Artikel ini membahas Nabi Hagai. Untuk sebuah kitab dalam Perjanjian Lama, lihat Kitab Hagai

Hagai (bahasa Ibrani: חַגַּי, Ḥaggai atau "Hag-i") yang berarti perayaan, adalah salah seorang dari keduabelas nabi kecil dan penulis Kitab Hagai.[1] Ia hidup sezaman dengan Zakhariah.[2][3][4] Ia berkarya setelah tahun 520 SM, yaitu pada pada masa sejarah Yahudi telah kembali dari pembuangan di Babel.[2][3][5] Ia mungkin adalah salah seorang dari mereka yang dibuang ke Babel oleh Nebukadnezar dan mewartakan pesan Allah mengenai pembagunan kembali Bait Suci setelah kembali dari pembuangan.[3] Dalam penggunaan lain, nama Hagai, dengan berbagai variasi vokalisasinya, juga ditemukan dalam Kitab Ester, sebagai seorang hamba kasim dari ratu. Dalam kalender liturgi Gereja Ortodoks Timur, hari rayanya jatuh pada 16 Desember.

Latar Belakang

Hagai memulai pelayanannya sekitar 16 tahun setelah kepulangan kembali orang Yahudi ke Yehuda.[3] Setelah ditunda selama 15 tahun, pekerjaan pembangunan Bait Suci itu dilanjutkan kembali melalui upaya Hagai dan Zakhariah (Ezra 6:14).[3] Mereka mengimbau bangsa Israel dan membangkitkan mereka dari kemalasan mereka, dan mendorong mereka untuk memanfaatkan perubahan dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintah Persia di bawah Darius I dari Persia untuk membangun Bait Suci.[3] Sebagai nabi yang berkarya pada masa setelah pembuangan, maka yang menjadi keprihatinan mereka pada saat itu adalah pembangunan kembali kota Yerusalem dan pembangunan Bait Suci.[2][4] Sejak kembali dari pembuangan, bangsa israel sudah mulai melupakan keterlibatan mereka untuk membangun Bait Suci dan kehilangan makna Bait Suci bagi bangsa.[2] selain itu, upaya pembangunan kembali Bait Suci telah dihentikan karena gangguan-gangguan orang Samaria.[2][4] Sehingga, Hagai menyampaikan keprihatinannya ini kepada Zerubabel (Yehuda pada waktu itu) dan kepada Yosua (Imam Besar).[1][2][4] Pada masa itu pula, situasi politik memberikan keuntungan bagi bangsa Israel untuk segera melaksanakan pembangunan, sebab pemerintahan Persia sedang dalam kondisi krisis.[2]

Warta Nabi

Hagai mewartakan pesan bahwa tanah mereka telah dinajiskan oleh karena dosa bangsa israel, sehingga perlu dilakukan pembersihan dan pembagunan Bait Suci agar TUHAN hadir di tengah-tengah bangsa itu.[2][5] TUHAN akan memberikan berkat melimpah bagi bangsa israel, jika Bait Suci dibangun.[2] Tuhan akan memulihkan bangsa-bangsa dan memuliakan Zerubabel.[2] Pewartaannya ini tentu sejajar dengan warta Yehezkiel yang menunjukkan bahwa hari pembangunan akan datang, Bait Suci akan dibangun, dan bahwa segala suku akan hidup aman tentram di bawah pimpinan seorang pemimpin dan imam (lih. Yeh. 40-48).[2] Pewartaan dan himbauan Hagai ini terlaksana, sehingga pada tahun 516 SM Bait Suci yang baru telah selesai dibangun.[3]

Pemikiran

Nabi Hagai memiliki pemikiran bahwa Bait Suci adalah wujud kehadiran TUHAN dan kelanjutan dari karya penyelamatan Allah.[1] Tanpa kehidupan iman dan beribadatan kepada TUHAN, makan TUHAN tidak akan memberikan berkat dan kebaikan bagi bangsa israel pada saat itu.[2] Sehingga, ia menggabungkan rencana politis pembangunan Bait Suci, dengan tuntutan bagi umat yang seharusnya mengusahakan kesucian hidup dalam tindakan mereka.[2]

Lihat pula

  1. ^ a b c (Inggris) David Noel Freedman (ed.). 2000. Eerdmans Dictionary of the Bible. USA: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m (Indonesia) Pr. Darmawijaya. 1990. Warta Nabi Masa Pembuangan dan Sesudahnya. Yogyakarta: Kanisius.
  3. ^ a b c d e f g (Indonesia)J.D. Douglas, 2008. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta: Bina Kasih.
  4. ^ a b c d (Indonesia)W.S. Lasor. 1994. Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  5. ^ a b (Indonesia) I. Snoek. 1981. Sejarah Suci. Jakarta: BPK Gunung Mulia