Bandar Udara Internasional Juanda

bandar udara di Indonesia

Bandara Internasional Juanda (kode IATASUB, kode ICAOWARR) adalah bandar udara internasional yang terletak di Desa Sedati, Kecamatan Waru, kabupaten Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Bandara Internasional Juanda dioperasikan oleh PT Angkasa Pura 1. Namanya diambil dari Ir. Djuanda Kartawidjaja, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) terakhir Indonesia yang telah menyarankan pembangunan bandara ini. Bandara Internasional Juanda adalah bandara terbesar dan tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta berdasarkan pergerakan pesawat dan penumpang.

Bandar Udara Internasional Juanda

Juanda International Airport
Menara Kontrol Lalu Lintas Udara Bandara Juanda
Informasi
JenisPublik / Militer
PemilikPemerintah Indonesia
PengelolaPT Angkasa Pura I
MelayaniIndonesia Surabaya, Jawa Timur
LokasiIndonesia Sidoarjo, Jawa Timur
Ketinggian dpl3 mdpl
Situs webwww.juanda-airport.com
Peta
SUB di Jawa
SUB
SUB
Lokasi Bandara Juanda di Jawa
Landasan pacu
Arah Panjang Permukaan
m kaki
10/28 3.000 9.843 Aspal

Bandara ini memiliki panjang landasan 3000 meter dengan luas terminal sebesar 51.500 m², atau sekitar dua kali lipat dibanding terminal lama yang hanya 28.088 m². Bandara baru ini juga dilengkapi dengan fasilitas lahan parkir seluas 28.900 m² yang mampu menampung lebih dari 3.000 kendaraan. Bandara ini diperkirakan mampu menampung 6 juta hingga 8 juta penumpang per tahun dan 120.000 ton kargo/tahun.

Sejarah

Rencana untuk membangun satu pangkalan udara baru yang bertaraf internasional sebenarnya sudah digagas sejak berdirinya Biro Penerbangan Angkatan Laut RI pada tahun 1956. Namun demikian, pada akhirnya agenda politik pula yang menjadi faktor penentu realisasi program tersebut. Salah satu agenda politik itu adalah perjuangan pembebasan Irian Barat. Berangkat dari tujuan membantu operasi TNI dalam pembebasan Irian Barat, pemerintah menyetujui pembangunan pangkalan udara baru di sekitar Surabaya. Saat itu terdapat beberapa pilihan lokasi, antara lain: Gresik, Raci (Pasuruan) dan Sedati (Sidoarjo). Setelah dilakukan survei, akhirnya pilihan jatuh pada Desa Sedati, Sidoarjo. Tempat ini dipilih karena selain dekat dengan Surabaya, areal tersebut memiliki tanah yang sangat luas dan datar, sehingga sangat memungkinkan untuk dibangun pangkalan udara yang besar dan dapat diperbesar lagi di kemudian hari.

Proyek pembangunan yang berikutnya disebut sebagai “Proyek Waru” tersebut merupakan proyek pembangunan lapangan terbang pertama sejak Indonesia merdeka. Proyek ini bertujuan menggantikan pangkalan udara yang tersedia di Surabaya adalah landasan udara peninggalan Belanda di Morokrembangan dekat Pelabuhan Tanjung Perak, yang sudah berada di tengah pemukiman yang padat dan sulit dikembangkan. Pelaksanaan proyek Waru, melibatkan tiga pihak utama, yaitu: Tim Pengawas Proyek Waru (TPPW) sebagai wakil pemerintah Indonesia, Compagnie d’Ingenieurs et Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe de Construction des Batinolles (Batignolles) sebagai kontraktor. Kedua perusahaan asing terakhir, merupakan perusahaan asal Perancis. Dalam kontrak yang melibatkan tiga pihak tersebut, ditentukan bahwa proyek harus selesai dalam waktu empat tahun (1960-1964).

