Biomassa

materi biologis (yang tidak lagi hidup) digunakan sebagai sumber energi terbarukan
Revisi sejak 13 November 2020 06.01 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (memperbaiki tautan daftar pustaka)

Biomassa adalah sebuah istilah untuk semua bahan organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, termasuk limbah tanaman budidaya, algae dan juga sampah organik. Biomassa dapat dibedakan dalam tiga kelompok besar, yaitu biomassa kayu, biomassa bukan kayu, dan biomassa sekunder. Energy Europe Insitute membagi biomassa ke dalam empat kategori yaitu: (i) limbah pertanian, (ii) limbah kehutanan, (iii) tanaman kebun energi, dan (iv) limbah organik. Biomassa sangat beragam dan berbeda dalam hal sifat kimia, sifat fisis, kadar air, kekuatan mekanis dan sebagainya. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan, tetapi kualitasnya rendah. Sehingga teknologi konversi termal biomassa beragam tergantung pemanfaatannya dan relatif rumit. Karakteristik utama biomassa terkait dengan proses gasifikasi terdiri dari analisis proksimat (kadar air, abu, volatile matter, fixed carbon), analisis ultimat (kadar C, H, O, N, dan S), ash fushion temperature, sifat mempan gerus/ Hardgrove Grindability Index (HGI), dan caking/ swelling index. Nilai-nilai parameter ini disajikan secara spesifik pada topik-topik terkait.[1]

Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa biomassa dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar atau melalui proses pembriketan atau dapat pula digunakan untuk bahan bakar yang menghasilkan energi sekunder yaitu Tenaga Listrik.[2]

Karakteristik

Karakteristik gasifikasi

Karakteristik utama biomassa terkait dengan proses gasifikasi terdiri dari analisis proksimat (kadar air, abu, volatile matter, fixed carbon), analisis ultimat (kadar C, H, O, N, dan S), ash fushion temperature, sifat mempan gerus/ Hardgrove Grindability Index (HGI), dan caking/ swelling index. Nilai-nilai parameter ini disajikan secara spesifik pada topik-topik terkait.[1]

Kadar air

Kadar air dalam biomassa terdiri dari kadar air bebas (surface moisture containt) dan kadar air terikat (inherent moisture containt). Kadar air bebas akan hilang pada pengeringan dan berubah dengan kelembaban udara. Sedangkan kadar air terikat berada di dalam poripori biomassa dan dapat dihilangkan dengan teknik pengeringan.[3]

Abu

Abu adalah bahan-bahan anorganik yang masih tersisa setelah biomassa dibakar. Abu terdiri dari terutama: silika, aluminium, besi, kalsium, magnesium, titanium, natrium, dan kalium. Kadar abu akan mempengaruhi biaya penanganan abu pada akhir proses gasifikasi. Bahkan pada beberapa teknologi konversi biomassa kandungan abu ini sangat perlu diperhatikan karena dapat mengganggu proses.[4] Karakteristik abu pada temperatur tinggi merupakan salah satu faktor kritis dalam pemilihan teknik gasifikasi. Pada jenis gasifier dengan pengeluaran abu slagging, temperatur operasi gasifier harus berada diatas Ash Fusion Temperature (AFT). Sedangkan pada jenis gasifier dengan pengeluaran abu kering, temperatur operasi gasifier harus berada dibawah AFT. Pada pengalaman pengembangan gasifikasi sekam padi, karakteristik abu pada temperatur proses gasifikasi (600 – 800oC) dapat mengganggu kehandalan operasional.[5]

Zat terbang

Zat terbang (volatile matter) adalah senyawa-senyawa yang dilepas biomassa saat mengalami pemanggangan atau pemanasan. Zat terbang terdiri dari H2, CO, CO2, CH4, hidrokarbon ringan, tar, ammonia, senyawa sulfur, dan senyawa oksigen. Karbon terikat (fixed carbon) adalah padatan yang masih tersisa bersama dengan abu setelah biomassa melewati proses pirolisis. Kadungan utama karbon terikat adalah elemen C.[4]

Nilai kalor

Nilai kalor (Heating Value, juga sering disebut panas pembakaran) adalah energi yang dilepaskan saat pembakaran biomassa secara sempurna dan stoikiometrik. Nilai kalor dapat dinyatakan dalam terminologi higher heating value atau gross caloritic value (HHV atau GHV) dan lower heating value atau net caloritic value (LHV atau NHV). Perbedaan nilai HHV dan LHV adalah panas pengembunan air hasil pembakaran. Nilai-nilai HHV atau LHV biomassa dicatat pada temperatur referensi 25˚C.[4]

