Bioetika merupakan istilah yang relatif baru dan terbentuk dari dua kata Yunani (bios = hidup dan “ethos” = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup. Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait.

Sebagai sebuah etika rasional, bioetika bertitik tolak dari analisis tentang data-data ilmiah, biologis, dan medis. Keabsahan campur tangan manusia dikaji. Nilai transendental manusia disoroti dalam kaitan dengan sang pencipta sebagai pemegang nilai mutlak. Terkadang, istilah bioetika juga digunakan untuk mengganti istilah etika medis, yang mencakup masalah etis tentang ilmu-ilmu biologis seperti penyelidikan tentang hewan, serta usaha-usaha manipulasi spesies-spesies bentukan genetik non manusiawi. Acap kali, penggunaan istilah bioetika dan etika medis saling dipertukarkan.

Dalam kajian ini, biologi, bioteknologi, ekologi, pertanian, kedokteran, politik, hukum, dan filsafat dimanfaatkan sebagai bahan baku perdebatan. Termasuk dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya adalah definisi kematian, eutanasia dan hak untuk mati, pinjam-meminjam rahim, pemanfaatan gen organisme asing dalam tanaman pangan atau tanaman ekonomis lain, pemanfaatan benih dan tanaman obat dari masyarakat asli oleh organisasi multinasional, pembajakan biologis (biopiracy), dan penggunaan senjata biologi.

Sejarah Terminologi

Istilah bioetika pertama kali diperkenalkan pada tahun 1927 oleh Fritz Jahr, yang "diharapkan banyak menyumbang berbagai argumentasi dan diskusi dalam penelitian biologi kontemporer yang melibatkan hewan" dalam suatu artikel tentang "keniscayaan bioetika." Saat itu ia mengisyaratkan penggunaan bagi isu-isu ilmiah hewan dan tumbuhan. Pada tahun 1970, ahli biokimia Amerika Van Rensselaer Potter juga menggunakan istilah tersebut dengan makna yang lebih luas, yang mencakup solidaritas terhadap biosfer, sehingga menghasilkan etika global, suatu disiplin yang mewakili hubungan antara biologi, kedokteran, ekologi, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka mencapai kelangsungan hidup baik manusia dan spesies hewan lainnya.

Teknologi kedokteran berkaitan langsung dengan hidup matinya manusia, sedangkan kehidupan dan kematian manusia adalah suatu hal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam nilai-nilai moral di mana pun. Sehingga, setiap perlakuan terhadapnya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari segi moral. Inilah dasar perkembangan bioetika dan ini pula alasannya mengapa kemajuan teknologi kedokteran selalu berhadapan dengan bioetika. Bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang.

Walaupun mungkin masih merupakan suatu istilah yang baru bagi kebanyakan orang, bioetika kini telah menjadi semacam gerakan baru yang melanda seluruh dunia. Kehadiran dan urgensinya tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahun, khususnya biologi dan ilmu kedokteran yang menimbulkan masalah-masalah etis yang luar biasa.

bioetika merupakan suatu disiplin keilmuan yang baru, yang merupakan kombinasi antara pengetahuan hayati (biologi) dengan pengetahuan sistem nilai manusia. Definisi ini sekaligus memberikan pula tujuan bioetika, yaitu membangun jembatan antara ilmu pengetahuan dan humaniora (kemanusiaan), membantu “kemanusiaan” untuk tetap selamat dan lestari, serta menyempurnakan dunia beradab.

Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.

Tiga etika dalam bioetika

  1. Etika sebagai nilai-nilai dan asa-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu keloompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.
  2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas (apa yang dianggap baik atau buruk). Misalnya: Kode Etik Kedokteran, Kode Etik Rumah Sakit.
  3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan nilai-nilai moral.

Fransese Abel merumuskan definisi tentang bioetika yang diterjemahkan Bertens sebagai berikut: Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan oleh perkembanagn di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun pada skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat luas serta sistem nilainya kini dan masa mendatang.

Bidang cakupan bioetika telah mencapai berbagai penelitian pada manusia, mulai dari perdebatan tentang “batas-batas kehidupan”, misalnya aborsi, eutanasia, pembedahan dengan alokasi sumber daya perawatan kesehatan terbatas (misalnya donasi organ) benar-benar dapat menolak perawatan medis untuk alasan agama atau budaya. Ahli bioetika sering berselisih paham di antara mereka sendiri atas batas yang tepat dari disiplin mereka, serta memperdebatkan apakah evaluasi etis atas fakta-fakta biologi dan kedokteran yang tersedia harus mempertimbangkan semua pertanyaan yang melibatkan, atau hanya sebagian dari pertanyaan-pertanyaan ini. Beberapa ahli bioetika cenderung mempersempit evaluasi etis hanya untuk moralitas perawatan medis atau inovasi teknologi, dan waktu pengobatan manusia. Yang lainnya akan memperluas lingkup evaluasi etis untuk memasukkan moralitas semua tindakan yang mungkin bisa membantu atau membahayakan organisme yang mampu merasa takut. Di bidang pemanfaatan sumber daya hayati, berkembang pula produk teknologi organisme termodifikasi genetik organisme transgenik yang dalam penggunaannya memerlukan pengkajian dan peraturan/regulasi yang hati-hati karena adanya isu keamanan hayati dan keamanan pangan yang melekat padanya. Dengan demikian, dibentuk komite bioetika Indonesia.


