Media Komunikasi dalam satuan tugas maritim Kontingen Garuda

Revisi sejak 26 Agustus 2015 15.38 oleh JohnThorne (bicara | kontrib) (Perbaikan)

Satgas Maritim Kontingen Garuda

Sebagai amanat konstitusi sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa bangsa Indonesia memiliki kewajiban moral untuk turut menjaga ketertiban dunia, TNI telah sejak lama mengirimkan prajurit-prajurit terbaiknya dalam misi-misi pasukan penjaga perdamaian di bawah mandat dari PBB. Tercatat beberapa negara telah menjadi tempat penugasan putra putri bangsa, diantaranya Kongo, Bosnia, Sudan, Haiti dan Libanon. Sejak pecahnya perang antara Hizbullah – Libanon dengan Israel, situasi perbatasan Israel dan Libanon menjadi memanas. Pembangunan di negeri yang sudah merdeka sekitar 70 tahun ini terhenti dengan perkembangan situasi yang tidak menentu. Tahun 2006, PBB memutuskan untuk memperkuat UNIFIL yang sesuai mandatnya [1] untuk menjaga proses gencatan senjata antara pihak yang bertikai, membantu Angkatan Bersenjata Libanon dalam melaksanakan tugasnya, memperluas akses kemanusiaan bagi masyarakat Libanon serta memfasilitasi pengembalian pengungsi ke tempat asalnya masing-masing. Diantara penguatan ini adalah dibentuknya satgas Maritim atau Maritime Task Force yang merupakan gugus tugas baru di bawah UNIFIL yang bertugas melaksanakan pengamanan di wilayah perairan Libanon dengan fokus utama mencegah upaya-upaya penyelundupan senjata atau benda-benda lainnya dari dan menuju Libanon yang berpotensi merusak upaya perdamaian yang telah diperjuangkan selama ini. Indonesia turut bergabung dengan satgas maritim ini sejak 16 Maret 2009 dengan dikirimkannya KRI Diponegoro – 365 dalam Satgas MTF KONGA XXVIII/A UNIFIL. Hingga saat ini, sudah 6 satgas MTF yang berangkat ke Libanon secara bergantian dan yang kini bertugas di perairan Libanon adalah KRI Frans Kaisiepo – 368 di bawah Satgas MTF KONGA XXVIII/F UNIFIL.

Tantangan Khusus Penugasan di Laut

Tidak seperti penugasan di darat, penugasan di laut memiliki kekhususan dan karakter sendiri yang membedakannya dengan suasana penugasan di darat. Keterbatasan tempat di kapal yang hanya sepanjang haluan hingga buritan dan selebar lambung kanan – lambung kiri serta kesulitan komunikasi karena tidak adanya jangkauan sinyal dari BTS darat dan lamanya perjalanan dari dan kembali ke tanah air dengan menyinggahi beberapa negara dalam perjalanannya memberikan tantangan tersendiri dalam penugasan MTF. Tak pelak, hal ini juga sedikit banyak mempengaruhi operasional satgas dan moral prajurit yang harus menghabiskan 70% waktu penugasan di laut sesuai dengan ketentuan dari UNIFIL. Guna mengatasi tantangan-tantangan itu, setiap satgas MTF yang diberangkatkan telah didukung dengan peralatan teknologi komunikasi guna mendukung tugas pokok satgas MTF, memenuhi persyaratan ship facilities sesuai ketentuan UNIFIL serta untuk dapat melaksanakan tugas tambahan yaitu mempromosikan Indonesia di mata dunia.

