Televisi berlangganan

Revisi sejak 5 November 2021 08.56 oleh Dani1603 (bicara | kontrib)

Televisi berlangganan adalah sebuah jasa penyiaran saluran televisi yang dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan) secara berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan sistem digital ataupun analog melalui media satelit, jaringan terestrial, dan kabel. Saat ini sistem penyiaran dengan digital adalah yang paling lazim digunakan.

Di beberapa negara seperti di Prancis dan Amerika Serikat, sinyal-sinyal analog terkode juga mulai diperkenalkan sebagai salah satu cara berlangganan.

Di Indonesia televisi berlangganan yang pertama kali hadir adalah Indovision (sekarang MNC Vision), yang berdiri pada 8 Agustus 1988 dan mulai beroperasi pada 1994.[1] Indovision juga dikenal sebagai televisi berlangganan yang pertama kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct Broadcast Satellite (DBS)).

Sejarah

Istilah televisi berlangganan bagi sebagian penduduk yang bermukim di kota besar tentunya tidak asing lagi. Perkembangan televisi berlangganan di Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculannya yang pertama kali. Televisi berlangganan mengalami perkembangan yang panjang, sama halnya dengan televisi konvensional. Dimulai saat Zenith meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan ketika televisi sendiri masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Akhirnya pada tahun 1940-an, Zenith-lah yang memperkenalkan sebuah sistem televisi berlangganan yang diberi nama Phonevision. Phonevision ini memberikan layanan bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan pemesanan melalui telepon.

Pada pola televisi berlangganan semacam ini, sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih, yaitu satelit. Awalnya televisi berlangganan sering diidentikkan dengan TV kabel, karena bermula pada tahun 1948 ketika warga Pennsylvania, Amerika Serikat kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antenna untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program kemudian menarik kabel dari antena tersebut dan memasangnya ke rumah-rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai televisi berlangganan makin kuat. Dengan tuntutan dan kebutuhan akan hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980-an menjadi primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di berbagai negara.

Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan.

Sejarah dan perkembangannya di Indonesia

Seiring dengan reformasi teknologi yang terus bergulir dan merambah banyak aspek kehidupan global, Indonesia pun tak lepas dari imbas dan gejolak teknologi tersebut. TV berbayar ini menawarkan sistem pay-per-view (PPV) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem PPV ini, pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus 1988 dan beroperasi pada 1994.[2][3] Sembilan tahun kemudian (1997), Indovision meluncurkan satelit barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta 1 yang digunakan sampai sekarang.

Dalam perkembangannya, juga muncul berbagai penyedia lain yang menyelenggarakan siaran berlangganan dengan aneka metode. Perusahaan pertama yang menyediakan televisi kabel sendiri adalah PT Tanjung Bangun Semesta]] (sekarang PT First Media Tbk) yang kemudian meluncurkan siarannya dengan nama Kabelvision pada 1999.[4] Kemudian, dalam televisi berlangganan terestrial, sempat muncul Nexmedia pada November 2011.[5] Sempat juga muncul usaha menghidupkan televisi digital telepon seluler bersistem DVB-H pada 2009 lalu.[6] Walaupun kemudian, dua jenis televisi berlangganan yang terakhir ini tidak sukses, dan saat ini siaran berlangganan dengan menggunakan televisi satelit maupun kabel tetap menjadi medium yang dominan dalam penyiaran berlangganan.

Regulasi

Aturan mengenai televisi berlangganan sendiri diatur dalam Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002, dengan nama Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). LPB sendiri didefinisikan sebagai lembaga penyiaran yang bersifat komersial, berbentuk badan hukum Indonesia, bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan, dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.[7][8] Peraturan tentang Lembaga Penyiaran Berlangganan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang nomor 52 tahun tahun 2005 dan Peraturan Menteri nomor 41 tahun 2012 Pasal 8 Ayat 1.[7][9]

Lembaga Penyiaran Berlangganan memancarluaskan dan menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multi-media, atau media informasi lainnya.[7] Dalam menyalurkan program siaran kepada pelanggannya, Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan dapat diselenggarakan dengan menggunakan sistem analog dan digital.[8] Kegiatan Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan yang berbentuk badan hukum Indonesia berupa Perseroan Terbatas, baik terbuka maupun tertutup, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.[8] Salah satu asosiasi yang sudah terbentuk dan menaungi Lembaga Penyiaran Berlangganan yaitu Indonesia Cable TV Association (ICTA).[10] ICTA merupakan asosiasi pelaku, pemilik, dan pengusaha layanan TV Kabel yang berada di seluruh daerah, termasuk Jakarta.[10]

Setiap Lembaga Penyiaran Berlangganan wajib memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan hanya berlaku untuk 1 Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan.[8] Untuk mengajukan permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan, beberapa orang dan badan hukum dapat menggabungkan diri dalam 1 badan hukum.[8] Penggabungan paling sedikit memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Menetapkan pimpinan pengurus Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagai penanggung jawab terhadap program siaran dan Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan secara keseluruhan, dan dalam hal Lembaga Penyiaran Berlangganan menggunakan satelit asing.[8]
  • Menggunakan lebih dari 1 (satu) stasiun pengendali (head end) untuk menyalurkan program siarannya, maka masing-masing stasiun pengendali wajib memiliki izin stasiun bumi untuk Television Received Only (TVRO).[8]