Komponen penyusun

Biomassa merupakan campuran kompleks material organik seperti karbohidrat, lemak, dan protein, serta dengan mineral dalam jumlah yang sedikit seperti natrium, fosfor, kalsium, dan besi. Senyawa utama biomassa adalah: selulosa, hemi-selulosa, dan lignin.[6]

Selulosa

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling umum dijumpai di alam. Kandungan selulosa di dalam biomassa sampai 90%, misalnya dalam kapas, dan sampai sekitar 33% dalam sebagian besar tanaman lain. Rumus umum selulosa adalah C6H10O5)n dengan panjang polimer, n, sampai 10.000, dengan unit utama molekul glukosa. Selulosa di dalam kayu merupakan komponen utama dengan kadar sekitar 40-44% kering berat. Selulosa adalah penghasil tar selama pirolisis biomassa.[7]

Hemi-Selulosa

Hemi-selulosa adalah polimer dari senyawa gula dengan lima atom C. Hemi-selulosa menempati fraksi biomassa pada rentang 15- 35%. Di dalam proses pirolisis, hemi-selulosa mengalami degrasi paling awal dibandingkan terhadap selulosa dan lignin. Hidrolisis hemiselulosa (perebusan sampai temperatur 200oC) dapat menghasilkan: gula C5 (arabinosa dll), dan furfural (pelarut dan bahan baku industri).[7]

Lignin

Lignin merupakan makromolekul senyawa dasar fenolik yang merupakan senyawa pengikat dalam struktur biomassa. Salah satu kegunaan lignin adalah ligno-sulfonat, sebuah jenis surface active agent yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam kestabilan lumpur pengeboran. Penelitian terhadap molekul dasar lignin sedang marak akhir-akhir ini. Lignin tahan pengaruh termal, jadi degrasi lignin terjadi pada akhir proses pirolisis (350-500oC). Degradasi lignin dapat menghasilkan senyawa fenolik yang berbahaya bagi kesehatan, dan komponen tar yang terbawa gas hasil gasifikasi. Tar dan senyawa fenolik dapat mengalami depolimerisasi ketika kontak dengan udara, yang membentuk deposit dalam saluran gas. Penelitian gasifikasi tidak terlepas dari upaya penyisihan tar dari gas hasil; atau pengurangan seminimum mungkin terbentuk di dalam proses gasifikasi agar tidak terbawa gas hasil.[8]

Pemanfaatan

Sumber energi terbarukan

Secara umum skema pemanfaatan bioenergi dari bahan baku hingga menghasilkan energi akan dijelaskan pada skema dibawah ini. Bioenergi merupakan energi terbarukan yang berasal dari bahan baku organik. Berdasarkan asal sumbernya, bahan baku bioenergi dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: Tanaman Penghasil Energi (dikhususkan untuk menghasilkan bahan bakar) dan Biomassa (produk samping dari suatu kegiatan usaha). Selanjutnya, melalui proses/teknologi tertentu, dari bahan baku tersebut dihasilkan energi primer yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Cair (Bahan Bakar Nabati), Gas (Biogas) , dan Padat (Biobriket). Ketiga energi primer ini dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar (transportasi atau industri) atau dikonversi lagi menjadi energi sekunder yaitu Listrik Nabati. Bahan baku untuk menghasilkan listrik nabati juga bisa berasal dari biomassa/sampah kota, yang tanpa proses sebelumnya menghasilkan energi primer.[9]

Biomassa dapat dikonversi menjadi energi melalui tiga alur proses yaitu (Gambar 2.2): termokimia, biokimia dan ekstraksi biji yang mengandung minyak. Alur termokimia atau konversi termal meliputi: pembakaran, gasifikasi, pirolisis, torefaksi dan hidrotermal.[10] Pembakaran mengubah energi dalam (panas pembakaran) bahan bakar padat menjadi panas. Selain energi panas, pembakaran juga menghasilkan gas cerobong (flue gas): CO2 dan H2O (uap air). Panas pembakaran selanjutnya dimanfaatkan untuk produksi kukus (steam) untuk pemanas proses atau fluida kerja turbin-kukus. Panas hasil pembakaran banyak dimanfaatkan untuk reaksi kimia, misalnya di dalam tungku pemanggangan keramik, kiln semen dan sebagainya.[11] Proses pirolisis ditujukan semula untuk mendapatkan bahan bakar padat, arang dengan kualitas lebih tinggi dari biomassa asalnya. Hasil degradasi biomassa dalam proses pirolisis juga berupa cairan senyawa organik (tar, hidrokarbon berat dan asam-asam organik), dan gas-gas (CO, CO2, H2O, C2H2, C2H4, C2H6, dll). Fraksi masing-masing produk pirolisis tergantung pada: temperatur akhir pirolisis, dan laju pemanasan (Tabel 2.1). [12]

