Aloysius Riyanto

(Dialihkan dari A. riyanto)

Aloysius Riyanto (23 November 1943 – 17 Juni 1994) adalah seorang komposer dan penyanyi Indonesia. Dalam industri musik populer, ia lebih dikenal sebagai A. Riyanto. Ia banyak menciptakan lagu populer bagi grupnya Favourite Group maupun penyanyi-penyanyi lain, seperti Tetty Kadi, Ernie Djohan, Grace Simon, Maharani Kahar, Rafika Duri, dan Dian Mayasari.

A. Riyanto
LahirAloysius Riyanto
(1943-11-23)23 November 1943
Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Masa Pendudukan Jepang
Meninggal17 Juni 1994(1994-06-17) (umur 50)
Jakarta, Indonesia
PekerjaanPenyanyi, Komposer, Penulis lagu
AnakAri A. Riyanto , Lia A. Riyanto , Doni A. Riyanto , Lisa A. Riyanto
Orang tuaR.G.J. Daldjono, Ny. Daljono
KerabatTheresia Suwarti
Karier musik
GenrePop, Pop Jawa, Keroncong
InstrumenGitar, Piano, Organ, Vokal, Keyboard
Tahun aktif1962 - 1994
LabelPT Remaco, Indra Record, Musica Studio, Nada Sound
AnggotaFavourite Group
Mantan anggotaZaenal Combo, 4 Nada
Musicbrainz: 12ab701d-fd78-4e1c-8999-42656efba67f Discogs: 2838298 Modifica els identificadors a Wikidata

Biografi

sunting

Masa kecil

sunting

Dilahirkan 23 November 1943 di Lahir di Turisari, Solo, Jawa Tengah. Aloysius Riyanto anak ke-4 dari 9 bersaudara. Ayahnya, R.G.J. Daljono Hadisudibyo biasa ditulis R. Geraldus Daljono Hadisudibyo atau dsingkat R. Daldjono atau yang lebih dikenal sebagai Pak Dal (lahir di Solo, 21 Januari 1912) adalah guru SGA (Sekolah Guru Bagian A/Ilmu Pasti, setingkat SMA) dan dosen teori musik pada SAM Sekolah Akademi Musik di Yogyakarta.[1] Pernah memimpin Orkes RRI di Solo, Daljono (alm) juga menciptakan beberapa lagu, antara lain Bintang Kecil, Mars PON dan Hymne Kowilhan II. Ia adalah pencipta lagu anak-anak sebelum era AT Mahmud.[2]

Aloysius Riyanto yang juga saudara sepupu dari Tetty Kadi, Aida Mustafa, Is Haryanto, dan Harry Santoso ini mengakui memperoleh titisan darah seni dari sang ayah (Pak Daldjono). Sejak kecil, lelaki yang akrab dipanggil Kelik ini menekuni piano klasik. Meski begitu ia tak pernah sekolah musik. Ia bersekolah di SD Van Lith di Jakarta (1951), SD Pangudi Luhur Yogyakarta (1955), SMP Pangudi Luhur Yogyakarta (1958), dan SMA Kolese De Britto, Yogyakarta (1961). Semasa duduk di bangku SMA, dia tergabung dalam band bernama Homen.

Tahun 1964 setelah menamatkan SMA, Kelik pindah ke Bandung dan kuliah di Universitas Katolik Parahyangan pada Jurusan Teknik Arsitektur dan bertahan hanya sampai tingkat III (1961-1963). Kegiatan musik terlalu menyita perhatiannya. Dia membentuk Remitta Band yang lantas berganti nama menjadi Tourista Nada. Kelik memegang gitar di Band ini, dan ia bertahan tiga tahun di dalamnya.

Karier

sunting

Debut sebagai komposer

sunting

Pada tahun 1962, pada saat Orde Baru mulai merekah, A. Riyanto memulai debut sebagai seorang komposer, lagu ciptaannya bertajuk "Angin Malam" berhasil mengemuka lewat suara Broery Pesolima, sahabatnya. Karyanya Angin Malam yang dinyanyikan Broery itu bahkan menjadi sangat populer di tanah air pada saat itu. Tahun 1963-1964, ada keinginan dari para komposer Indonesia untuk mengalahkan pasaran musik Pop Barat. Yang pertama kali berhasil adalah A. Riyanto dengan rekamannya, melebih penjualan piringan hitamnya Everly Brothers di Sarinah sekitar tahun 1964.

