Bahasa Palembang Alus
Bahasa Palembang Alus (Bebaso) merupakan tingkatan dari Bahasa Palembang yang biasanya dituturkan oleh dan untuk orang-orang yang dihormati atau yang usianya lebih tua. Seperti dipakai oleh anak kepada orang tua, menantu kepada mertua, murid kepada guru, atau antar penutur yang seumur dengan maksud untuk saling menghormati, karena Bebaso artinya berbahasa sopan dan halus.
Bahasa Palembang Alus BPS: 0051 0 | |||||
---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||
Wilayah | Sumatera Selatan | ||||
Penutur | 100.000 | ||||
| |||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | mui | ||||
BPS (2010) | 0051 0 | ||||
Portal Bahasa | |||||
Asal Usul (Sejarah)
Baso Palembang Alus hampir menyerupai Bahasa Jawa, oleh sebab itu banyak orang berasumsi bahwa bahasa Palembang berasal dari Jawa. Namun pada dasarnya tidaklah demikian. Bahkan sebaliknya, Bahasa Palembang Alus lah yang mempengaruhi bahasa Jawa Kuno sehingga menjadi bahasa Jawa yang dikenal sekarang, Bahasa Palembang Alus pun juga dipengaruhi bahasa Jawa. Pendapat ini disangkal oleh pendapat lain yang menyatakan bahwa Etnis Palembang masih serumpun dengan Etnis Jawa dan Sunda. Hal ini dapat dibuktikan karena Kebudayaan (termasuk bahasa) Palembang dan Jawa juga Sunda terlihat kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Bahasa ini sangat erat kaitannya dengan sejarah perkembangan Kesultanan Palembang.
Menurut sumber sejarah lokal, Kesultanan Palembang muncul melalui proses yang panjang dan berkaitan erat dengan kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, dan Kerajaan Mataram. Palembang (Melayu/ Sriwijaya ) pada masa lalu adalah cikal bakal berdirinya kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa. Dalam manuskrip sejarah Palembang diceritakan:
Al kisah tersebutlah dalam satu masa di Bukit Siguntang duduk memerintah seorang raja bernama Raja Sulan yang mempunyai dua orang putra, masing-masing bernama Alim dan Mufti, Alim menjadi sultan setelah ayahandanya wafat, sedangkan Mufti menjadi sultan di Gunung Meru. Setelah Sultan Alim wafat ia digantikan oleh putranya tanpa melalui musyawarah dengan pamannya Sultan Mufti.
Karena itu Sultan Mufti bermaksud untuk menurunkan putera Sultan Alim dari kedudukannya sebagai Sultan di Bukit Siguntang. Mendengar cerita tersebut maka putra Sultan Alim beserta seluruh rakyat dan pasukannya meninggalkan Bukit Siguntang menuju Indragri. Mereka menetap di suatu daerah yang mereka pagari dengan ujung sebagai tempat pertahanan. Kemudian tempat tersebut bernama Pagaruyung (Padang, Sumatera Barat). Setelah Sultan Mutfi wafat, ia digantikan oleh puteranya dengan pusat pemerintah di Lebar Daun bergelar Demang Lebar Daun hingga tujuh turun lebih. Demang Lebar Daun ini mempunyai seorang saudara kandung bergelar Raja Bungsu. Kemudian Raja Bungsu tersebut hijrah ke tanah Jawa, di negeri Majapahit, bergelar Prabu Anom Wijaya atau Prabu Wijaya/Brawijaya sampai tujuh turun pula. Brawijaya yang terakhir memiliki putera bernama Aria Damar atau Aria Dilah dikirim ke tanah asal nenek moyangnya yaitu Palembang, ia dinikahkan dengan anak Demang Lebar Daun dan diangkat menjadi raja (1445-1486). Ia juga mendapat kiriman seorang putri Cina yang sedang hamil, yakni isteri ayahnya yang diamanatkan kepadanya untuk mengasuh dan merawatnya, Sang puteri ini melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Fatah atau bergelar Panembahan Palembang, yang kemudian menjadi raja pertama di Demak.
Pada saat Raden Fatah menjadi raja Demak (1478-1518), ia berhasil memperbesar kekuasaannya dan menjadikan Demak kerajaan Islam pertama di Jawa. Akan tetapi kerajaan Demak tidak mampu bertahan lama karena terjadinya perang saudara, Setelah kerajaan Demak mengalami kemunduran, muncullah Kesultanan Pajang. Penyerangan Kesultanan Pajang ke Demak mengakibatkan sejumlah bangsawan Demak melarikan diri ke Palembang.