Teknologi gasifikasi

Secara sederhana proses gasifikasi biomassa dapat dikatakan sebagai reaksi kimia pada temperatur tinggi antara biomassa dengan agen gasifikasi (gasitying agent) untuk menghasilkan gas bahan bakar yang disebut gas produser. Gasifying agent dapat berupa udara atau O2 atau juga dicampur dengan uap air. Pada gasifikasi biomassa skala tepat-guna, agen gasifikasi adalah udara yang murah.[13]

Akhir-akhir ini teknik pirolisis dikembangkan untuk mendapatkan lebih banyak fraksi cair atau fraksi gas. Dengan elemen utama karbon, hidrogen dan oksigen, hampir semua jenis biomassa secara teoritik dapat dimanfaatkan sebagai umpan gasifikasi. Salah satu tipe gasifier untuk biomassa adalah down draft gasifer.[12] Sifat-sifat biomassa yang perlu diperhatikan untuk gasifier ini antara lain adalah sebagai berikut. a. Kadar air biomassa tidak lebih dari 30%. Kadar air biomassa dapat diturunkan dengan pengeringan. Biomassa kering udara memiliki kadar air berkisar antara 10 – 15%. b. Bentuk partikel mendekati bulat atau kubus. Bentuk partikel pipih atau serbuk mengakibatkan hambatan aliran gas di dalam reaktor. c. Ukuran partikel biomassa umpan gasifikasi antara 0,5 – 5,0 cm. d. Bulk density umpan gasifikasi sebaiknya minimum 250 kg/m2.[14]

Pengelompokan biomassa untuk kesesuaiannya dalam down draft gasifier adalah sebagai berikut (disajikan pula pada Tabel 2.2). a. Jenis-1: partikel besar, perticle density tinggi, kadar air < 30%, kadar abu rendah. Misalnya: limbah kayu, bongkol jagung, batok kelapa. b. Jenis-2: partikel kecil, kadar air atau abu tinggi, particle density rendah. Misalnya sekam padi, batok, tandan kosong sawit, kulit biji jarak, kulit kacang, serbuk gergaji. c. Jenis-3: bentuk serampangan, basah sekali. Misalnya: sampah kota (solid municipal waste). d. Jenis-4: kebun energi (fast growing tree) atau tumpang sari. Misalnya: lamtoro-gung, turi dan lain-lain.[15] Persyaratan umpan gasifikasi tersebut di atas, sering kali didekati dengan pengolahan awal biomassa seperti: pengeringan, pemotongan pelletization atau granulation. Biomassa umpan gasifikasi harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk secara kontinyu.[6]

Referensi

  1. ^ a b Sutanto 2018, hlm. 5.
  2. ^ Direktorat Bioenergi 2016, hlm. 21.
  3. ^ Sutanto 2018, hlm. 5-6.
  4. ^ a b c Sutanto 2018, hlm. 6.
  5. ^ Sutatnto 2018, hlm. 7.
  6. ^ a b Sutanto 2018, hlm. 11.
  7. ^ a b Sutanto 2018, hlm. 12.
  8. ^ Sutanto 2018, hlm. 13.
  9. ^ Direktorat Bioenergi 2016, hlm. 4.
  10. ^ Sutanto 2018, hlm. 8.
  11. ^ Sutanto 2018, hlm. 8-9.
  12. ^ a b Sutanto 2018, hlm. 9.
  13. ^ Sutanto 2018, hlm. 14.
  14. ^ Sutanto 2018, hlm. 9-10.
  15. ^ Sutanto 2018, hlm. 10.

Daftar pustaka

Direktorat Bioenergi (2016). Pedoman Investasi Bioenergi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 

Sutanto, Herri (24 November 2018). Pengembangan Teknologi Gasifikasi untuk Mendukung Kemandirian Energi dan Industri Kimia (PDF). Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung. ISBN 978-602-6624-23-9.