Pada tahun 1966, lagu ciptaannya bertajuk "Teringat Selalu" berhasil mengemuka lewat suara Tetty Kadi, sepupunya. Karyanya Teringat Selalu yang dinyanyikan Tetty Kadi itu bahkan menjadi sangat populer di tanah air pada saat itu. Tahun 1967-1968, ada keinginan dari para komposer Indonesia untuk mengalahkan pasaran musik Pop Barat. Yang pertama kali berhasil adalah A. Riyanto dengan rekaman Tety Kadi, melebih penjualan piringan hitamnya Beatles di Sarinah sekitar tahun 1967.[3]

Zaenal Combo Band

sunting

Tahun 1968, Kelik bergabung dalam band Zaenal Combo yang dibentuk Zaenal Arifin seorang pemusik terkenal berdarah Minangkabau. Zaenal Combo adalah kelompok sohor saat itu, sehingga kemampuan musiknya semakin terlihat baik sebagai musisi dan komposer. Sesungguhnya bergabung dengan Zaenal Combo justru merupakan batu loncatan baginya untuk membuat band yang kemudian menjadi band “tuan rumah” di perusahaan rekaman raksasa milik Eugene Timothy itu.[4] Merasa mampu untuk berdiri sendiri,akhirnya A. Riyanto (keyboardist) yang juga dikenal sebagai komposer ini lalu mengajak M. Sani (drum), Eddy (gitar) dan Nana (bas) membentuk Empat Nada.[5] Ia hengkang dari Zaenal Combo dan bergabung dalam Empat Nada, band tetap pengiring artis penyanyi perusahaan rekaman Remaco.

Band 4 Nada

sunting

Setelah merekam lagu-lagu ciptaannya dengan penyanyi Tety Kadi di Remaco, tahun 1965, A. Riyanto mendirikan band 4 Nada pada tahun 1969. Band 4 Nada (Empat Nada) ini telah dirintisnya sejak tahun 1966 sejak masih di band Zaenal Combo. Beranggotakan A. Riyanto pada keyboard, '''Nana Sumarna''' (Bass), '''Eddy Syam''' (Gitar) dan '''M. Sani''' (Drum). Selain dipimpin A.Riyanto, tampuk komando kedua dalam Empat Nada adalah Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai karyawan di Remaco yang dipimpin Eugene Timothy.[5]

Group ini spesialis menjadi band pengiring di perusahaan rekaman Remaco dalam merekam lagi-lagu artis penyanyi solo sejak 1969-1972. Empat Nada banyak mengiringi artis artis tenar seperti Broery Marantika, Trio Bimbo, Tetty Kadi, Muchsin Alatas, Titiek Sandhora, dan banyak lagi. Disamping itu Empat Nada juga sempat merilis beberapa album Instrumentalia. Saat itu A. Riyanto sudah masuk daftar komposer kreatif yang produktif. Hingga tahun 1972 A. Riyanto mengaku telah menulis 300 lagu.[6] Pada akhirnya ia merasa tidak sesuai lagi dengan konsep bermusik seperti ini. Sehingga ia memutuskan untuk membuat band baru yang bisa menghasilkan karya sendiri untuk dibawakan dan dilempar ke pasaran. Syafii Glimboh meneruskan kepimpinan A. Riyanto dalam Empat Nada. Beberapa pemusik yang sempat mendukung Empat Nada di antaranya adalah gitaris Jopie Item.[5]

Favourite Group

sunting

pada tahun 1973 A. Riyanto mendirikan grup band bernama Favourite Group, bersama-sama ketiga temannya dari 4 nada tersebut ditambah Mus Mulyadi yang didaulatnya menjadi vocalist. Band ini mengeluarkan album perdananya yang langsung diterima dengan baik oleh pasar. Namun tak berselang lama terjadi perubahan formasi, di mana ketiga rekannya di Band 4 Nada memutuskan kembali ke Band 4 Nada di Studio Remaco. Dengan hanya menyisakan A. Riyanto dan sang vocalist Mus Mulyadi tidak membuat A. Riyanto patah semangat. A. Riyanto kemudian menggaet dua sepupunya Is Haryanto, dan Harry Santoso (Harry Toos), serta seorang temannya Tonny W.S. untuk melengkapi formasi baru band ini. Favorite’s Group tidak berangkat dari nol, karena masing-masing pemain sudah punya modal kata A. Rijanto seperti yang ditulis '''Majalah Tempo''' edisi Februari 1972.[4] Grup ini akhirnya menjadi salah satu fenomena industri musik pop di Indonesia dengan pencapaian kesuksesan yang cukup sensional. Di dalam group ini, ia bertindak sebagai pencipta dan pembuat aransemen pada hampir semua lagu, yang dinyanyikan oleh Mus Mulyadi sebagai vokalis.[7] Band ini sempat mengalami pergantian vocalist, juga beberapa kali mengalami kevakuman dan reuni kebangkitan yang cukup panjang dalam periode 1970-an hingga era 1990-an.