Lembaga Penyiaran Berlangganan di Indonesia terdiri dari LPB satelit, kabel dan terestrial.[7] Pembiayaan Lembaga Penyiaran Berlangganan berasal dari iuran berlangganan.[7] dan usaha lain yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran, seperti iklan.[7] Siaran iklan niaga yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan harus memenuhi syarat yaitu materi siaran iklan harus menggunakan sumber daya dalam negeri.[8][9] Dan apabila terdapat siaran iklan niaga asing dalam program-program yang disalurkan dari luar negeri, harus diganti dengan siaran iklan dalam negeri.[8][9]

Media kabel

Sebagian besar lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia telah memanfaatkan satelit dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program kepada konsumen. Di Indonesia, PT Telkom yang menggunakan jaringan kabel dalam industri TV berlangganan tidak menggunakan serat optik dalam pendistribusian, namun memakai kabel broadband.

Komponen utama sistem kabel

Untuk media penyaluran melalui kabel, terdapat beberapa komponen utama dalam sistem kabel yang konvensional, antara lain:

  • Headend: komponen atau alat yang digunakan untuk menangkap sinyal yang dibawa dari satelit maupun gelombang lain di udara yang kemudian akan didistribusikan kepada cable plant (jaringan kabel).
  • Trunk Cable: komponen kabel yang membawa sinyal, biasanya dilengkapi dengan broadband amplifiers setiap 2000 kaki yang digunakan untuk mempertinggi kekuatan sinyal.
  • Distribution of feeder cable: memperpanjang sinyal dari trunk menuju gardu induk sebelum disalurkan kepada masing-masing pelanggan di setiap rumah.
  • Subscriber drop: menyalurkan sinyal dari gardu induk kepada masing-masing pelanggan.
  • Terminal equipment: komponen yang diletakkan di setiap rumah pengguna layanan ini. Dapat berupa kabel modem, seperangkat televisi atau alat lain.

Kekurangan

Ketersediaan layanan ini sangat bergantung pada berapa banyak kabel yang dimiliki oleh provider dan wilayah mana saja yang akan menjadi target pemasarannya. Ketika suatu wilayah belum terdapat jaringan kabel, maka wilayah tersebut belum mampu menerima layanan dari provider. Mekanisme pendistribusian pada layanan kabel sebenarnya sederhana tetapi membutuhkan dana yang besar untuk biaya operasional. Suatu perusahaan atau provider harus membentangkan, menanam, sekaligus merawat jaringan kabel. Untuk keperluan peningkatan kualitas dan kapasitas, penggunaan serat optik merupakan pilihan yang tepat, karena potensi terkena gangguan terhadap kabel yang ditanam maupun yang digantung yang makin besar. Terlebih lagi media kabel konvensional dan serat optik ternyata masih mampu untuk disadap.

Media satelit

Media lain yang juga sangat menarik dalam industri televisi berlangganan kita adalah satelit. Yakni dengan menangkap sinyal dari satelit dengan perangkat tv parabola seperti decoder/ receiver, LNB dan antena parabola. Saat ini sudah banyak sekali provider (pay tv) di Indonesia menggunakan media satelit.

Proses penyiaran

Mekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya sama, dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu kemudian sinyal tersebut ditransfer dan dikirim lagi menuju ke bumi (downlink). Di Indonesia kita bisa mengakses siaran-siaran TV dari Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dll. Siaran tersebut pertama kali dipancarkan dari tempat produksi siaran dilakukan, kemudian dipancarkan kembali melalui satelit di Indonesia sampai akhirya kita bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai negara di dunia. Siaran dari satelit penyedia tersebut dapat diterima pelanggan yang telah dilengkapi alat bernama decoder. Dengan menggunakan media penyaluran satelit, suatu program televisi dapat dinikmati sejauh kita memiliki akses untuk menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik dari sistem berlangganan program TV dengan menggunakan satelit adalah adanya pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit diacak terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memiliki decoder saja yang dapat mengakses program siaran tersebut.

Alat penangkap sinyal satelit

Untuk mengakses beberapa bahkan sampai ratusan saluran televisi, kita harus memiliki alat-alat penangkap sinyal satelit. Beberapa Peralatan tersebut antara lain:

  • Satellite dish: Merupakan antena yang berfungsi untuk memantulkan signal dari satelit menuju titik fokus dan diterima oleh LNB.
  • Decoder atau set-top box (STB): Alat yang berfungsi untuk mengkonversi signal yang diterima dari LNB menjadi Audio dan Video untuk disalurkan ke Televisi/ Monitor.
  • LNB (Low Noise Block): Merupakan Alat untuk menerima signal lemah dari satelit yang dipantulkan oleh dish.
  • Smart card: Alat untuk mengakses sistem.

