Mohammad Noer: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(42 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Kotak info Gubernur
|name = {{PAGENAME}}Mohammad Noer
|image = Gubernur Mohammad Noer.jpg
|imagesize = 1000000px200px
|caption = Foto resmi Mohammad Noer sebagai Gubernur Jawa Timur
|office =
|order =
|ambassador_from = Indonesia
|country = Prancis
|president = [[Soeharto]]
|footnotes term_start = 1976
|vicepresident = [[Hamengkubuwana IX]]<br>[[Adam Malik]]
|term_startterm_end = [[1976]]1980
|term_end = [[1980]]
|predecessor = [[Achmad Tahir]]
|successor = Barli Halim
|office2 = Gubernur Jawa Timur
|order2 = ke-7
|term_start2 = [[1966]]1967
|term_end2 = [[1976]]
|president2 lieutenant2 = [[Soeharto]]
|lieutenant2 =
|predecessor2 = [[Moch. Wijono]]
|successor2 = [[Soenandar Prijosoedarmo]]
|birth_date = {{Tanggal lahir|19011918|61|613}}
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Sampang]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Tanggal kematian dan umur|2010|4|16|19011918|61|613}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Surabaya]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]
|nationality = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
|party = [[Golongan Karya]]
|spouse = Mas Ayoe Siti Rachma
|religion footnotes = [[Islam]]
|footnotes =
}}
 
'''Raden Panji Mohammad Noer''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sampang|Sampang]], [[Jawa Timur]]|613|61|19011918|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]]|16|4|2010}}), adalah [[Gubernur Jawa Timur]] pada masa bakti 19661967 - 1976. Ia meniti karier dari bawah sebagai pegawai magang di Kantor Kabupaten Sumenep, Asisten Wedana, Patih (Wakil Bupati), Bupati Kabupaten Bangkalan, Residen (Pembantu Gubernur), Pejabat Sementara Gubernur Jawa Timur, hingga menjadi seorang Gubernur Jawa Timur. ''“Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu”'' (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan gubernurnya rakyat kecil.<ref name="Rifai, M.A. 1991">Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 131</ref> Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan '''Cak Noer'''. tahun 1997 Acara Presiden RI di ANTV.
 
''“Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu”'' (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan "gubernurnya rakyat kecil".<ref name="Rifai, M.A. 1991">Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 131</ref> Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan '''Cak Noer'''.
Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis dimana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan pada tahun 1950-an.
 
Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis dimanadi mana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas [[Jembatan Suramadu]] yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan pada tahun 1950-an.
== Latar Belakang dan Keluarga ==
Raden Panji Mohammad Noer dilahirkan di Kampung Beler, Desa Rong Tengah, sebuah desa kecil dipinggiran Kabupaten Sampang, Madura pada 6 Juni 1901.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 5</ref> Mohammad Noer adalah putra ke-7 dari keluarga bangsawan pasangan Raden Aria Condropratikto dan Raden Ayu Siti Nursiah.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 30</ref>
 
== Riwayat Hidup ==
Masa kanak-kanak Mohammad Noer di Kampung Beler tersebut menjadi titik awal yang menggugah hatinya untuk menjadi seorang pemimpin yang mampu menolong rakyat kecil. Pada suatu malam, Mohammad Noer kecil menyaksikan rombongan rakyat dengan obor, menyandang pikulan dengan keranjang bermuatan yang berat, berbondong-bondong menaiki perahu-perahu kecil dan mengarungi Selat Madura. Ia bertanya-tanya, apa sesungguhnya makna dari kejadian tersebut. Baru lama setelah itu, ia baru menyadari bahwa sesungguhnya rakyat Sampang dihantui oleh kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan hidup lain yang mendorong mereka untuk merantau demi mempertahankan hidup di seberang laut yaitu Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, serta daerah lainnya seperti Kalimantan dan Sulawesi.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 26-27</ref> Hal inilah yang menjadi pelecut baginya dan membulatkan tekadnya untuk berbuat sesuatu guna memperbaiki keadaan tanah kelahirannya yang kering tandus itu.
 