Komposer

sunting

Mencipta lagu

sunting

Saat terjadi kevakuman dalam band Favourite's Group ia menekuni pekerjaan menciptakan lagu yang diberikan kepada penyanyi-penyanyi solo. Karya karya A.Riyanto banyak dibawakan penyanyi terkenal di dekade 70-an. Mulai Broery Marantika, Tetty Kadi, Mus Mulyadi, Emillia Contessa, Titiek Sandhora, Hetty Koes Endang, Ervinna, Bimbo, Rafika Duri, Harvey Malaihollo, Andi Meriem Mattalatta, Arie Koesmiran, Anita Theresia, dan banyak lagi.[8] Sebagai pencipta lagu-lagu pop, ia tidak terlalu ditawan oleh materi lagu patah hati dan cinta yang putus seperti umumnya dalam Lagu Pop Indonesia. Jangkauan A. Riyanto cukup luas, mulai dari lirik untuk anak-anak, remaja, sampai orang tua, dan bervariasi antara tema alam, lingkungan, kehidupan, dan keindahan. Hampir semua lagu garapannya berhasil terjual. Ia menjadi semacam jaminan, dan itu bukan hal yang baru di kalangan produser di Harco-Glodok.

Ia merupakan komposer yang terbebas ‘kontaminasi’ perseteruan segmentasi antara kalangan menengah atas dan bawah. Di tangannya, musik pop tidak mengenal istilah aliran atau genre pop ‘cengeng’ dan pop kreatif. Karyanya menyentuh semua kalangan, meskipun di kemudian hari (era 1980-an-red) beberapa karyanya cenderung dikategorikan ke genre melankolis atau ‘cengeng’. Padahal lagu melankolis karya A. Riyanto terdengar tidak ‘cengeng’, baik dari segi komposisi musik maupun interpretasi para penyanyi yang menyanyikannya.[9] Kini sudah tak bisa teringat dengan pasti berapa banyak lagu yang mengalir dari tangannya kecuali yang pernah sangat populer seperti Angin Malam (1962), Mimpi Sedih (1971) atau Hanya Untukmu (1978), dsb. A Riyanto pernah mengatakan telah menciptakan sekitar 1.000 lagu. Bahkan, istrinya, Theresia Suwati, mengatakan, karya A Riyanto mencapai 2.000 lagu. Sayang mereka tidak memiliki dokumen, apalagi master rekaman.Karya Lagu-lagu gubahannya dari era 1960-an hingga akhir hayat tercecer tak karuan.[10] Bersama lagunya, beberapa penyanyi turut melambung mencapai puncak keharuman nama.[11]

Mempopulerkan Tetty Kadi

sunting

A. Riyanto masih bersaudara dengan penyanyi wanita kawakan Tetty Kadi yakni adalah adik sepupu dari sang musisi yang biasa dipanggil Kelik ini. Ia adalah penyanyi yang kerap menyanyikan karya A. Riyanto yang selalu meraih sukses besar dan terkenal. Lagu-lagunya menjadi terkenal setelah dinyanyikan oleh Tety Kadi.

Di antara lagu-lagu tersebut adalah: “Mawar Berduri” (1966), “Layu Sebelum Berkembang” (1966; yang dirilis ulang Emilia Contessa tahun 1974 dan dijadikan soundtrack film “Akhir Sebuah Impian”), “Sepanjang Jalan Kenangan” (1967), “Teringat Selalu” (1967), “Pulau Seribu” (1966), “Senandung Rindu” (1967; yang dirilis ulang Vina Panduwinata (1992); lalu Lolla Pitaloka (1996)-red), dan “Bunga Mawar” (1966; yang dirilis ulang Novia Kolopaking tahun 1996 serta menjadi soundtrack sinetron “Darah Biru”). Umumnya lagu-lagu Tetty Kadi, terdapat pula dalam album-album Favourite’s Group.[9]