Batasan

Muchtadi (2007)<> Muchtadi, T.R. 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Seminar Etika Penelitian di Bidang Kesehatan Reproduksi. Surabaya: Universitas Airlangga.<> memberikan beberapa batasan bioetika. Sahin Aksoy, 2002: Bioetika ialah semacam ilmu pengetahuan yang menawarkan pemecahan masalah bagi konflik moral yang timbul dalam tindakan, praktek kedokteran dan ilmu hayati. --BP59Febri (bicara) 30 November 2014 01.05 (UTC)Van Potter, 1970: Bioetika ialah suatu disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan biologi dengan pengetahuan mengenai sistem nilai manusia, yang akan menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, membantu menyelamatkan kemanusian, dan mempertahankan dan memperbaiki dunia beradab. Honderich Oxford, 1995: Bioetika ialah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknik-teknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Onara O’Neill, 2002: Bioetika bukanlah suatu disiplin tetapi menjadi tempat bertemunya sejumlah disiplin, diskursus, dan organisasi yang terlibat dan peduli pada persoalan etika, hukum, dan sosial yang ditimbulkan oleh kemajuan dalam kedokteran, ilmu pengetahuan, dan bioteknologi. UNESCO, 2005 Bioetika mengacu pada kajian sistematis, plural dan interdisiplin mengenai penyelesaian masalah etika yang timbul dari ilmu-ilmu kedokteran, hayati, dan sosial, sebagaimana yang diterapkan pada manusia dan hubungannya dengan biosfer, termasuk masalah yang terkait dengan ketersediaan dan keterjangkauan perkembangan keilmuan dan keteknologian dan penerapannya. Kepmen Menristek No.112 Tahun 2009 menyatakan bahwa bioetika adalah ilmu hubungan timbal balik sosial (Quasi social science) yang menawarkan pemecahan terhadap konflik moral yang muncul dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumberdaya hayati. Diperlukan rambu-rambu berperilaku (etika) bagi para pengelola ilmu pengetahuan, ilmuwan dan ahli teknologi yang bergerak di bidang biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika. Bioetika akan dapat berfungsi sebagai pemanduan, .pengawalan, dan pemantauan dan pengawasan. 7. Bioetika adalah studi tentang etika yang kontroversial yang ditimbulkan oleh kemajuan dalam bidang biologi dan kedokteran. Ahli bioetika peduli dengan berbagai problema etika yang muncul dalam hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, kedokteran, politik, hukum, dan filsafat. Hal ini juga termasuk studi tentang pertanyaan lyang lebih umum mengenai nilai ("etika yang biasa") yang timbul dalam perawatan utama dan cabang lain dari pengobatan (Wikipedia).


Sejarah Terminologi

Istilah bioetika (bios bahasa Yunani: hidup, etos, perilaku) diperkenalkan pada tahun 1927 oleh Fritz Jahr, yang "diharapkan banyak menyumbang berbagai argumentasi dan diskusi dalam penelitian biologi kontemporer yang melibatkan hewan" dalam suatu artikel tentang "keniscayaan bioetika." Saat itu ia mengisyaratkan penggunaan bagiisu-isu ilmiah hewan dan tumbuhan. Pada tahun 1970, ahli biokimia Amerika Van Rensselaer Potter juga menggunakan istilah tersebut dengan makna yang lebih luas, yang mencakup solidaritas terhadap biosfer, sehingga menghasilkan "etika global," suatu disiplin yang mewakili hubungan antara biologi, kedokteran, ekologi, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka mencapai kelangsungan hidup baik manusia dan spesies hewan lainnya.

bioetika merupakan suatu disiplin keilmuan yang baru, yang merupakan kombinasi antara pengetahuan hayati (biologi) dengan pengetahuan sistem nilai manusia. Definisi Potter ini sekaligus memberikan pula tujuan bioetika, yaitu membangun jembatan antara ilmu pengetahuan dan humaniora (kemanusiaan), membantu “kemanusiaan” untuk tetap selamat dan lestari, serta menyempurnakan dunia beradab.

