Fonologi

cabang ilmu linguistik yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya, dan perubahannya

Fonologi atau ilmu bunyi kata adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia.[1]. Bidang kajian fonologi adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk suku kata.[1]

Asal kata fonologi, secara harfiah sederhana, terdiri dari gabungan kata fon (yang berarti bunyi) dan logos (yang berarti ilmu).[1] Dalam khazanah bahasa Indonesia, istilah fonologi merupakan turunan kata dari bahasa Belanda, yaitu fonologie.[2]

Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi ujar manusia, yang muncul secara natural. Bunyi uiar manusia dipelajari di dalam fonetik (phonetics), sedangkan bagaimana bunyi ujar manusia itu membentuk pola (pattem), dan bagaimana pola-pola tersebut menuniukkan sistem (system) tertentu dipelajari di dalam fonologi.[3]

Fonetik dan Fonemik

sunting

Fonologi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonologi berbeda dengan fonetik.

Fonetik

sunting

Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan dan pengucapan bahasa. Dengan kata lain, fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.

Fonetik dibagi lagi atas 3 bagian, yaitu:

  1. Fonetik akustik
  2. Fonetik artikulatoris
  3. Fonetik auditoris

Fonetik Akustik

sunting

Jenis fonetik ini disebut sebagai fonetik akustik karena berkaitan sangat erat dengan fungsi alat pendengaran manusia, khususnya dalam merespons bunyi-bunyi tuturnya. Dengan perkataan lain, bunyi tuturan manusia akan dilihat secara akustis, bagaimana tingkat kenyaringannya, bagaimana frekuensinya, dan bagaimana temponya.[3]

Fonetik Artikulatoris
sunting

Fonetik organis atau artikulator yakni memerikan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara manusia. Alat bicara seperti bibir, mulut, lidah, ternyata dapat dilihat sehingga pendekatan ini dianggap praktis dan mudah dilaksanakan. Oleh karena pendekatan ini berhubungan dengan fisik, maka fonetik artikularis erat hubungannya dengan fisiologis. [4]

Fonetik Auditoris
sunting

Fonetik auditoris yakni memerikan bunyi bahasa yang diterima oleh alat dengar orang yang diajak bicara. Cara ini bersifat subjektif, karena banyak dipengaruhi oleh orang yang mendengarkan bunyi itu. Pendekatan ini memperhatikan pengaruh bunyi terhadap syaraf pendengaran. Pendekatan ini dipengaruhi oleh neurologi sebab proses perolehan bunyi melewati syaraf pendengar sulit dianalisis, maka pendekatan ini pun tidak diperhatikan orang. [4]

Fonemik

sunting

Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Unsur Produksi Bunyi

sunting

Ada 3 (tiga) unsur penting ketika organ ucap manusia memproduksi bunyi atau fonem, yaitu:

  • udara - sebagai penghantar bunyi,
  • artikulator - bagian alat ucap yang bergerak, dan
  • titik artikulasi (disebut juga artikulator pasif) - bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.

Istilah-istilah Terkait Fonologi

sunting

Ada beberapa istilah lain yang berkaitan dengan fonologi, antara lain: fona, fonem, vokal, dan konsonan. Fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral atau masih belum terbukti membedakan arti, sedangkan fonem adalah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti.

Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf, jadi fonem berbeda dengan huruf. Variasi ini terdiri dari: vokal, konsonan, diftong (vokal rangkap), dan kluster (konsonan rangkap).

Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Dalam bahasa, khususnya bahasa Indonesia, terdapat huruf vokal. Huruf vokal merupakan huruf-huruf yang dapat berdiri tunggal dan menghasilkan bunyi sendiri. Huruf vokal terdiri atas: a, i, u, e, dan o. Huruf vokal sering pula disebut huruf hidup.

Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan rintangan adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator. Terdapat pula istilah huruf konsonan, yaitu huruf-huruf yang tidak dapat berdiri tunggal dan membutuhkan keberadaan huruf vokal untuk menghasilkan bunyi. Huruf konsonan tersebut terdiri atas: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf konsonan sering pula disebut sebagai huruf mati.

Kegunaan Ilmu Fonologi pada Disiplin ilmu lain

sunting

Fonologi memiliki beberapa kegunaan pada bidang disiplin ilmu lain. Pertama, Fonologi memiliki manfaat dalam bidang klinis (Muclish, 2008:4).[1] Hasil kajian fonologi (khususnya fonetik) dapat dimanfaatkan untuk menangani anak yang mengalami hambatan bicara dan mendengar. Adapun buku yang menjelaskan hubungan antara ilmu fonologi dan bidang klinis ini muncul pada awal tahun 2000-an, diantaranya methods in Clinical Phonetics, Phonetics for Speech Pathology, Instrumen Clinical phonetics. Ketiga buku karya Martin Ball dan Chris Code tersebut merupakan buku yang membahas manfaat kajian fonetik di bidang klinis, khususnya pada perkembangan bahasa pada anak yang memiliki hambatan bicara dan mendengar.

FONOLOGI DAN KAITAN DENGAN TATA EJAAN

sunting

Harus ditegaskan pula di sini, bahwa pada awal mulanya, fimya penulisan dalam berbagai peranti seperti yang ditunjukkan di bagian sebelumrva, merupakan kontribusi konkret. dari studi fonologi dalam ilmu bahasa, yang sejak awal kelahirannya di belahan bumi Eropa, memang terus berkutat dengan masalahmasalah perubahan btnyi (sound change), sebagaimana yang pemah ditegaskan dalam Parker (1986). Bunyi ujar manusia itu diubah ke dalam wujud-wujud tulis dengan memerantikan tanda-tanda yang bisa melambanginya, yal\g secara ortografis lazim disebut sebagai grafem. Jadi, idealnya satu grafem dalam sebuah bahasa itu melambangi satu bunyi, yang di dalam studi fonemik disebut sebagai fonem. Akan tetapi pada faktanya, sangatlah sulit mencari bahasa - bahkan mungkin tidak ada-bahasa yang memiliki satu graJem sebagai penanda bunyi yang dapat merepresentasikan satu fonem' Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia, grafem dapat digunakan untuk melambangi foner.t le/ seperti pada'ember', dan /e/ sepetn pada'bersih', dan /e/ seperti pada'teras'. Demikian pula grafem yang terletak pada kata 'baPak', temyata memiliki rePresentasi berbeda dengan /k/ pada kata'kita'. Jadi jelas bahwa posisi final dan posisi awal sebuah grafem, memiliki rePresentasi pelafalan yang Lerbeda. Datam bahasa Inggns, fakta keberadaan grafem untuk melambangi bunyi bahasa itu iauh lebih kacau daripada bahasa lndonesia. Gra{em kadangkala digunakan untuk merePresentasikan bunyi [a] seperti pada kata'cut' dan'but'. Akan tetaPi, Sralem itu juga dapat berepresentasi sebagai [u] seperti pada kata dalam bahasa Inggris 'butcher' dan 'put'. Sekalipun terkesan rumit sePerti yang dicontohkan di bagian depan itu, tetap harus dipahami bahwa fonologi memang berkontribusi banyak pada pengembangan dan pembentukan ejaan lewat konvensi grafem dan fonem Dengan demikian daPat ditegaskarL bahwa fonologi berkontribusi pada pembenhrkan dan pengembangan ejaan lewat dimensi fonemiknya' bukan dari dimensi fonetiknya. Dalam studi fonologi, kontribusi tersebut bercifat ilmiah karena hasil-hasil kajian fonologi merupakan hasil dari cara keria dan cara pikir berhakikat ilmiah dalam mempelaiari bunyi uiar manusia.[5]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Chaer, Abdul (2009). Fonologi Bahasa Indonesia. Bandung: Rineka Cipta. hlm. 1. 
  2. ^ "Hasil pencarian "fonologi" ~ asalkata.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-08. Diakses tanggal 24 Agustus 2014. 
  3. ^ a b Abidin, Zainal (2017-08-27). "POLA BUNYI DALAM MANTRA PROSESI PACU JALUR DI KUANTAN SINGINGI: KAJIAN STILISTIKA". Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra. 4 (1): 103. doi:10.31503/madah.v4i1.560. ISSN 2580-9717. 
  4. ^ a b Kompasiana.com (2015-02-09). "Pembidangan Linguistik". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2023-12-24. 
  5. ^ Rujukan kosong (bantuan) 

Bacaan terkait

sunting
  • Chaer, Abdul (2009). Linguistik Umum. Bandung: Rineka Cipta. 979-518-587-X.