Kebangkitan Nasional Indonesia

peristiwa sumpah pemuda awal dari kebangkitan nasional Indonesia

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20, di mana rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Tokoh

Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, antara lain yaitu:

  1. Soetomo (EBI: Sutomo)
  2. Dr. Tjipto Mangunkusumo (EBI: Cipto Mangunkusumo)
  3. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBI: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara)
  4. Dr. Douwes Dekker

Faktor pendorong

Secara garis besar, faktor pendorong kebangkitan nasional terbagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal, yakni [1]:

  1. Penderitaan rakyat yang berkepanjangan akibat penjajahan.
  2. Kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit.
  3. Munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan.

Sedangkan faktor eksternal, yakni:

  1. Timbulnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika. Paham-paham baru tersebut seperti nasionalisme, liberalisme, dan sosialisme.
  2. Munculnya gerakan Turki Muda, Kongres Nasional India, dan Gandhisme. Gerakan-gerakan ini muncul karena kebangkitan nasional di Asia pada masa itu.
  3. Kemenangan Jepang atas Rusia pada perang Jepang-Rusia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk melawan negara barat.

Asal usul

Pada tahun 1912 berdirilah Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda), Indische Partij. Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang. Kebangkitan pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tetapi sebenarnya diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar Laweyan, Solo.

Serikat ini awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Tionghoa pada waktu itu. Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada tahun 1906 berubah nama menjadi Sarekat Islam.

Soewardi Soerjaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih", keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda.

Peringatan

Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, disingkat Harkitnas, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

Galeri

Referensi

  1. ^ "Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional". 

Daftar pustaka

  • Ricklefs, M.C. (1991). A Modern History of Indonesia, 2nd edition. MacMillan. bab 14–15. ISBN 0-333-57690-X.