=== Latar Belakangbelakang dan Keluargakeluarga ===
Raden Panji Mohammad Noer dilahirkan di Kampung Beler, Desa [[Rong Tengah, Sampang, Sampang|Rong Tengah]], sebuah desa kecil dipinggirandi pinggiran [[Kabupaten Sampang]], Madura pada 6 Juni 1901.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 5</ref> Mohammad Noer adalah putra ke-7 dari keluarga bangsawan pasangan Raden Aria Condropratikto dan Raden Ayu Siti Nursiah.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 30</ref>
 
Masa kanak-kanak Mohammad Noer di Kampung Beler tersebut menjadi titik awal yang menggugah hatinya untuk menjadi seorang pemimpin yang mampu menolong rakyat kecil. Pada suatu malam, Mohammad Noer kecil menyaksikan rombongan rakyat dengan obor, menyandang pikulan dengan keranjang bermuatan yang berat, berbondong-bondong menaiki perahu-perahu kecil dan mengarungi Selat Madura. Ia bertanya-tanya, apa sesungguhnya makna dari kejadian tersebut. Baru lama setelah itu, ia baru menyadari bahwa sesungguhnya rakyat Sampang dihantui oleh kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan hidup lain yang mendorong mereka untuk merantau demi mempertahankan hidup di seberang laut yaitu [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]], [[Kabupaten Probolinggo|Probolinggo]], [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]], serta daerah lainnya seperti Kalimantan dan Sulawesi.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 26-27</ref> Hal inilah yang menjadi pelecut baginya dan membulatkan tekadnya untuk berbuat sesuatu guna memperbaiki keadaan tanah kelahirannya yang kering tandus itu.
 
Mohammad Noer menikah pada 9 Mei 1941 dengan Mas Ayoe Siti Rachma dan dikaruniai 8 (delapan) orang anak yang terdiri dari 4 (empat) perempuan dan 4 (empat) laki-laki.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 103</ref>
 
== Riwayat Pendidikanpendidikan ==
Mohammad Noer mengawali pendidikan formalnya di HIS ''(Hollands Inlandse School)'', sekolah tingkat dasar yang didirikan pemerintah Belanda untuk anak-anak kalangan aristokrasi Indonesia.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 35-36</ref> Mohammad Noer bisa dikatakan sangat beruntung, sebagai cucu seorang bupati ia memenuhi syarat untuk memasuki sekolah priyayi tersebut. Disini Mohammad Noer diajarkan bahasa Belanda, bahasa Melayu, serta bahasa daerah. Pada tingkat sekolah ini, Mohammad Noer mulai memiliki kesadaran dan kesenangan akan membaca. Karya yang digemarinya adalah Siti Nurbaya dan karya-karya fiksi ilmiah karangan Jules Verne. Mohammad Noer lulus dari HIS pada tahun 1932.
 
Baris 52 ⟶ 53:
 
== Riwayat awal karier ==
=== Dari Pegawaipegawai Magangmagang hingga Gubernur Jawa Timur ===
Mohammad Noer mengawali kariernya sebagai pegawai magang di kantor Kabupaten Sumenep pada 1 Juli 1939.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 41</ref> Setelah setahun magang, ia kemudian diangkat menjadi Pegawai Pangreh Praja Penuh pada 1 Agustus 1941 dan menjabat sebagai Mantri Kabupaten Bangkalan.
 
Namun di akhir tahun 1941, Jepang mulai memasuki wilayah Indonesia. Jepang yang tengah dalam peperangan besar melawan sekutu di Pasifik Selatan kemudian membentuk satuan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dimaksudkan untuk membantu pasukan Jepang melawan musuh perangnya. Seiring dibentuknya PETA, masing-masing kabupaten diwajibkan untuk mengirimkan beberapa pemuda untuk dilatih militer di Bogor. Mohammad Noer ditunjuk Bupati Bangkalan R.A. Cakraningrat untuk mengikuti pelatihan ketentaraan tersebut.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 52</ref> Setelah menyelesaikan pelatihan di Bogor, Mohammad Noer kemudian diangkat sebagai chudancho (perwira setingkat kapten) dan diserahi tugas untuk memimpin sebuah kompi. Dengan terpaksa Mohammad Noer harus meninggalkan posisi sebelumnya sebagai mantri dan konsentrasi memimpin satuannya di pantai utara Madura.
 