Untuk membangun pangkalan udara dengan landasan pacu yang besar (panjang 3000 meter dan lebar 45 meter) ini membutuhkan pembebasan lahan yang luas keseluruhannya mencapai sekitar 2400 hektar. Lahan tersebut tidak hanya berbentuk tanah, tetapi juga sawah dan rawa. Selain itu juga dibutuhkan pasir dan batu dalam jumlah yang besar. Pasirnya digali dari Kali Porong dan batunya diambil dari salah satu sisi Bukit Pandaan yang, kemudian diangkut dengan ratusan truk proyek menuju Waru. Jumlah pasir dan batu yang diperlukan sekitar 1.1200.000 meter kubik atau 1.800.000 ton. Konon Jumlah pasir sebanyak itu bisa digunakan untuk memperbaiki jalan Jakarta-Surabaya sepanjang 793 Km dengan lebar 5 m dan kedalaman 30 cm. Sedangkan jarak tempuh seluruh truk proyek, bila digabungkan adalah sekitar 25 juta Km atau 600 kali keliling bumi.

Dengan kegiatan proyek yang berlangsung siang-malam dan dukungan kerjasama dari berbagai pihak (Pemerintah Kota Surabaya, Komando Resor Militer (Korem) Surabaya, Otoritas Pelabuhan dan masyarakat pada umumnya), akhirnya proyek tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Pada tanggal 22 September 1963, berarti tujuh bulan lebih cepat, landasan tersebut sudah siap untuk digunakan. Sehari kemudian satu sortie penerbangan, yang terdiri empat pesawat Fairey Gannet ALRI, di bawah pimpinan Mayor AL (Pnb) Kunto Wibisono melakukan uji coba pendaratan untuk pertama kalinya.

Di tengah proses pembangunan bandara ini, sempat terjadi krisis masalah keuangan. Ketika itu bahkan pihak Batignolles sempat mengancam untuk hengkang. Penanganan masalah ini pun sampai ke Presiden Sukarno. Dan Presiden Sukarno kemudian memberikan mandat kepada Waperdam I Ir. Djuanda untuk mengatasi masalah ini hingga proyek ini selesai. Pada tanggal 15 Oktober 1963, Ir. Djuanda mendarat di landasan ini dengan menumpangi Convair 990 untuk melakukan koordinasi pelaksanaan proyek pembangunan. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 7 Nopember 1963 Ir. Djuanda wafat. Karena dianggap sangat berjasa atas selesainya proyek tersebut dan untuk mengenang jasa-jasa dia, maka pangkalan udara baru tersebut diberi nama Pangkalan Udara Angkatan Laut (LANUDAL) Djuanda dan secara resmi dibuka oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Agustus 1964. Selanjutnya pangkalan udara ini digunakan sebagai pangkalan induk (home base) skuadron pesawat pembom Ilyushin IL-28 dan Fairey Gannet milik Dinas Penerbangan ALRI.

Dalam perkembangannya muncul keinginan maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) untuk mengalihkan operasi pesawatnya (Convair 240, Convair 340 dan Convair 440) dari lapangan terbang Morokrembangan yang kurang memadai ke Djuanda. Namun, karena dalam pembangunannya tidak direncanakan untuk penerbangan sipil, Lanudal Djuanda tidak memiliki fasilitas untuk menampung penerbangan sipil. sehingga kemudian otoritas pangkalan saat itu berinisiatif merenovasi gudang bekas Batignolles untuk dijadikan terminal sementara. Dan jadilah Lanudal Djuanda melayani penerbangan sipil yang pengelolaannya sejak 7 Desember 1981 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Pada 1 Januari 1985, pengelolaan bandara komersial ini dialihkan kepada Perum Angkasa Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1984. Seiring waktu berjalan, frekwensi penerbangan sipil disana pun bertambah. Hingga akhirnya dibangun terminal khusus untuk melayani penerbangan sipil dan melayani juga penerbangan internasional. Pada 24 Desember 1990, bandara Juanda ditetapkan sebagai bandara internasional dengan peresmian terminal penerbangan internasional.

Terminal 1

Terminal 1 Bandara Juanda dibuka pada tahun 2006. Terminal ini terletak di sebelah utara landasan pacu. Terminal ini terbagi menjadi terminal A dan B. Beberapa tahun kemudian, semakin banyak rute penerbangan dari dan ke Surabaya. Baik domestik, maupun internasional. Hal ini membuat terminal ini menjadi overload. Kapasitas sebenarnya hanya 6 juta penumpang/tahun. Namun pada tahun 2013, jumlah penumpang yang berangkat dan datang menjadi 17 juta penumpang/tahun. Akhirnya pemerintah memutuskan membangun terminal 2 yang berada di terminal lama bandara juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2.