Tradisi Komunikasi Dengan Bendera dan Kode Morse

Sejak jaman dahulu, pelaut di seluruh dunia telah menggunakan bendera sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi. Setiap melaksanakan kegiatan di laut yang memerlukan koordinasi dan perhatian dari pihak lain, bendera isyarat selalu digunakan. Saat peran pemanduan, peran penerbangan helikopter atau ketika dilakukan penyelaman dan peran-peran lainnya, bendera isyarat selalu dinaikkan di tiang utama kapal sebagai cara berkomunikasi dengan kapal-kapal lain di sekitarnya mengenai apa yang sedang dilakukan oleh kapal. Meskipun kapal-kapal yang saling bertemu di lautan internasional bisa berasal dari negara-negara yang berbeda dan karenanya memiliki bahasa yang berbeda, bendera isyarat memiliki arti yang sama dalam setiap bahasa dan negara sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan interpretasi dari kapal lain yang melihat. Cara ini merupakan cara paling tradisional dalam berkomunikasi di laut dan sampe sekarang masih tetap digunakan meskipun moda-moda komunikasi lain dengan teknologi yang jauh lebih maju sudah ditemukan dan digunakan dalam kapal modern masa sekarang. Selain dengan menggunakan bendera, moda komunikasi lain yang digunakan adalah kode morse yang biasanya dikirimkan ke pihak lain dengan menggunakan lampu sorot berkekuatan tinggi. Tidak semua orang dapat mengirimkan dan mengartikan kode morse[2], hanya mereka yang sebelumnya telah dilatih yang dapat menjadi “operator” kode morse. Kode morse digunakan jika ada kapal yang tidak menjawab panggilan radio atau jika salah satu radio dari dua kapal yang berkomunikasi mengalami kerusakan. Kode morse terutama digunakan ketika malam saat penerangan terbatas sehingga isyarat bendera sulit dilihat dan cahaya yang dikirimkan lampu sorot dapat sangat jelas terlihat di kegelapan laut.

Komunikasi Berbasis Satelit

Dengan jarak yang cukup jauh dari darat, satu-satunya cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan teknologi satelit dan radio berkekuatan tinggi. Teknologi satelit digunakan untuk berbagai kebutuhan dalam operasi seperti menerima dan mengirim pesan via jaringan internet baik terenkripsi maupun tidak untuk kebutuhan operasi satgas. Selain itu, sebagai bagian dari ketentuan fasilitas kapal bagi awak yang bertugas sesuai dengan ketentuan UNIFIL, teknologi komunikasi satelit juga digunakan untuk menyediakan koneksi internet bagi seluruh awak kapal via teknologi nirkabel wifi. Keberadaan internet di kapal selain untuk kebutuhan operasional satgas, juga berperan penting dalam menjaga moral prajurit dalam bertugas. Dengan keberadaan koneksi internet, setiap awak kapal dapat dengan mudah berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat di tanah air. Demikian pentingnya fasilitas internet ini bagi awak kapal, UNIFIL mensyaratkan bagi setiap kapal yang bertugas dalam MTF untuk dapat menyediakan koneksi internet selama 24 jam sehari bagi seluruh awak kapal. Tingkat stres yang tinggi dan kebutuhan untuk dapat berkomunikasi dengan dunia luar dalam penugasan di laut menjadi pertimbangan utama bagi UNIFIL untuk menjadikan koneksi internet sebagai salah satu prioritas. Keberadaan teknologi satelit memungkinkan tersedianya koneksi internet ini. Menggunakan transmitter dan receiver yang dipasang permanen, kapal dapat mengirim dan menerima sinyal ke satelit komunikasi dan terhubung dengan jaringan internet. Satelit komunikasi yang digunakan dikelola oleh pihak ketiga dan digunakan untuk kebutuhan komunikasi bagi kapal. Transmitter dan receiver yang digunakan telah memiliki sistem pelacakan lokasi satelit otomatis sehingga dengan pergerakan kapal yang dinamis selama 24 jam sehari, koneksi yang sudah didapat akan tetap dipertahankan secara otomatis oleh sistem.

Komunikasi Berbasis Gelombang Radio

Radio komunikasi dengan frekuensi marine adalah alat utama bagi kapal untuk berkomunikasi satu sama lain. Sesuai dengan konsensus internasional, frekuensi radio tertentu dibuka sebagai frekuensi radio universal di laut dan bebas digunakan bagi semua kapal yang melakukan perjalanan baik di laut teritorial maupun perairan internasional, baik untuk berkomunikasi satu sama lain atau untuk menyatakan keadaan darurat di laut. Frekuensi universal ini dikenal dengan marine band/marine channel 16. Jika frekuensi ramai digunakan atau penerimaan sinyal kurang jelas, dua kapal yang saling berkomunikasi dapat mengubah frekuensi keluar dari frekuensi utama dan menggunakan frekuensi lain yang bebas.

