Abimanyu

Tokoh dalam wiracarita Mahabharata
Revisi sejak 14 September 2014 15.17 oleh Schuzzknow (bicara | kontrib) (Menolak perubahan relly)

Abimanyu (Dewanagari: अभिमन्यु; ,IASTabhiman'yu, अभिमन्यु) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putra Arjuna dan Subadra. Dalam wiracarita Mahabharata, ditetapkan bahwa Abimanyulah yang akan meneruskan Yudistira sebagai pewaris takhta. Riwayatnya dituturkan sebagai pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai salah satu kesatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utari, putri Raja Wirata dan memiliki seorang putra bernama Parikesit, yang lahir tak lama setelah ia gugur.

Abimanyu
अभिमन्यु
Pangeran Abimanyu (kiri) dan istrinya, Utari (kanan)
Pangeran Abimanyu (kiri) dan istrinya, Utari (kanan)
Tokoh Mahabharata
NamaAbimanyu
Ejaan Dewanagariअभिमन्यु
Ejaan IASTAbhiman'yu
Nama lainParthasuta, Parthātmaja
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Kuru
KediamanHastinapura
KastaKesatria
DinastiCandra
KlanKuru
SenjataPanah
AyahArjuna
IbuSubadra
IstriUtari
AnakParikesit

Arti nama

Abimanyu terdiri dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi (berani) dan man'yu (tabiat). Dalam bahasa Sanskerta, kata Abhiman'yu berarti "ia yang memiliki sifat tak kenal takut" atau "yang bersifat kepahlawanan".

Riwayat

Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Arjuna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Arjuna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra tertidur, maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.

Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang kesatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, putri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.

Sebagai cucu Dewa Indra, dewa senjata ajaib sekaligus dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan kesatria-kesatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayah, paman, dan sekutunya.

Kematian

 
Formasi Chakrawyuha.
Abimanyu terbunuh di dalamnya

Pada pertempuran di hari ketiga belas, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Cakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan Raja Trigarta dan laskar Samsaptaka. Karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan selain mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Cakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.

Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa—kecuali Arjuna—hanya untuk satu hari. Setelah tertinggal, Abimanyu berjuang sendirian dalam menghadapi serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh beberapa kesatria yang mendekatinya, termasuk putra Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putra kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan zirah Abimanyu, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putra Dursasana mencoba untuk melawan Abimanyu dengan tangan kosong. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putra Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.

Arjuna membalas dendam

Berkas:Abhimanyu Arjuna.jpg
Abimanyu dan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.
 
Lukisan dari Kuil Hoysaleswara di India, menampilkan adegan saat Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrawbyuha.

Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam, kalau gagal maka Arjuna siap membakar dirinya sendiri hidup-hidup. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.

Penjelasan mengenai kematiannya

Abimanyu adalah inkarnasi dari putra Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian putranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa putranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan putranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran.

Putra Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai kesatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda.

Abimanyu dalam pewayangan Jawa

Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.

Riwayat

Berkas:Abimanyu.jpg
Abimanyu dalam versi pewayangan Jawa

Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina. Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat "Wahyu Cakraningrat", suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.

Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:

  • Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi, kisah pernikahan Abimanyu dengan Siti Sundari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul "Alap-Alapan Siti Sundari" atau "Jaya Murcita Ngraman".;
  • Dewi Utari, putri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit, kisah pernikahan Abimanyu dengan Utari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul "Putu Rabi Nini" atau "Kalabendana Gugur".

Bharatayuddha

Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang berada di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni Bima, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh satria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.

Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur formasi perang, dia maju sendiri ke tengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Kurawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Kurawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Konon tragedi itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.

Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Hastinapura (Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyu pun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, satria Banakeling.

Kakawin Bharatayuddha

Kutipan di bawah ini diambil dari Kakawin Bharatayuddha, yang menceritakan pertempuran terakhir Sang Abimanyu.

Sloka Terjemahan
Ngkā Sang Dharmasutā təgəg mulati tingkahi gəlarira nātha Korawa, āpan tan hana Sang Wrəkodara Dhanañjaya wənanga rumāmpakang gəlar. Nghing Sang Pārthasutābhimanyu makusāra rumusaka gəlar mahā dwija, manggəh wruh lingirāng rusak mwang umasuk tuhu i wijili rāddha tan tama
Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.
Sāmpun mangkana çighra sāhasa masuk marawaça ri gəlar mahā dwija. Sang Pārthātmaja çūra sāra rumusuk sakəkəsika linañcaran panah, çirṇa ngwyuha lilang təkap Sang Abhimanyu təka ri kahanan Suyodhana. Ḍang Hyang Droṇa Krəpāpulih karaṇa Sang Kurupati malayū marīnusi.
Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi.
Ṇda tan dwālwang i çatru çakti mangaran Krətasuta sawatək Wrəhadbala. Mwang Satyaçrawa çūra mānta kəna tan panguḍili pinanah linañcaran. Lāwan wīra wiçesha putra Kurunātha mati malara kokalan panah. Kyāti ng Korawa wangça Lakshmanakumāra ngaranika kaish Suyodhana.
Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Laksmanakumara, yang disayangi Suyodhana.
Ngkā ta krodha sakorawālana manah panahira lawan açwa sarathi. Tan wāktān tang awak tangan suku gigir ḍaḍa wadana linaksha kinrəpan. Mangkin Pārthasutajwalāmurək anyakra makapalaga punggəling laras. Dhīramūk mangusir ỵaçānggətəm atễn pəjaha makiwuling Suyodhana.

Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.
Ri pati Sang Abhimanyu ring raṇāngga. Tənyuh araras kadi çéwaling tahas mas. Hanana ngaraga kālaning pajang lèk. Çinaçah alindi sahantimun ginintən.
Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun.

Lihat pula

Pranala luar