Rombongan dari Demak yang berjumlah 80 orang dikepalai oleh Ki. Sedo Ing Lautan (1547-1552) menetap di Palembang Lama (1 Ilir) yang saat itu Palembang di bawah pimpinan Dipati Karang Widura, keturunan Demang Lebar Daun. Mereka mendirikan istana Kuto Gawang dan masjid di Candi Laras (PUSRI sekarang). Pengganti Pangeran Sedo Ing Lautan adalah anaknya, Ki. Gede Ing Suro (1552-1573), setelah wafat diganti oleh Kemas Anom Adipati Ing Suro/Ki. Gede Mudo (1573-1590). Kemudian diganti saudaranya Sultan Jamuluddin Mangkurat II Madi Alit (1629-1630), kemudian Sultan Jamaluddin Mangkurat III Sedo Ing Puro (1630-1639), Sultan Jamaluddin Mangkurat IV Sedo Ing Kenayan (1639-1950), Sultan Jamaluddin Mangkurat V Sedo Ing Peserean (1651-1652), Sultan Jamaluddin Mangkurat VI Sedo Ing Rejek (1652-1659), Sultan Jamaluddin VII Susuhunan Abdurrahman Candi Walang (1659-1706), Sultan Muhammad Mansur (1706-1714), Sultan Agung Komaruddin (1714-1724), Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1757), dst.
Pada abad ke 16 di Palembang mulai terbentuk dan tumbuh suatu pemerintahan yang bercorak Islam. Pangeran Aria Kesumo (Kemas Hindi) pada tahun 1666 memproklamirkan Palembang menjadi negara Kesultanan beliau bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam berkuasa (1659-1706). Dengan demikian Islam telah menjadi agama Kesultanan Palembang Darussalam dan pelaksanaan hukum Islam berdasarkan ketentuan resmi hingga berakhirnya Kesultanan Palembang pada tahun 1823.
Kamus Bahasa Palembang Alus
A
Ageng = Besar
Anom = Muda
Alit = Kecil
Ayun = akan / Mau
Anyar = Baru
Angsal = Boleh
Apik = Rapih Sedikit / Langkah
B
Belimban = Pinjam Meminjam
Berembuk = Musyawarah
Baul = Kencing
Baito = Perahu
Bakto = Bawah / Membawa
Berunang = Bakul
Betose = Bercerita
Bilik = kamar
betaken = betanyo
besebangun = berpacaran
benjang = besok, ~ pagi (besok pagi, ~ waktu duha= besok wkt duha)
C
Cerios = Berbicara / Berbincang
Cindo = Cantik / Tampan
Carem = Menyelesaikan pekerjaaan bersama sama
Celeketan= pinter,
D
Dados / Dades = Jadi
Damel = Kerja
Deedeenyo = Bukannya
Dereng = Belum
Diyaturi = Silahkan
Dumin = Dulu
Dermo = Sumbangan / Dana
danten = semua, (galo) ,sedantennyo = semuanya
Domik = suami
Dahar=makan
E
Engge = ya / iya
Embil = Ambil
Emo/ Ema = Bapak (untuk tingkatan tertentu spt kiagus)
J
Jabo = di luar (lebih halus Luan= Luar)
G
Garang = Teras (istilah dlm rumah limas : Tadah Embun)
K
Kelambi = Baju
Kelap = Ujar, Kata , ~ sinten: uji sapo
Kesah = Pergi
Kerihin = Dulu ( Saua dulu )
Kirang = Kurang
Keengkeen/kongkon = Suruh/ Perintah
Katah = Banyak
Kebutiran = KEtahuan
Ketingalan = Kelihatan
L
Luan = di depan
Lebet = dalam , : ke~ = ke Dalam
Lese(r) = bener
Lali = Lupa
Lambat = Lama, pada barang~ : barang lama
lunyu=licin
M
Montop = Muncul
Maler = Masih
Mantok = Pulang, Balik
Majeng = Dipersilahkan, diaturi
Mak Pundi = Bagaimana, Mak Mano
Mengken = Nanti, kagek, ~ saos: Nanti saja/ kagek be
N
Nano = Tidak, idak
Nami = Nama
Nedo = Makan
Ningal = lihat , ~i : lihati ,~ saos : Lihat saja
P
Pundi = Mana , di~ : dimana, Mak~ ; Mak Mano
Pangkeng = kamar
PAwon = Dapur
Pedupan = tempat dupa
Pino kawan = pengawal
Papak = Nyambut (mapak = menyambut)
Pinten = Berapa
Pedaleman = Alamat , dipundi pedaleman niko?: dimana alamatmu?
