Pemilihan kepala daerah di Indonesia

Revisi sejak 24 Agustus 2015 00.02 oleh 114.4.78.66 (bicara) (Membalikkan revisi 9790272 oleh 202.67.35.19 (bicara))

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:

Sejarah

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]

Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.[2]

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.[kenetralan diragukan]

Penyelenggaraan

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.

Khusus di Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Peserta

 
Kegiatan para anggota, kader, relawan dan simpatisan partai politik Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan Pemilihan Umum, lalu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal

Pilkada serentak 2015

Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada Desember 2015. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:[3]

Pilkada tingkat provinsi

Pilkada tingkat kabupaten dan kota

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Sumatera Selatan
Bengkulu yakni
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
  • Kabupaten Nabire (04-05-2015),
  • Kabupaten Asmat (09-11-2015),
  • Kabupaten Keerom (13-11-2015),
  • Kabupaten Warofen (15-11-2015)
Papua Barat

Kontroversi

Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:

  • Efisiensi anggaran[4]
  • Efektivitas lembaga pemilihan umum[5]
  • Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
  • Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti Rieke Dyah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok)[6] dan Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok)[7]
  • Perencanaan pembangunan lebih sinergi antara pemerintah DATI II, DATI I, dan pemerintah pusat.

Referensi