah kelahirannya, Provinsi Nusa Tenggara Barat.[4] Berkat pengalaman organisasinya, ia juga dipercaya menjadi Sekretaris Fraksi PBB di DPR dan kemudian duduk di badan Musyawarah (Bamus) DPR, sekaligus menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR bidang Hukum dan Politik.[4]

Posisinya di DPR tersebut menjadikannya terlibat langsung merumuskan berbagai kebijakan negara yang penting dan strategis, termasuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden serta proses pemakzulan presiden.[4] Pada periode 1999-2002, Hamdan menjadi satu-satunya wakil Fraksi PBB di Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR yang membidani perubahan Undang-Undang Dasar 1945.[4] Ia juga menjadi salah satu tokoh yang turut melahirkan MK lewat perannya sebagai anggota Panitia Khusus penyusun Rancangan Undang-Undang MK.[4] Dalam posisi ini, ia terlibat langsung merumuskan berbagai hal mengenai MK, baik organisasi maupun hukum beracara di MK.[4] Ia juga terlibat sebagai salah satu anggota DPR yang terlibat dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Konstitusi periode pertama dari unsur DPR.[4]

Karir di Mahkamah Konstitusi

Setelah MK terbentuk, ia bergabung dalam Forum Konstitusi (FK), organisasi yang didirikan para pelaku perubahan UUD 1945, sebagai sekretaris dan bekerja sama dengan MK melakukan sosialisasi dan peningkatan pemahaman tentang UUD 1945 ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk lewat buku naskah Komprehensif Perubahan UUD RI 1945 yang diterbitkan MK.[4] Selain buku tersebut, ia juga menerbitkan buku Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi untuk siswa tingkat SD/Madrasah Ibtidaiyah, SMP/Madrasah Tsanawiyah, dan SMA/Madrasah Aliyah.[4] Ia juga mengikuti sidang-sidang penting di MK dengan berbagai kedudukan, antara lain mewakili DPR dalam sidang pengujian undang-undang dan berkali-kali menjadi saksi ahli di ruang sidang MK.[4]

Pada tahun 2004, ia bersama Januardi S. Hariwibowo mendirikan kantor hukum Hamdan & Januardi Law Firm, ya ia tutup ketika ia diangkat menjadi hakim konstitusi di awal tahun 2010.[4][3] Dengan usia 47 tahun, ia merupakan hakim konstitusi termuda pada periode tersebut.[4] Selain berhenti menjadi advokat, Hamdan juga meninggalkan semua aktivitas politiknya untuk menghindari konflik kepentingan.[4]

Kehidupan pribadi

Hamdan Zoelva menikah dengan R.A. Nina Damayanti S.H. dan dikaruniai tiga orang anak, yaitu Muhammad Faris Aufar, Ahmad Arya Hanafi, A. Adib Karamy. Hamda memiliki hobi bermain golf dan menguasai bahasa Inggris aktif serta bahasa Arab pasif.

Kegiatan Sosial Politik Kemasyarakatan

Referensi

Daftar pustaka

Pranala luar

Didahului oleh:
???
Wakil Ketua Komisi II DPR
1999-2004
Diteruskan oleh:
???
Didahului oleh:
Akil Mochtar
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
2013 - 2016
Diteruskan oleh:
Petahana