Musik ilustrator film

sunting

Kebolehannya dalam menggarap musik pop, menyebabkan ia berkenalan dengan film. Tahun 1971 untuk pertama kali ia diserahkan tanggung jawab membuat ilustrasi musik untuk film Hostes Anita. Setelah berhasil dengan ilustrasi tersebut, beberapa film lainnya memintanya pula sebagai ilustrator, misalnya Titienku Sayang, Jauh di Mata, Belas Kasih, dan Malam Pengantin.[7]

Produser rekaman

sunting

Pada 1980-an, mulai dikenal pula sebagai produser rekaman dengan memperkenalkan nama-nama baru. Ia berjasa bagi penyanyi jalanan dan tukang ngamen bisa masuk ke studio rekaman.[7]

Mengorbitkan banyak penyanyi baru

sunting

Selain sebagai hitsmaker, A. Riyanto juga dikenal sebagai penemu bakat bertangan dingin, terbukti dia berhasil mengorbitkan penyanyi yang benar-benar mulai dari nol. Di era tahun 1980-an, A. Riyanto banyak menemukan bibit baru dalam kancah musik pop. Sebut saja Jamal Mirdad, misalnya, sejak terorbitkan lewat lagu “Hati Selembut Salju” pada album “Perawan Desa” (1981), Jamal secara berturut-turut menangguk sukses besar lewat tangan A. Riyanto melalui “Hati Seorang Kawan Baru” (1982), “Hati Lebur Jadi Debu” (1982), dan “Hati Kecil Penuh Janji” (1983). A. Riyanto pandai meramu lagu yang disesuaikan dengan karakter vokal sang penyanyi. Jamal Mirdad memang memiliki karakter suara yang khas yang belum pernah terdengar pada suara penyanyi pria yang ada saat itu. Bahkan suara seperti Jamal, kemudian menjadi trend di kalangan anak muda pria sehingga menghasilkan banyak ‘Jamal Mirdad tiruan’. Salah satu ‘plagiat’ Jamal yang cukup sukses adalah Ade Putra yang juga ‘ditemukan’ oleh A. Riyanto. Ade Putra sukses dalam debutnya lewat album “Tanda Mata” (1982), yang di dalamnya terdapat tembang hits berjudul “Anak Desa”. A. Riyanto berkolaborasi dengan temannya, musisi Harry Toos dalam album ini. Rano Karno yang kala itu adalah bintang film remaja ternama, juga terseret ‘demam Jamal’, lewat tembang “Yang Sangat Kusayang” (1982). Ia pun berhasil mendapat sambutan dari khalayak dengan menampilkan materi suara nyaris serupa dengan Jamal Mirdad. Ia pun banyak memberikan lagunya kepada penyanyi bertelenta suara serba bisa Johan Untung hingga melejit.

Endang S. Taurina juga termasuk penyanyi ‘hasil penemuan’ A. Riyanto. Meskipun sebelumnya telah eksis sebagai penyanyi, namun karier Endang lebih mantap ketika ditangani oleh A. Riyanto. Album “Apa yang Kucari” (1983) besutan A. Riyanto mampu menciptakan kesuksesan luar biasa. Sejak saat itu nama Endang S. Taurina mulai diakui eksistensinya sebagai penyanyi bertalenta bagus. Lagu ini pula yang membuat nama Endang melambung hingga ke Malaysia. Selanjutnya lagu-lagu Endang seolah menjadi langganan ditangani A. Riyanto, seperti “Dia yang Kucari” (1984) dan “Bunga dan Kumbang” (1985). Endang S. Taurina dan A. Riyanto juga kerap berkolaborasi menghasilkan lagu-lagu bertemakan puja-puji terhadap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sekarang disebut TNI.

Nama lain yang ‘ditemukan’ A. Riyanto adalah Chintami Atmanegara. Chintami yang sebelumnya merupakan model kalender dan telah merilis dua album, dipercaya menyanyikan karyanya yang melankolis berjudul “Duri Dalam Dada” (1984) yang memposisikan Chintami menjadi artis JK Records papan atas.