Contoh perusahaan televisi berlangganan satelit

MNC Vision (sebelumnya bernama Indovision)

MNC Vision merupakan penyedia layanan televisi berlangganan pertama di Indonesia dengan sistem DBS, memulai operasi dengan menggunakan frekuensi C-Band melalui satelit Palapa C-2 pada awal tahun 1994, sampai akhirnya menggunakan perangkat S-Band melalui satelit INDOSTAR-1 atau lebih dikenal dengan nama CAKRAWARTA-1 pada akhir tahun 1997. Beberapa belas tahun yang lalu, S-Band banyak digunakan untuk keperluan militer, namun, saat ini telah banyak digunakan untuk kepentingan komersial. Dengan beroperasi pada frekuensi 2.5 GHz, S-Band cocok diaplikasikan untuk wilayah Indonesia yang tropis.

Pada Mei 2009, MNC Vision meluncurkan Satelit INDOSTAR-2 guna menggantikan posisi Satelit INDOSTAR-1. Masih dengan menggunakan frekuensi S-Band, INDOSTAR-2 dioperasikan untuk mendukung transmisi teknologi penyiaran paling terbaru sehingga dimungkinkan untuk mendapat kapasitas 2 kali lipat dibandingkan satelit berikutnya.

Transvision (sebelumnya bernama TelkomVision)

PT. Trans Corp (yang sebelumnya dikelola oleh PT. Telkom) menawarkan dua pilhan sekaligus, TV berbayar melalui media satelit (Direct To Home) serta TV Kabel (Digital CATV Broadband) dengan nama TransVision. Untuk layanan satelit di kota-kota besar, Trans Corp yang bekerja sama dengan Telkom turut menyediakan akses Internet yang diberi nama Telkom Speedy dan TV berlangganan melalui sistem protokol internet yaitu Groovia TV. TransVision ini menggunakan frekuensi transmisi satelit C-Band yang beroperasi pada level 4-6 GHz. Penggunaan frekuensi satelit C-Band ternyata memiliki kemampuan terbatas dalam menghindari interferensi sistem gelombang mikro dan terestrial.

Apresiasi masyarakat

Perkembangan televisi berbayar atau berlangganan ini tergolong cukup signifikan di Indonesia. Menurut data yang diungkap Direktur Utama Indovision, Rudy Tanoesoedibjo, pasar potensial televisi berbayar di Indonesia pada dua tahun lalu (2006) berada di kisaran 12 juta orang atau sekitar 22% dari keseluruhan 57 juta pemilik TV rumahan. Dan bukan mustahil angka ini akan meningkat tajam. Konsumsi televisi berbayar ini selain melibatkan faktor ekonomi, faktor sosial pun menjadi pertimbangan. Monotomi siaran atau tayangan televisi terrestrial yang ada saat ini, sedikit banyak berpengaruh pada costumer sovereignity dalam memilih tayangan yang berkualitas. Alternatif inilah yang ditawarkan oleh televisi berbayar.

Lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia

Di Indonesia, industri televisi berlangganan beroperasi dengan menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terestrial. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa pasar yang besar. Berikut beberapa lembaga media penyiaran yang ada di Indonesia beserta media penyalurannya:

Saat ini

Sebelumnya

Referensi

  1. ^ Situs Indovision
  2. ^ "Saluran TV Berlangganan". Media Nusantara Citra. Diakses tanggal 22 Januari 2018. 
  3. ^ Hanifan, Aqwam F. (17 Juni 2016). Pramisti, Nurul Q., ed. "MNC Sky Vision: Juara yang Selalu Merugi". Tirto.id. Diakses tanggal 18 Juni 2016. 
  4. ^ Panji masyarakat
  5. ^ Nexmedia ingin raup 50.000 pelanggan TV berbayar
  6. ^ Siaran Pers No. 164/PIH/KOMINFO/8/2009 Peresmian Uji Coba Lapangan Siaran Digital Untuk Penerimaan Bergerak (Mobile TV)
  7. ^ a b c d e f (Indonesia) Presiden Republik Indonesia. "Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran". Bagian Ketujuh; Pasal 25 - 29. 
  8. ^ a b c d e f g h i (Indonesia) Law Librarian Notes. "Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Satelit, Kabel, Dan Terestrial". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-29. Diakses tanggal 9 Juni 2015. 
  9. ^ a b c (Indonesia) Komisi Penyiaran Indonesia. "KPI Bahas Pengaturan Lembaga Penyiaran Berlangganan". Diakses tanggal 9 Juni 2015. 
  10. ^ a b (Indonesia) Komisi Penyiaran Indonesia. "Pentingnya Legalitas Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Kabel". Diakses tanggal 9 Juni 2015. 

Sumber

  • August E.Grant dan Jennifer H.Meadows, Communication Technologi Updat, 9th edition. (2004)
  • Mirabito M.A.M dan Morgenstren B.L.The New Communication Technology”, (2004)

Lihat pula