Cakupan

Bidang cakupan bioetika telah mencapai berbagai penelitian pada manusia, mulai dari perdebatan tentang “batas-batas kehidupan” (misalnya aborsi, eutanasia), pembedahan dengan alokasi sumber daya perawatan kesehatan terbatas (misalnya donasi organ) benar-benar dapat menolak perawatan medis untuk alasan agama atau budaya. Ahli bioetika sering berselisih paham di antara mereka sendiri atas batas yang tepat dari disiplin mereka, serta memperdebatkan apakah evaluasi etis atas fakta-fakta biologi dan kedokteran yang tersedia harus mempertimbangkan semua pertanyaan yang melibatkan, atau hanya sebagian dari pertanyaan-pertanyaan ini. Beberapa ahli bioetika cenderung mempersempit evaluasi etis hanya untuk moralitas perawatan medis atau inovasi teknologi, dan waktu pengobatan manusia. Yang lainnya akan memperluas lingkup evaluasi etis untuk memasukkan moralitas semua tindakan yang mungkin bisa membantu atau membahayakan organisme yang mampu merasa takut. Di bidang pemanfaatan sumber daya hayati, . berkembang pula produk teknologi organisme termodifikasi genetik (“organisme transgenik”) yang dalam penggunaannya memerlukan pengkajian dan peraturan/regulasi yang hati-hati karena adanya isu keamanan hayati dan keamanan pangan yang melekat padanya.

Komite Bioetika di Indonesia

Untuk memberikan pedoman umum etika bagi pengelola dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga keanekaragaman dan pemanfaatannya secara berkelanjutan, di Indonesia dibentuk Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati yang bersifat independen, multidisiplin dan berpandangan plural. Dasar hukumnya adalah Pasal 19 KepMenristek No.112 Tahun 2009. Komite ini diperlukan karena tinjauan agama, sosial budaya, etika dan estetika kurang memberi perhatian dalam pengenalan dan pemanfaatan produk rekayasa genetika dalam masyarakat.

Wacana tentang bioetika memang merupakan hal yang baru di Indonesia. Keanggotaan Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati terdiri dari para ahli dari berbagai departemen dan institusi yang relevan. Tindak lanjut dan implementasi prinsip-prinsip bioetika penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati dilakukan oleh Komite Bioetika Nasional yang dibentuk oleh pemerintah (BKKH, tanpa tahun).

Prinsip penting yang menjadi pedoman bioetika Indonesia:

  1. Pro-kehidupan: melindungi dan menghargai harkat manusia, HAM, dan lingkungan hidup
  2. Antroposentrisme: memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya dan digunakan untuk kepentingan manusia, komunitas tertentu, dan masyarakat luas, serta lingkungan hidupnya
  3. Menghindari konflik moral dan meminimalkan kerugian bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Pengambilan keputusan dalam meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya hayati harus/wajib menghindari konflik moral dan seluas-luasnya digunakan untuk, dilakukan oleh individu, kelompok profesi, dan institusi publik atau swasta. Pemanfaatan sumber daya hayati tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap harkat manusia, perlindungan, dan penghargaan hak-hak asasi manusia, serta lingkungan hidup. Penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati harus memberikan keuntungan maksimal bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi (Muchtadi, 2007). . Tugas komisi bioetika nasional: 1.Memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika. 2.Memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek yang berbasis pada ilmu pengetahuan hayati. 3.Menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetika. Fungsi Komisi Bioetika Nasional 1.Penelaahan prinsip-prinsip bioetika dalam memajukan iptek serta mengkaji dampaknya pada masyarakat. 2.Peninjauan etika terhadap arah perkembangan iptek, khususnya ilmu-ilmu hayati. 3.Pemberian pertimbangan kepada pemerintah. 4.Pengembangan pedoman nasional bioetika. 5.Pelayanan informasi dari dan kepada pemerintah masyarakat luas. 6.Penguatan jaringan antar kelompok yang berkepentingan dengan aspek etika. 7.Penyelenggaraan kerjasama di forum internasional. 8.Penyelenggaraan fungsi-fungsi lain di bidang bioetika yang berkaitan dengan tugas komisi. Bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan kemanusiaan. Banyak ilmuwan yang secara ambisius akan mengembangkan teknologi biologi tingkat tinggi namun tanpa memperhitungkan sebuah perkembangan sosial dan kultural masyarakat. Ada juga ilmuwan yang mengabaikan baik dan buruk yang menjadi tata nilai masyarakat, karena mereka merasa bahwa ilmu pengetahuan tidak berada di domain tersebut (Djati, 2003).