Demikian halnya dengan Ervinna, Richie Ricardo, dan Jayanthi Mandasari. Mereka cukup sukses dalam kariernya masing-masing lewat karya A. Riyanto. Ervinna, antara lain populer lewat “Jangan Parkir Disitu” (1984) dan “Ada Udang di Balik Batu” (1986), Richie hits lewat “Acuh-acuh Mau” (1984), dan Jayanthi berhasil melalui “Memori Bulan Januari” (1983). Lagu “Desember Kelabu” (1982) ciptaannya yang sangat populer malah mengalahkan popularitas penyanyinya sendiri, yaitu Maharani Kahar yang entah mengapa karier musiknya tidak berlanjut lagi. Belakangan, lagu tersebut identik dengan Yuni Shara yang merilis ulang pada tahun 2000-an.[9]

Mengangkat karier penyanyi terkenal

sunting

Rafika Duri dan Andi Meriem Matalatta, dua penyanyi bersuara lembut namun berkarakter kuat, sedikit banyak juga terangkat lewat karya cipta A. Riyanto pada awal karier mereka. Rafika Duri populer berkat lagu “Tertusuk Duri” (1976), dan “Hanya Untukmu” (yang memenangkan Gayageum Award di Seoul, Korea Selatan, 1978-red). Andi Meriem terkenal lewat “Jumpa Lagi” (1977) dan “Lembah Biru” (1977). Sementara itu, ‘Ratu Festival’ Hetty Koes Endang tak mau ketinggalan untuk ‘mencicipi’ karya A. Riyanto. Hetty mencatatkan fenomena unik yang jarang terjadi yaitu kerap merilis ulang keseluruhan lagu dari album Jamal Mirdad. Dan hebatnya tak kalah sukses dari album Jamal Mirdad itu sendiri, yaitu album “Hati Seorang Kawan Baru” (1982) dan “Hati di dalam Dadaku” (1983). Titiek Puspa sempat meramaikan karya A. Riyanto lewat “Permata Hati” (yang dirilis ulang secara duet oleh Harvey Malaihollo dan Rafika Duri (1983). Demikian halnya dengan ‘Singa Panggung Asia’ Emilia Contessa pernah populer lewat “Mimpi Sedih” (1975) (yang kemudian dirilis ulang Broery Pesolima (1978), lalu Dessy Fitri (1996) dan “Setangkai Anggrek Bulan” (duet dengan Broery Pesolima (1977), yang dirilis ulang Rano Karno & Ria Irawan (1992), kemudian oleh Chrisye & Sophia Latjuba (2002)-red).

Tetty Kadi mengulang sukses lagu Mimpi Sedih yang dulu pernah dipopulerkan oleh Favourite’s Group. Senja Kelabu pun mantab membuat nama Grace Simon melambung, padahal ketika dibawakan sendiri oleh A. Riyanto dalam album kelima Favourite’s Group lagu ini masih kalah melejit dibandingkan Cinta Monyet. Bimbo pun pernah menikmati olah karya A. Riyanto melaui lagu Balada Gadis Desa.[12]

Komposer lagu bertema nasionalisme

sunting

A. Riyanto dikenal pula sebagai komposer yang sering menghasilkan lagu bertemakan nasionalisme, di antara lagu-lagu tersebut ada yang dibuat secara serial berjudul “Nusantara” (“Nusantara I”, “Nusantara II”, “Nusantara III”, dan seterusnya). Jamal Mirdad dan penyanyi pendatang baru Atiek CB menjadi penyanyi serial “Nusantara” ini bergantian. Nama Atiek CB mulai dikenal publik namun belum terlalu mencuat waktu itu.

Mempopulerkan anak kandung

sunting

A. Riyanto juga mempunyai putri yang juga terjun di dunia hiburan, Lisa A. Riyanto, yang kerap tampil di iklan televisi. Sayangnya Lisa A. Riyanto, putri sang musisi tidak sempat menyanyikan karya sang ayah kala terjun ke dunia musik. Sebelumnya pada medio akhir tahun 1970-an ia pernah mempopulerkan anak sulungnya Ari A Riyanto sebagai penyanyi. Kakak Lisa yaitu Ari A. Riyanto ini sempat merilis lagu A. Riyanto pada masa kanak-kanak. Ari kemudian lebih banyak berkecimpung di balik layar, menjadi arranger atas lagu-lagu Lisa dan beberapa penyanyi lain. Sementara adiknya, Doni, sempat menjadi penyanyi cilik. Kiprah putra-putri A. Riyanto di jagat musik tanah air tidak segemilang ayahanda mereka.