Setelah PETA dibubarkan pada 15 Agustus 1945 diikuti dengan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan]], Mohamad Noer kembali menjadi seorang pamong praja dan menjabat sebagai Asisten Wedana atau setara Camat [[Kabupaten Bangkalan]] pada 1 September 1945.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 55</ref> Tugas ini ia rasa cukup berat, karena Mohammad Noer harus menyampaikan pengertian kepada masyarakat akan kemerdekaan Indonesia, serta memperbaiki kembali segala perangkat kepamongprajaan yang rusak akibat diporakporandakan penjajahan Jepang.
 
Kariernya terus meningkat, setelah mengemban tugas sebagai Asisten Wedana, ia kemudian diangkat menjadi Pembantu Bupati Bangkalan. Di jabatan barunya ini, Mohammad Noer aktif merintis pembangunan sekolah-sekolah dasar dengan mengajak masyarakat bergotong-royong. Ia sering terjun ke pelosok-pelosok wilayah Kabupaten Bangkalan dengan sepeda untuk meninjau langsung kegiatan di lapangan.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 61</ref> Jabatan ini dijalaninya selama 10 tahun. Ada dugaan bahwa stagnansi jabatan ini karena prinsipnya yang tidak ingin bergabung dengan partai politik yang berkuasa saat itu.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 63</ref> Sebagaimana diketahui dalam periode demokrasi liberal menjelang diberlakukannya kembali UUD 1945 itu, politik adalah panglima. Namun Mohammad Noer tidak pernah risau akan hal itu, ia menganggap bahwa hal ini mengandung hikmah yang mendalam dan memberikannya banyak pengalaman dan pengetahuan akan kepemerintahan.
 
Pada tahun 1959, dalam sidang lengkap Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II Kabupaten Bangkalan mengangkat Mohammad Noer yang tidak berpartai itu terpilih menjadi [[Daftar Bupati Bangkalan|Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bangkalan]].<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 64</ref> Sebagai Bupati, Mohammad Noer menjalankan Program 3P yaitu Pendidikan menuju Tauhid agar melek huruf; Percaya kepada Allah supaya hatinya bersih; dan Perhubungan agar tidak ada lagi daerah terpencil. Mohammad noer kemudian melakukan program perbaikan dan pelebaran jalan di dalam Kabupaten Bangkalan serta melakukan program peningkatan pendidikan dengan membangun SMA Negeri Bangkalan dimana ia langsung bertindak sebagai ketua panitianya.<ref name="ReferenceA">Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 65</ref> Mohammad Noer dikenal sebagai orang yang tepat waktu. Pernah ada suatu kesempatan, Mohammad Noer mendapat undangan rapat paripurna [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan|DPRD Tingkat II Kabupaten Bangkalan]]. Ia yang datang sesuai waktu undangan kemudian mendapati bahwa rapat terlambat dimulai tanpa penjelasan. Menanggapi hal tersebut, Mohammad Noer kemudian keluar ruangan dan pergi meninggalkan gedung. Hal itu membuat aparatnya untuk berhati-hati dan berusaha selalu tepat waktu.<ref name="ReferenceA"/>
 
Setelah selesai menjalani tugas sebagai Bupati, Mohammad Noer pada 1 Mei 1965 diangkat menjadi Pembantu Gubernur Jawa Timur untuk wilayah Madura yang berkantor di [[Kabupaten Pamekasan|Pamekasan]], Madura.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 66</ref> Menurutnya ini adalah jabatan yang bersifat koordinatif, ia bukan lagi penguasa suatu daerah seperti bupati. Sebagau residen, Mohammad Noer menggalakkan program penghijauan Madura yang kemudian mengajak masyarakat sepanjang pantai Sampang sampai Pamekasan untuk menanam jambu air dan jambu monyet. Serta diikuti dengan pembangunan irigasi baru dengan menggalang dana masyarakat. Hal ini dilakukannya untuk mencapai mimpinya mengubah Madura yang kering tandus menjadi daerah yang produktif.
 
Pada masa transisi dari orde lama ke orde baru, keadaan Jawa Timur sangatlah rawan. Beberapa pimpinan [[Gerakan 30 September|G30S/PKI]] yang masih belum tertangkap melarikan diri ke hutan-hutan di Jawa Timur bagian Selatan. Pada bulan Februari tahun 1967, Gubernur Jawa Timur, Mayor Jenderal Wiyono ditugasi pemerintah pusat untuk mengikuti [[Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat|SESKOAD]] di Bandung selama 4 bulan. Hal ini menyebabkan adanya kekosongan posisi gubernur di provinsi Jawa Timur. Kemudian Menteri Dalam Negeri, Letnan Jenderal Basuki Rachmat, menunjuk Mohammad Noer untuk mengisi posisi ini atas dasar prestasinya selama menjabat sebagai Pembantu Gubernur Jawa Timur.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 68</ref> Selain itu memang Let. Jend. Basuki Rachmat terkesan akan kegesitan Mohammad Noer saat bersama-sama gerilya saat masa Perang Kemerdekaan.
 