Perkembangan wacana bioetika

Meskipun isu-isu bioetika telah diperdebatkan sejak zaman kuno, dan perhatian publik sekilas terfokus pada peran subyek manusia dalam percobaan biomedis setelah wahyu dari percobaan yang dilakukan Nazi selama Perang Dunia II, bidang kontemporer bioetika pertama kali muncul sebagai bidang interdisipliner akademik di wilayah masyarakat Anglophone pada tahun 1960. Kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti transplantasi organ dan akhir-hidup perawatan, termasuk pengembangan dialisis ginjal dan respirator, menimbulkan pertanyaan baru mengenai kapan dan bagaimana perawatan dapat ditarik kembali. Selain itu, sebagai filsafat di Inggris dan di tempat lain menjauh dari pengaruh positivisme logis dan Emotivisme, pengembangan teori etika dan aplikasi mereka untuk masalah-masalah praktis yang diperoleh dalam kesenangan. Pertanyaan-pertanyaan ini sering dibahas oleh para filsuf dan ulama, di Inggris, ada kontribusi penting dari GEM Anscombe dengan RM Hare. Pada 1970-an, pemikir bioetika dan akademis program bioetika telah bermunculan. Di antara lembaga-lembaga awal sepert Pusat Hastings (awalnya dikenal sebagai Lembaga Masyarakat, Etika dan Ilmu Kehidupan), didirikan pada tahun 1969 oleh filsuf Daniel Callahan dan psikiater Willard Gaylin, dan Institut Kennedy Etik, didirikan di Georgetown University pada tahun 1971 . Publikasi Prinsip Etika Biomedis oleh James F. Childress dan Tom Beauchamp-buku teks Amerika pertama bioetika-menandai momen transformatif dalam disiplin. Konferensi Asilomar pada DNA rekombinan, yang diselenggarakan pada tahun 1975, adalah diskusi self regulatory pertama kali diusulkan oleh para ilmuwan, untuk membahas berbagai aspek yang terlibat dalam penelitian DNA rekombinan. Di Brazil, universitas pertama yang mengajarkan Bioetika adalah Pontificia Universidade Católica do Rio Grande do Sul, oleh Prof Joaquim Clotet, pada tahun 1988. Selama tiga dekade berikutnya, isu-isu bioetika mendapat perhatian luas melalui kasus-kasus pengadilan seputar kematian Karen Ann Quinlan, Nancy Cruzan dan Terri Schiavo. Penelitian di lapangan mengembangkan peneliti seperti Al Jonsen di University of Washington, John C. Fletcher di University of Virginia, Ruth Faden di Johns Hopkins University, serta Arthur Caplan di Pusat Bioetika di University of Pennsylvania. Presiden Amerika Serikat telah memusatkan perhatian pada bioetika selama beberapa dekade, misalnya dengan membentuk Komisi Presiden pada Studi Masalah Etika dalam Kedokteran dan Biologi Kedokteran dan Riset Perilaku, yang menghasilkan laporan landmark, "Mendefinisikan Death" pada tahun 1981. Presiden George W. Bush juga mengandalkan sebuah Dewan Bioetika dalam memberikan keputusan dalam bidang-bidang seperti pendanaan publik untuk penelitian sel induk embrio.

ETIKA BIOMEDIS: Mengajarkan Suatu Metode Untuk Mengambil Keputusan

Etika biomedis selalu berarti etika yang berorientasi pada praktek. Metode harus menolong dokter untuk memilih di antara berbagai alternatif pemecahan masalah. Pada akhirnya metode ini harus memungkinkan para dokter untuk menguji kebenaran rangkaian tindakan yang mereka pilih. Kerangangka acuan dan mekanisme dari bioetika harus menjelaskan juga nilai-nilai yang membentuk isi normatif. Empat langkah bagi suatu metode etika biomedis adalah:

1. Mengidentifikasi masalah-masalah etis di bidang kedokteran. Pada titik ini perlu dihindari kecenderungan untuk menganggap masalah-masalah non-etis menjadi masalah etis

2. Mengevaluasi nilai-nilai etis dan konflik-konflik nilai. Prosedur menyelamatkan kehidupan sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk usaha menyelamatkan kehidupan dengan pengorbanan apa saja dan mempertahankan kehidupan itu tanpa menghiraukan kualitasnya. Seorang pengambil keputusan yang bijaksana perlu menyadari sepenuhnya kepentingan-kepentingan yang berperan dan interaksi atau bahkan ketegangan yang terjadi di antaranya.

3. Memutuskan dam memilih di antara berbagai alternatif pemecahan. Pilihan pemecahan masalah haruslah realistis dan dapat dilaksanakan. Pilihan tersebut harus juga sejalan dengan nilai-nilai dan keyakinan seorang pasien dan keluarganya.

4. Menguji kebenaran tindakan yang telah dipilih. Tujuan akhir dari program etika medis (bioetika) adalah memungkinkan para dokter untuk menguji kebenaran tindakan yang mereka ambil. sekarang para pasien dan kaum awam juga mulai diikutsertakan dalam mengambil keputusan medis. Dengan demikian sudut pandangan klinis menjadi hanya salah satu di antara sudut-sudut pandang yang harus dipertimbangkan.