RADAR dan IFF

Salah satu peralatan utama dalam bernavigasi di laut bagi setiap kapal adalah RADAR[3]. Keberadaannya sangat penting terutama bagi upaya pencegahan tabrakan di laut bagi kapal-kapal yang melakukan pelayaran di lautan lepas dan terutama ketika kapal memasuki wilayah perairan yang ramai dengan lalu lintas laut sipil. Fungsi RADAR ini terlebih lagi bagi sebuah kapal perang yang harus mampu mempertahankan diri dari serangan kapal lainnya dan mendeteksi keberadaan unsur-unsur lain yang ada di laut. Untuk memenuhi kebutuhan itu, dibenamkan radar yang selain berfungsi untuk pertahanan kapal, juga digunakan untuk bernavigasi di laut. Fungsi lain dari radar dari kapal adalah untuk medeteksi apakah unsur yang ada di sekitar merupakan kawan atau lawan (Identification Friend or Foe), fungsi asasi dari sebuah radar dalam peperangan di laut. Informasi yang diterima via radar akan dilengkapi dengan data lain yang dimiliki kapal dalam sebuah sistem yang terintegrasi.

SONAR

Salah satu teknologi komunikasi yang dimiliki dalam mendukung tugas pokok adalah perangkat sonar untk mendeteksi kedalaman laut maupun objek laut yang berada di dalam laut. Dengan kemampuan untuk perang anti kapal selam, perangkat sonar menjadi mata bagi kapal dalam melihat segala sesuatu yang berpotensi menjadi ancaman di kedalaman laut.

Promosi Pariwisata Indonesia

Tugas tambahan yang cukup menarik bagi setiap kontingen Garuda yang diberangkatkan sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB, termasuk Satgas MTF, adalah untuk mempromosikan pariwisata Indonesia ke setiap negara yang menjadi daerah penugasan masing-masing, dan bagi satgas MTF, tugas ini mendapatkan porsi yang istimewa mengingat dalam penugasan, satgas MTF tidak hanya mendatangi negara tujuan dalam hal ini Lebanon, namun juga singgah di beberapa negara lain baik dalam perjalanan menuju maupun kembali dari daerah penugasan.

Sebagai sebuah tradisi Angkatan Laut sedunia, di setiap negara yang disinggahi, satgas MTF akan menyelenggarakan malam keakraban dengan negara setempat atau yang lebih sering disebut dengan cocktail party[4]. Dalam acara yang diselenggarakan di atas kapal ini, selain berkesempatan untuk mempererat hubungan diplomasi antara Indonesia dengan negara yang disinggahi, awak kapal juga memperkenalkan budaya dan parisiwata Indonesia melalui bermacam cara. Jauh-jauh hari sebelumnya, awak kapal akan berlatih tari-tarian atau kesenian lain khas tanah air untuk dipertunjukkan kepada tamu undangan saat cocktail party. Tari-tarian seperti tari remo, tari Reog dan tari perang menjadi suguhan yang menarik dan menyampaikan pesan betapa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Dan tidak hanya kru kapal, seringkali mahasiswa Indonesia dan KBRI setempat juga turut menyumbangkan suguhan kesenian baik berupa tari-tarian ataupun musik tradisional Indonesia. Begitu besar potensi promosi pariwisata yang dapat digali dari Kontingen Garuda, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan TNI dengan menitipkan berbagai macam media promosi pariwisata kepada setiap kontingen Garuda untuk kemudian disebarluaskan di negara tujuan mauupun negara yang disinggahi. Media berupa buku dalam berbagai bahasa selalu tersedia di meja promosi pariwisata Indonesia di setiap acara yang diselenggarakan Satgas. Satgas juga dibekali VCD yang berisi video promosi pariwisata Indonesia. Video promosi ini berisi segala hal tentang keindahan alam Indonesia beserta keanekaragaman budayanya serta diputar dalam setiap kesempatan.

Teknologi Komunikasi

Berbicara mengenai penggunaan teknologi komunikasi, maka mengambil Satgas Maritim sebagai contoh penggunaan berbagai teknologi komunikasi adalah cukup relevan, di dalamnya berisi berbagai macam metode komunikasi dari yang tradisional sederhana seperti bendera dan kode morse hingga teknologi komunikasi yang rumit dan modern seperti media audio video digital dan satelit.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ http://unifil.unmissions.org/Default.aspx?tabid=11553&language=en-US
  2. ^ http://sekomtnial.blogspot.com/2010/06/key-morse-dan-kunci-ketok.html
  3. ^ http://www.damennaval.com/nl/company_product-range_sigma-corvettes-tni-al.htm
  4. ^ http://www.tni.mil.id/view-66396-prajurit-kri-fko-368-rayakan-penghargaan-un-medal-dengan-cocktail-reception.html