Tugas pertama yang diemban oleh Mohammad Noer sebagai Pejabat Sementara Gubernur adalah menumpas sisa-sisa G30S/PKI yang dilakukan di daerah Blitar Selatan dan Malang Selatan.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 72</ref> PKI yang menebar teror dengan program 3P-nya (Perampokan, Penculikan, dan Pembunuhan), Mohammad Noer pun melaksanakan program yang juga bernama 3P, yang terdiri dari Pendidikan, Pangan, dan Perhubungan. Program ini dilaksanakan untuk menetralkan isolasi mental dan geografi daerah-daerah yang dulunya didominasi PKI, serta menghidupkan kembali dasar pembangunan masyarakat Pancasila.
Baris 77 ⟶ 78:
Hasil kerja keras Mohammad Noer dan rakyat Jawa Timur tersebut membuahkan hasil. Rakyat Jawa Timur dianugerahi Pemerintah Republik Indonesia penghargaan Parasamya Punakarya Nugraha sebagai simbol keberhasilan rakyat Jawa Timur dalam melaksanakan REPELITA I.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 101</ref> Penghargaan ini diberikan langsung oleh Presiden Soeharto pada 21 Agustus 1974 di stadion Tambaksari, Surabaya. Mohammad Noer juga memperoleh penghargaan sipil tertinggi dari Pemerintah Republik Indonesia yaitu Bintang Mahaputra Utama III atas jasanya terhadap bangsa dan negara Indonesia.
 
=== ''“Agawe Wongwong Cilikcilik Melumelu Gumuyu”gumuyu”'' (Membuatmembuat Rakyatrakyat Kecilkecil Ikutikut Tertawatertawa) ===
Ungkapan itu disampaian dalam pidato Mohammad Noer dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Dalam pidato ini Mohammad Noer menuturkan bahwa ia mempunyai cita-cita dimana rakyat kecil bisa turut menikmati hasil pembangunan.<ref name="Rifai, M.A. 1991"/> Pidato tersebut mendapat perhatian serius dari semua golongan dan juga media, yang kemudian menyebut Mohammad Noer sebagai ''“Bapak Wong Cilik Jawa Timur”''.
 
=== Penyelesaian Masalahmasalah dengan Pendekatanpendekatan Religiusreligius ===
Mohammad Noer juga kerap melakukan penyelesaian masalah dengan pendekatan religius. Contohnya saat melerai pertikaian antara masyarakat Bangkalan dengan Sampang dan yang lain adalah penanganan musibah penerbangan haji di Sri Lanka.
 
Baris 87 ⟶ 88:
Kemudian saat penanganan musibah perjalanan haji dari Jawa Timur yang terjadi pada 4 Desember 1974. Mohammad Noer mendapat perintah dari Presiden Soeharto untuk menangani jenazah korban kecelakaan tersebut. Seluruh keluarga korban menginginkan jenazah segera dikembalikan ke keluarga masing-masing, padahal kondisi sangat sulit untuk mengidentifikasi 184 jenazah. Kemudian Mohammad Noer memutuskan untuk memakamkan seluruh jenazah di halaman Masjid Sunan Ampel dengan terlebih dahulu memohon maaf kepada pihak keluarga korban dan menyampaikan bahwa seluruh korban adalah syuhada haji yang gugur dalam perjalanan suci.<ref name="ReferenceB">Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 143</ref>
 
=== Pemimpin yang Maumau Mendengarmendengar Kritikkritik Publikpublik ===
Di saat banyak pemimpin Indonesia enggan mendengarkan teriakan oposisi, Mohammad Noer justru mengundang seorang seniman Rendra, yang terkenal lantang mengkritik dan melawan pemerintah. Rendra diundang tampil di Gedung Gelora Pancasila Surabaya dan Mohammad Noer duduk di baris paling depan bersama sang istri. Menurutnya ini bukanlah sikap pembangkangan terhadap atasan ataupun rezim Orde Baru yang berkuasa, namun menempatkan sesuatu pada posisi dan proporsi yang wajar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 12</ref>
 
