Metta Dharmasaputra (lahir 21 Desember 1969) adalah jurnalis dan pendiri (co-founder) Katadata, sebuah perusahaan riset dan media online di bidang ekonomi dan bisnis yang didirikan bersama tiga rekannya di Jakarta pada 2012. Mantan wartawan Tempo di bidang ekonomi dan investigasi ini dikenal sebagai penulis buku Saksi Kunci (Buku) yang berkisah tentang kasus pajak Asian Agri Group, yang dituliskannya selama lebih dari enam tahun. Buku Saksi Kunci ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Key Witness. [1]

Metta Dharmasaputra
Lahir21 Desember 1969 (umur 55)
Cianjur, Jawa Barat
KebangsaanIndonesia
Pendidikan
  • Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
  • Magister Manajemen (Strategic Management) Prasetiya Mulya Business School
OrganisasiKatadata
Penghargaan
  • Udin Award, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia (2008)
  • Journalist of the Year, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi(2007)
Situs webhttp://katadata.co.id/
X: metta_ds Modifica els identificadors a Wikidata

Karier

Metta kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif dan Pemimpin Redaksi situs berita dan riset Katadata.co.id.[2] Sebelum mendirikan Katadata, ia bekerja sebagai wartawan Tempo sejak 2001 hingga 2012. Selain memimpin kompartemen ekonomi dan bisnis, yang merupakan spesialisasinya, ia pernah ditugaskan menjadi Redaktur Pelaksana Rubrik Investigasi di majalah Tempo. Jabatan terakhirnya, yaitu Redaktur Eksekutif Koran Tempo.

Salah satu liputan investigasi terbesar yang pernah dilakukannya, yaitu kasus pajak Asian Agri Group. Salah satu perusahaan sawit terbesar di dunia ini milik taipan Sukanto Tanoto, yang ditengarai telah merugikan negara Rp 1,3 triliun, kasus pajak terbesar dalam sejarah Indonesia. Mahkamah Agung pada Desember 2012 telah memvonis Asian Agri untuk membayar denda ke kas negara Rp 2,5 triliun. Selain itu, Asian Agri harus melunasi tunggakan pajak dan dendanya kepada Direktorat Jenderal Pajak senilai hampir Rp 2 triliun.

Selain di dalam negeri, kasus ini telah diulas di sejumlah media luar negeri, seperti the Guardian (London) [3] dan Straits Times (Singapura). [4] Selain itu dibahas di forum-forum internasional, seperti Chatham House (London) [5] dan The First Asian Investigative Journalism Conference (November 2014), Manila.[6] Berkat liputan investigasinya ini, Metta dianugerahi Udin Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada 2008 [7]dan Journalist of the Year 2007 versi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi. [8] Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Magister Manajemen (Strategic Management) dari Prasetiya Mulya Business School ini mengawali karier jurnalistiknya sebagai Asisten Riset di Majalah Asiaweek biro Jakarta dan wartawan harian Bisnis Indonesia.


Publikasi

Metta meluncurkan buku Saksi Kunci (Buku), yang berisi laporan investigasinya tentang kasus pajak Asian Agri Group dan dituliskannya selama lebih dari enam tahun, pada 2013. Buku ini diterbitkan oleh Tempo dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Key Witness.[1]

Janet Steele, Associate Professor dari School of Media and Public Affairs, George Washington University (AS), di sampul buku ini menuliskan, Saksi Kunci (Buku) merupakan sebuah karya naratif non-fiksi yang penting, yang tampaknya akan bertahan lama setelah skandal pajak terbesar di Indonesia ini tercatat dalam buku-buku sejarah.

Apresiasi juga diberikan oleh Wendy Bacon ; Profesor, Jurnalis dan Periset Media di Australian Centre for Independent Journalism, University of Technology, Sydney, yang menyatakan bahwa “Saksi Kunci membawa kita keluar dari dunia hitam-putih buku teks jurnalisme ke dunia nyata peliputan investigatif.”

Buku ini juga sempat disinggung oleh Sheila S. Coronel, Dekan bidang Akademis Columbia Journalism School (AS), dalam pidatonya di acara Konferensi Jurnalisme Investigasi Asia di Manila (2014). Ia menyebut “Saksi Kunci” sebagai salah satu bagian penting dari perjalanan jurnalisme investigasi di Asia, khususnya Indonesia. [9]

Artikel Opini

  • Katadata:Krisis, Fakta atau Fatamorgana. Diakses 2014-06-20. "Para pengambil keputusan dihadapkan pada situasi darurat. Mereka tak punya kemewahan waktu. Padahal, keputusan harus diambil dengan sangat cepat, meski informasi yang dimiliki relatif terbatas dan jauh dari sempurna."
  • Tempo: Politisasi dan Kerugian Negara. Diakses 2014-06-20. "Perlu juga dipahami bahwa penjualan Bank Mutiara adalah upaya mengurangi beban ongkos penyelamatan ekonomi, bukan transaksi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya".
  • Katadata: Revolusi Industri Pos Dunia. Diakses 2014-06-20. "Seperti dipaparkan dalam buku “Lompatan Satu Dekade” yang diterbitkan KATADATA, Deutsche Post merupakan salah satu contoh transformasi paling berhasil. Selain memodernisasi proses penyortiran surat dan paket, kantor pos Jerman ini mengembangkan bisnis logistik."

Pranala luar

References

  1. ^ a b "Key Witness (Book)". English Wikipedia. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  2. ^ "Situs Katadata". Katadata. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  3. ^ "Vast hidden profits: from Asia's palm oil giants to a tiny British tax haven". The Guardian. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  4. ^ "Indonesian palm oil firm Asian Agri to pay $250 million tax fine". The Straits Times. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  5. ^ "Inggris dan Uni Eropa Harus Waspadai Perusahaan Indonesia Penggelap Pajak". Gatra. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  6. ^ "The First Asian Investigative Journalism Conference". Global Investigative Journalism Network. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  7. ^ "Journalist Metta wins Udin Award". The Jakarta Post. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  8. ^ "PWI-R Anugerahkan Journalist of The Year kepada Metta Dharmasaputra". Suara Merdeka. Diakses tanggal 23 Juli 2015. 
  9. ^ "Speaking truth to Power is an Asian value". Sheila S. Coronel"Through documents and whistleblower testimony, Tempo journalist Metta Dharmasaputra exposed how Sukanto Tanoto, Indonesia’s richest man, had evaded payment of $115 million in taxes. In the course of his investigation, Metta’s phone was tapped, he himself was accused of corruption and Tempo was taken to court. He recounts all this in a recently published book, Key Witness, which is the story of how dogged digging resulted in the Supreme Court imposing a fine of $227 million, the largest ever in Indonesian history, on a corporate empire that had until then operated with impunity.". Diakses tanggal 23 Juli 2015.