Penet = Sehat (pd Belum)
R
Rencang= Kawan
Rawuh = Datang
Redano = Uang
Rompok = Rumah
S
Sae = baik,bagus ( ~ la niku : baguslah itu)
Seluar = celana
Selengkung = Rp. 25,-
Sewur = canting, gayung
Sema = istri, be~: beristri
Sinten = Siapa
Sios = satu
Saos = saja (bae)
Sampon = Sudah
Sade = Jual, be~ : Bejual
Sung = Beri (Ngesung ; Ngasih/ memberi/ ngenjok)
Sami = Sama
Sedanten = semua
Sare = Tidur (sedikit kasar, lebih halus Tilem)
T
Tilem = Tidur (untuk orang tua)
Taken = Tanya
Tebih = Jauh
Toyo = Banyu
W
Wikan = tau, se~ kulo ; setahu saya
Wengkeng = belakang
Wau = tadi (pada : wau niku wenten rencang kulo= tadi itu ada teman saya)
Walit = Bapak, aba
Wenten = Ada
Waya- Waya = Kira-kira
Penggunaan Kata
Ayun ( Mau )
Ayun Kepundi : Mau Kemana
Ayun Bekelap : Mau Berkata
Ayun Bedamel : Mau Bekerja
Ayun Kepawon : Mau Kebelakang
Ayun Wikan : Mau Tahu / kenal
Ayun Betaken : Mau Bertanya
Ayun Tumut : Mau Ikut
Ayun Mantuk : Mau Pulang
Ayun Ningali : Mau Melihat
Ayun Ngesung : Mau Memberi
Dereng ( Belum)
Dereng Mantuk : Belum Pulang
Dereng Angsal : Belum Boleh
Dereng Rawuh : Belum Datang
Dereng Bedamel : Belum Bekerja
Dereng Nedo : Belum Makan
Dereng Lambat : Belum Lama
Dereng Sare : Belum Tidur
Kulo
Kulo Ayun : Saya Mau
Kulo Wikan : Saya Tahu / Kenal
Kulo Makpundi : Saya Bagaimana
Kulo Ngeriki : Saya Disini
Kulo Niki : Saya Ini
Kulo Tingali : Saya Lihat
Kulo Wau : Saya Tadi
Napi (Apa)
Napi Diaturi : Apa Dipersilahkan
Napi Angsal : Apa Boleh
Napi Kelapnyo : Apa Katanya
Napi Wenten : Ada Apa
Napi Leser : Apa Benar
Pinten (Berapa )
Pinten Kulo Terimo : Berapa Saya Terima
Pinten Wentennyo : Berapa Terimanya
Pinten Katah : Berapa Banyak
Sinten / Sampun (Siapa/ Sudah)
Sinten Nami Niku : Siapa Nama Anda
Sinten Ngerunut : Mencari Siapa
Sampun Wikan : Sudah Tahu
Sampun Leser : Sudah Benar
Sampun Mantuk : Sudah Pulan
Taken (tanya)
Taken Saos : Tanya Saja
Bilangan
Siyos = satu
Kale = dua
Telu = tiga
Gawan = empat
Gangsal = Lima
Genep = enam
Pitu = tujuh
Wolu = delapan
Songo = sembilan
Sedoso = sepuluh
Sesiyos = Sebelas
Sekale = Dua Belas
Segangsal = Lima Belas
Kale doso = Dua puluh
Selikur=dua puluh satu
Selawe=dua puluh lima
Panggilan Dalam Keluarga
Aba, Buya,Ma ,Rama = Ayah
Ibok ,Embuk = Ibu
Mang = Kakak
Mang Cak = Kakak Besar
Mangcik = Kakak Kecil
Mang cek=Kakak cek(Panggilan Kehormatan)
Ayuk=Kakak Perempuan
Mamang=Paman
Bicik=Bibi Kecil
Binga =Bibi tengah
Bicak =Bibi Besar
Uwak =Lebih tua dari orang tua kita
Yai =Kakek
Nyai=Nenek
Jada=Nenek dari Bapak
Pelestarian Bebaso
Bebaso agak lebih sulit dan berbeda sekali istilahnya dengan bahasa sehari-hari. Sekarang ini sudah tidak banyak lagi wong Palembang yang pandai bebaso, karena itu sudah jarang terdengar. Anak-anak muda boleh dikatakan banyak yang tidak bisa menggunakan bebaso, begitu juga orang-orang dewasa. Sehingga seolah-olah sekarang ini bebaso itu hampir hilang.
Oleh sebab itu bebaso ini harus dibiasakan dalam pergaulan sehari-hari kepada siapapun sebab didalamnya terdapat norma, adab dan sopan santun, sehingga bila dibiasakan akan mendatangkan kebaikan dan besar kemungkinan terhindar dari salah paham, tersinggung, cekcok, dan sebagainya. Bebaso juga enak didengart dan dipandang mata, karena penyampaiannya secara sopan dan halus, nada suaranya tidak tinggi, lambat, serta dengan sikap merendah.
Pranala Luar
- (Indonesia) Kamus Bahasa Palembang Alus