=== Sosialisasi Program KB dengan Kentongankentongan ===
Mengingat tingginya tingkat kelahiran bayi di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 2,4% per tahunnya, Mohammad Noer kemudian menggalakkan Program Keluarga Berencana di wilayah yang dipimpinnya itu.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 85</ref> Cara unik namun efektif digelarnya. Yaitu dengan mengingatkan para ibu di pedesaan untuk meminum pil KB melalui penabuhan kentongan secara serentak di saat senja.<ref name="ReferenceB"/>
 
== Duta Besar Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Prancis ==
[[Berkas:Mohammad Noer.jpg|jmpl|1000000px|kiri|Foto Mohammad Noer sebagai Dubes RI untuk Prancis.]]
Mohammad Noer diangkat menjadi Duta Besar Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Prancis pada Oktober 1976. Mohammad Noer tahu bahwa rakyat Prancis sangat menjunjung tinggi bahasa nasionalnya, yaitu bahasa Prancis. Oleh karena itu, Mohammad Noer menyampaikan pidato pertamanya sebagai Duta Besar dalam bahasa Prancis, hasil belajar singkatnya memahami bahasa asing tersebut. Hal ini direspon sangat positif bagi publik dan pemerintah Prancis saat itu. Sebagai Duta Besar, Mohammad Noer berperan aktif dalam mengembangkan potensi pariwisata Indonesia di mata dunia yang didukung oleh Menteri Luar Negeri Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Salah satunya adalah Candi Borobudur yang kala itu baru selesai menjalani pemugaran. Kesuksesan Mohammad Noer mempromosikan objek pariwisata tersebut adalah dengan diterbitkannya perangko Republik Prancis yang bergambarkan Candi Borobudur.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 159</ref>
Atas jasanya dalam menjalin hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Prancis, Mohammad Noer mendapatkan penghargaan ''Grand Officer d’Ordre National du Mérite'' dari Pemerintah Republik Prancis di akhir masa jabatannya.<ref>Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 161</ref>
 
== Penggagas Jembatan Suramadu ==
Mohammad Noer menggagas pembangunan Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, sejak ia menjabat sebagai Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan. Dengan adanya jembatan tersebut ia berharap akan adanya percepatan perkembangan ekonomi di Pulau Madura yang ia ketahui sangat kering dan gersang. Selain itu ia juga telah memprediksikan akan terjadinya kepadatan di Surabaya yang berdekatan langsung dengan Pulau Madura khususnya Kabupaten Bangkalan. Tiang pancang pertama dibangun Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 melalui Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 2003 tentang Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009. Selain sebagai penggagas jembatan Suramadu, Mohammad Noer juga dikenal sebagai tokoh yang peduli akan pendidikan warga Madura. Pada tahun 2008, Mohammad Noer juga mengusahakan Beasiswa Unggulan untuk anak Madura yang berprestasi sejak dari SMP untuk kuliah di [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember]] (ITS) Surabaya. Terpilihnya 20 anak berprestasi ini adalah untuk mempersiapkan warga Madura pasca pembangunan Suramadu.<ref>[http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/327-sang-pamong-abdi-rakyat] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130218173755/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/327-sang-pamong-abdi-rakyat|date=2013-02-18}}, diakses pada 27 Februari 2013</ref>
 
== Wafat ==
[[Berkas:Makam Mohammad Noer.jpg|jmpl|1000000px100px|kiri|Batu Prasasti di Makam Mohammad Noer, Sampang, Madura]]
Mohammad Noer meninggal dunia di usia 92 tahun pada 16 April 2010 sekitar pukul 08.50 WIB di Ruang ICU, Rumah Sakit Darmo Surabaya. Sebelum dimakamkan Mohammad Noer dishalatkan di tiga masjid, yaitu Masjid Al Falah Surabaya, Masjid Agung Bangkalan, dan Masjid Agung Sampang. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga Somor Kompah, [[Kabupaten Sampang]], [[Pulau Madura|Madura]].<ref>[http://regional.kompas.com/read/2010/04/16/16152345/M.Noer.Dimakamkan.di.Somor.Kompah. M Noer Dimakamkan di Somor Kompah], diakses pada 17 April 2010</ref>
 