Karier di bidang iklan

sunting

Pada tahun 1980-an, A. Riyanto pernah menciptakan dan menyusun lagu tema iklan mi instan bermerek Indomie, mi instan terkenal dari Indofood, dengan judul Indomie Seleraku dan masih populer dan ditampilkan di iklan Indomie di televisi hingga saat ini. Pada tahun 2007-2009, tiga belas tahun sesudah meninggalnya A. Riyanto, lirik lagu tersebut ciptaannya ditampilkan di bagian belakang kemasan Indomie Mi Goreng Spesial, Rasa Ayam Bawang, Rasa Ayam Spesial, Rasa Kari Ayam, Rasa Soto Mie, Rasa Empal Gentong, Rasa Mi Kocok Bandung, dan Rasa Soto Banjar Limau Kuit.[13]

Pada pertengahan 1990-an, lagu ciptaannya ini kemudian digubah oleh pakar branding terkenal Indonesia, Subiakto Priosoedarsono dengan musik oleh Elfa Secioria dari 1990-an hingga 2000-an dan SoundVillage sejak 2010-an, menyesuaikan momennya baik saat bulan Ramadhan, Idul Fitri maupun HUT Republik Indonesia.

Tahun 2009, atau tepat setelah 15 tahun A. Riyanto meninggal, lagu ini juga kerap dijadikan lagu kampanye bagi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Boediono dengan mengubah judulnya menjadi SBY Presidenku, bahkan ada juga perubahan cukup banyak pada lirik lagunya. Berkat lagu tersebut, dalam pembahasannya di Debat Capres - Cawapres 2009, presiden petahana Jusuf Kalla menegaskan soal kontroversi mengenai sindiran lagu tersebut kepada calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono: "Impor jangan terlalu besar. Maaf ini Pak SBY, Indomie itu bisa menimbulkan inflasi sebab kalau makin banyak rakyat makan Indomie, makin banyak produksi dan makin banyak gunakan gandum. Gandum terlalu banyak, impor jadi tinggi", ujarnya.

Penghargaan dan jabatan

sunting

Penghargaan

sunting

Ia banyak menerima penghargaan atas prestasinya menciptakan lagu. Di antaranya adalah Kayakeum Award di Festival Lagu Pop di Seoul, Korea Selatan (1978) dan Anugerah Bhakti Musik Indonesia dari PAPPRI (2012).

Jabatan

sunting

Pimpinan Home Band 4 Nada di PT Remaco Jakarta (1969-1972). Selanjutnya ia pernah menjabat sebagai Supervisor Favourites Group PT Tangan Mas (Golden Hand) di Jakarta (1973-1975). Setelah itu ia pernah menjadi Music Supervisor PT Musica Studio Jakarta (1976-1978), Presiden Komisaris PT Nada Sound Jakarta (1975), dan sempat menjadi Pimpinan Umum Artis-artis Rekaman Indonesia.[11]

Kehidupan pribadi

sunting

A. Riyanto menikah dengan Theresia Suwarti asal Solo yang dinikahinya pada 11 Mei 1969. Dari perkawinannya ini mereka dikaruniai 4 orang anak, 2 lelaki, 2 perempuan. 2 Di antaranya yakni Ary Surya Nugraha (Ari A Riyanto) dan Elizabeth Dani Retno Putri Aloysius Riyanto (Lisa A. Riyanto). sempat mengikuti jejaknya sebagai penyanyi dan artis.

Lisa sempat mengeluarkan beberapa album mulai album I "Biarkan Orang Bicara" (1995). Setelah itu ia merilis album-album berikutnya, yakni Air Mata Kekasih, Biarkan Orang Bicara, Bagaimana Kasih, Aku Tetap Sayang, dan Terserah Kasih. Kebanyakan lagu yang ia bawakan bernuansa melankolis. Tahun 2000, Lisa kembali hadir dengan album barunya yang berjudul Jendela Mimpi. Lisa juga sempat mengeluarkan album religi Ave Maria (2011).[14]

A. Riyanto meninggal

sunting

Pada 17 Juni 1994 A. Riyanto sang “Legenda” menghebuskan napas terakhirnya pada umur 50 tahun, setelah berjuang sekian lama menghadapi penyakit komplikasi Ginjal & Kencing Manis (diabetes) yang sudah lama diidapnya.

Diskografi

sunting

kemudian dinyanyikan kembali oleh Rano Karno dan Ria Irawan, serta Chrisye dan Sophia Latjuba

Penyanyi Internatinal Teresa Teng dari Taiwan

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting