Adipati

gelar kebangsawanan untuk kepala wilayah
Revisi sejak 10 Desember 2011 09.43 oleh IlyasVII (bicara | kontrib)

Adipati adalah sebuah gelar kebangsawanan untuk orang yang menjabat sebagai kepala wilayah-wilayah yang tunduk/vazal dalam struktur pemerintahan kerajaan di Nusantara, seperti di Jawa dan Kalimantan. Wilayah yang dikepalai oleh seorang Adipati dinamakan Kadipaten.

Henri, Adipati Agung Luksemburg saat ini

Adipati Agung atau Haryapatih merupakan gelar yang lebih tinggi dari Adipati, sedangkan wilayah yang dikepalainya dinamakan Kadipaten Agung atau Keharyapatihan. Gelar Adipati dan Adipati Agung dipadankan dengan gelar dalam bahasa Inggris Duke dan Grand Duke untuk bangsawan-bangsawan di Eropa.

Adipati Utama (Archduke) merupakan gelar yang eksklusif digunakan oleh Wangsa Habsburg sebagai istilah untuk pewaris tahta kerajaan. Tingkatan gelar ini berada di bawah Raja dan di atas Haryapatih/Adipati Agung. Negara-negara yang pernah menggunakan gelar ini adalah Kekaisaran Romawi Suci, Kekaisaran Austria & Austria-Hongaria.

Luksemburg merupakan satu-satunya negara berdaulat di dunia yang dikepalai oleh seorang Haryapatih.

Adipati di Jawa

Jabatan adipati mulai diketahui dipakai semenjak periode Islam dalam sejarah raja-raja di Jawa. Jabatan ini tampaknya dipakai untuk menggantikan sebutan "bhre" yang lebih dahulu dipakai dalam periode Buddha-Hindu. Adipati berbeda dengan bupati terutama dilihat dari kepentingan wilayah, luas wilayah, dan alasan strategi politik. Adipati dianggap memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada bupati. Suatu kadipaten dapat memiliki beberapa kabupaten.

Setelah terpecahnya wangsa Mataram, wilayah Kasunanan Surakarta harus menyerahkan hampir separuh wilayahnya kepada Keadipatian (Kadipaten) Mangkunegaran (1757). Mangkunegaran merupakan keadipatian otonom, dalam arti dapat mengurus wilayah kekuasaannya tanpa harus berkonsultasi dengan Kasunanan. Hal ini merupakan suatu hal yang baru dalam sejarah kekuasaan di Jawa. Sekitar enam puluh tahun kemudian (1813), giliran Kesultanan Yogyakarta harus menyerahkan sebagian kekuasaannya untuk menjadi Keadipatian Pakualaman, yang juga bersifat otonom.

Adipati di Kesultanan Banjar

Umpama di Kalimantan tempo dulu, Kiai Adipati Danu Raja, memimpin Banua Lima, suatu wilayah keadipatian dari Kesultanan Banjar yang terdiri dari lima lalawangan (distrik) yaitu suatu wilayah yang dipimpin Kiai Tumenggung (setara dengan jabatan bupati di Jawa). Ketika pemerintah Hindia Belanda melantik Pangeran Tamjid sebagai Sultan Tamjidullah Alwatsiqubullah sebagai Sultan Banjar bersamaan itu pula dilantik Pangeran Aria Kasuma (adik Tamjidullah) sebagai Pangeran Adipati Aria Kasuma mengepalai keadipatian Banua Lima menggantikan Kiai Adipati Danu Raja, namun yang bersangkutan tidak sempat menempati posnya karena pergolakan politik saat itu. Pada masa perjuangan Pangeran Antasari melawan Belanda di daerah Barito mendapat dukungan kuat dari Kiai Adipati Jaya Raja sebagai penguasa Tanah Dusun, Kapuas, dan Kahayan.

Adipati Agong di Kesultanan Brunei

Sulaiman (?–1511) adalah sultan ketiga Brunei Darussalam. Pada tahun 1432, naik takhta. Sultan yang menyambung usaha membangun Kota Batu. Berusaha meluaskan penyebaran Islam, terkenal dengan nama Adipati Agong atau Sang Aji Brunei. Ia turun takhta pada tahun 1485.

Lihat pula