Terminal 2

Berkas:Img6854na.jpg
Terminal 2 Bandara Juanda yang sedang dalam tahap konstruksi.

Terminal 2 mulai dibangun sejak tahun 2011. Terletak di terminal lama bandara Juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2. Terminal ini dibangun untuk mengurangi kepadatan penumpang di terminal 1 yang sudah overload. Terminal ini dipakai oleh Garuda Indonesia dan AirAsia serta penerbangan internasional. Setelah tertunda beberapa bulan, terminal ini dijadwalkan beroperasi tanggal 14 Februari 2014. Namun karena abu letusan Gunung Kelud, terminal ini ditunda operasinya hingga beberapa hari. Terminal ini akan menampung 6 juta penumpang/tahun.

Pajak Pelayanan Bandara

Berkas:TerminalKeberangkatanInternationalJuanda.JPG
Terminal 1
  • Pajak domestik per 01 April 2014: Rp. 75.000,00/penumpang
  • Pajak internasional per 01 April 2014: Rp. 200.000,00/penumpang

Maskapai penerbangan

MaskapaiTujuanTerminal
AirAsia Kuala Lumpur 2
Airfast Indonesia Jakarta - Soekarno-Hatta, Makassar 1
Batik Air Jakarta - Soekarno-Hatta, Kupang, Ambon 1
Cathay Pacific Hong Kong 2
Citilink Batam, Banjarmasin, Denpasar, Jakarta - Halim Perdanakusuma, Jakarta - Soekarno-Hatta, Jeddah ( Mulai 8 Maret 2015), Kupang, Lombok, Makassar, Padang,Palangkaraya, Palembang, Pekanbaru 1
China Airlines Singapore, Taipei-Taoyuan 2
EVA Air Taipei-Taoyuan 2
Express Air Makassar, Yogyakarta 1
Garuda Indonesia Jeddah, Singapore 2
Garuda Indonesia Ambon, Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Banyuwangi, Batam, Denpasar, Jakarta - Soekarno-Hatta, Jember, Kupang, Lombok, Makassar, Manado, Medan, Semarang 2
Indonesia AirAsia Johor Bahru, Kuala Lumpur, Penang, Singapore 2
Indonesia AirAsia Bandung, Denpasar, Jakarta - Soekarno-Hatta, Lombok 2
Jetstar Asia Airways Singapore 2
Kalstar Aviation Kotabaru, Pangkalanbun, Pontianak, Sampit 1
Lion Air Ambon, Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Batam, Denpasar, Jakarta - Soekarno-Hatta, Kupang, Lombok, Makassar, Manado, Medan, Palangkaraya, Tarakan 1
Nam Air Denpasar 1
Royal Brunei Airlines Bandar Seri Begawan 2
Saudia Musiman: Jeddah, Madinah, Riyadh 2
SilkAir Singapore 2
Singapore Airlines Singapore 2
Sriwijaya Air Balikpapan, Jakarta - Soekarno-Hatta, Kupang, Kendari, Makassar, Semarang, Yogyakarta, Ternate 1
Tiger Airways Singapore 2
Trigana Air Service Pangkalanbun 1
Wings Air Banyuwangi, Semarang, Solo, Yogyakarta 1

Transportasi Darat

Jalan Tol

Bandara Juanda terkoneksi dengan Jalan Tol Waru-Juanda menuju ke Surabaya

Bus

Bus DAMRI disediakan oleh pemerintah setempat untuk mengantarkan penumpang ke Terminal Surabaya yang dimulai sejak bulan November 2006.

Taksi

Taksi Primkopal Juanda memberlakukan tarif tetap ke berbagai macam tujuan di kota Surabaya dan daerah sekitarnya termasuk Malang, Blitar, Jember, Tulungagung. Berbeda dengan bandara lainnya di Indonesia. Tiket taksi dapat dibeli di loket yang terletak di pintu keluar bandara.

Lihat pula

Pranala luar