== Ringkasan Riwayatriwayat Karierkarier ==
* Juli 1939 -Agustus 1949, Pamong Praja
* Agustus 1949-Maret 1950, Kapten TNI
Baris 128 ⟶ 129:
* 1990-an, Komisaris SCTV (Surya Citra Televisi)
 
== Penghargaan{{sfn|Lembaga Pemilihan Umum|1988|p=558}} ==
#=== Tanda Kehormatan Bhayangkara===
# Bintang Gerilya
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"
# Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
|-
# Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
|colspan="3"|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=PIta (Ribbon) Bintang Mahaputera Utama.png|width=100}} {{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Gerilya.png|width=100}}
# Satya Lencana Penegak
|-
# Tanda Kehormatan Bhayangkara
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Jalasena Utama.png|width=100}}
# Bintang Yalasena
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Bhayangkara Utama.png|width=100}}
# Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama III
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalancana Perang Kemerdekaan I.gif|width=100}}
# Dari Pemerintah Prancis: Odre National Du Merite (Grand Officer)
|-
# Tanda Penghargaan Lencana "MELATI" dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Perang Kemerderkaan II.gif|width=100}}
# Satya Lencana Kebaktian Sosial
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Penegak.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Medali Veteran Perdamaian.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Satyalencana Kebhaktian Sosial.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Lencana Melati - Gerakan Pramuka.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=FRA Grand Officer of National Order of Merit Ribbon Bar.png|width=100}}
|}
 
{| class="wikitable" width="70%" style="margin:1em auto; text-align:center;"
!Baris ke-1
| colspan="2"|[[Bintang Mahaputera Utama]] (1974)
| colspan="1"|[[Bintang Gerilya]] (1960)
|-
!Baris ke-2
| colspan="1"|[[Bintang Jalasena|Bintang Jalasena Utama]] (1975)
| colspan="1"|[[Bintang Bhayangkara|Bintang Bhayangkara Utama]] (1973)
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan I]] (1964)
|-
!Baris ke-3
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan II]] (1964)
| colspan="1"|[[Satyalancana Penegak]] (1969)
#| colspan="1"|Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia
|-
!Baris ke-4
| colspan="1"|[[Satyalancana Kebhaktian Sosial|Satyalancana Kebaktian Sosial]] (1985)
| colspan="1"|Lencana Melati - Gerakan Pramuka (1985)
| colspan="1"|[[:en:Ordre national du Mérite|Grand Officer of the National Order of Merit]] - Prancis
|}
 
=== Lainnya ===
# Manggala Karya Kencana dari BKKBN
# Tanda Penghargaan dari Menteri Pemuda & Olah Raga
# Tanda Penghargaan dari Menteri Keuangan "Pembayar Pajak Penghasilan Perorangan"
# Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia
# Piagam Penghargaan Rektor Univ. Airlangga "WIIDYA AIRLANGGA KENCANA" Atas Jasa Prestasinya ikut memajukan dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Kemasyarakatan dan Kebudayaan (S.K. Rektor Universitas Airlangga No.3748/PT03.H/P/1993) Tertanggal 13 Nopember 1993
 
Baris 151 ⟶ 181:
Rifai, Mien A., Hendrowinoto, Nurinwa Ki S. (1991). Mohammad Noer. Jakarta: Yayasan Biografi Indonesia.
 
== Bibliografi ==
{{clr}}
* {{Citation|author=Lembaga Pemilihan Umum|date=1988|title= Buku Pelengkap IX Pemilihan Umum 1987, Ringkasan Riwayat Hidup dan Riwayat Perjuangan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum Tahun 1987|volume=XVIII|pages=|url=https://www.google.co.id/books/edition/Pemilihan_umum_1987/dB4TAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=0}}
 
{{kotak mulai}}
{{s-gov}}
Baris 168 ⟶ 200:
}}
{{kotak selesai}}
 
[[Kategori:{{Gubernur Jawa Timur]]}}
 
{{DEFAULTSORT:Noer, Mohammad}}
{{indo-bio-stub}}
[[Kategori:Duta Besar Indonesia]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Prancis]]
[[Kategori:Gubernur Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Sampang]]
[[Kategori:Tokoh Madura]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Sampang]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Duta BesarPolitikus Indonesia untuk Prancis]]
[[Kategori:Gubernur Jawa Timur]]
[[Kategori:Bupati Bangkalan]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Prancis]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]
#[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]