Abortus pada sapi
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada April 2016. |
Abortus pada sapi adalah ketidakmampuan fetus sapi untuk bertahan hidup sebelum waktunya dilahirkan, namun proses pembentukan organ pada fetus tersebut telah selesai.[1]
Jika kebuntingan berakhir sebelum terjadinya organogenesis, prosesnya dinamakan kematian embrio dini.[butuh rujukan] Jika fetus mati sesaat setelah dilahirkan, prosesnya dinamakan kelahiran mati.[2] Kebuntingan pada sapi terjadi selama 9 bulan.[2] Abortus yang terjadi sebelum bulan kelima masa kebuntingan tidak disertai dengan retensi plasenta, tetapi abortus yang terjadi sesudah bulan kelima sering disertai dengan retensi plasenta.[2]
Faktor penyebab
suntingKlasifikasi abortus berdasarkan penyebabnya dibagi dua yaitu abortus yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan non infeksius.[1] Kejadian abortus yang berkaitan dengan genetik sapi sampai saat ini tidak diketahui.[1] Faktor non infeksius yang dapat mengakibatkan abortus di antaranya defisiensi vitamin A dan E, selenium dan zat besi.[1] Selain itu, stres panas juga dapat menyebabkan hipotensi, hipoksia dan asidosis fetus. Temperatur induk yang tinggi pada kondisi demam lebih memengaruhi fetus dibandingkan suhu lingkungan yang tinggi.[butuh rujukan] Faktor lainnya adalah trauma dan toksin.[1] Beberapa toksin yang dapat mengakibatkan aborsi di antaranya adalah toksin dari Ponderosa pine needles, Astragalus sp., dan Gutierrezia microcephala. Mikotoksin yang bersifat estrogenik juga dapat mengakibatkan abortus.
Abortus yang bersifat infeksius dapat dibedakan berdasarkan agen penyebabnya, pada sapi penyebabnya yaitu:[2]
- Bakteri di antaranya Bruselosis yang disebabkan oleh Brucella abortus, Leptospirosis yang disebabkan oleh Spirochaeta, Vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio foetus veneralis.
- Virus di antaranya: Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Epizootic Bovine Abortion (EBA), Bovine Viral Diarrhea (BVD)
- Jamur di antaranya: Aspergillus spp.
- Protozoa di antaranya: Trichomoniasis yang disebabkan oleh Trichomonas foetus.
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.[3] Sekitar 60 sampai 80 persen disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus.[3] Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.[3] Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 sampai 16 persen dari semua abortus pada sapi[3]
Aspergillus terdapat di mana-mana dan umumnya bersifat saprofit.[3] Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio lain pada saluran pencernaan.[3] Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus.[3] Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah lahir.[3]
Abortus dapat menyebabkan kerusakan selaput fetus, endometrium, retensio plasenta dan ketidaksuburan sesudah abortus.[1] Secara ekonomi, abortus merupakan salah satu masalah besar bagi peternak karena kehilangan fetus dan dapat juga diikuti dengan penyakit pada rahim serta ketidaksuburan untuk waktu yang lama.[2] Apabila abortus disebabkan oleh faktor infeksius, maka hal tersebut dapat mengancam kesehatan semua sapi betina di dalam kelompoknya.[2]
Gejala klinis
suntingGejala klinis dari abortus yaitu fetus lahir prematur, pada saat lahir lemah dan kemudian mati atau fetus sudah mati di dalam rahim.[2] Pada kebanyakan kasus abortus fetus mati di dalam uterus dan dikeluarkan dalam waktu 24-72 jam di mana telah terjadi autolisis.[2]
Diagnosa
suntingDiagnosis harus memperhatikan riwayat penyakit, gejala klinis dan sebaginya disertai diagnosis penunjang, misalnya pemeriksaan laboratorium.[2] Pada abortus akibat Brucellosis, diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan Milk Ring Test (MRT) kemudian dilakukan isolasi B. abortus (uji bakteriologis).[4] Dugaan adanya infeksi bakteri pada sapi perah juga dapat diketahui dari Somatic Cell Count (SCC)[4]
Milk Ring Test merupakan suatu uji yang cukup sensitif dan spesifik yang dapat digunakan sebagai uji saring (screening test) Brucellosis pada kelompok hewan ternak.[4] Brucella abortus dapat diisolasi dari cairan uterus, jaringan uterus, cairan vagina, susu, darah, kelenjar limfa, plasenta fetus, paru-paru fetus dan isi perut fetus yang diabortuskan. Somatic Cell Count telah banyak digunakan sebagai pemeriksaan rutin pada susu untuk mengetahui lebih dini adanya infeksi bakteri pada sapi perah.[4]
Penanganan
suntingAbortus perlu ditangani berdasarkan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, misalnya oleh bakteri Brucella abortus maka penanganan yang dapat dilakukan yaitu:[5]
- Peningkatan sanitasi
- Vaksinasi strain 19 saat sapi berumur 3-7 bulun, strain 45/20 saat terhadap semua ternak
- Pemberian antiseptik dan antibiotika pada hewan yang sakit
- Penyingkiran reaktor (sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi)
- Isolasi dan pemotongan sapi yang terinfeksi
- Penggugguran fetus dan plasenta lalu dibakar dan dikubur
- Karantina, pemeriksaan dan pengujian hewan baru.
Referensi
sunting- ^ a b c d e f Aiello et al. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA: Whitehouse station.
- ^ a b c d e f g h i Manan D. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
- ^ a b c d e f g h "Abortus karena Jamur pada Sapi". Vet-indo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-08. Diakses tanggal 2010-04-20.
- ^ a b c d Robby Wienanto (2008). Hubungan antara Infeksi Brucella abortus dengan somatic cell count pada Sapi Perah di Daerah Pusat Penghasil Susu Jawa Timur (Skripsi). Universitas Airlangga. Diakses tanggal 2010-04-22.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Ratnawati, Dian. Andi Mulyadi, Marsandi, ed. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong (PDF) (dalam bahasa Indonesia). Pasuruan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Departemen Pertanian. hlm. 22–23. ISBN 978-979-8308-69-7. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2012-09-11. line feed character di
|publisher=
pada posisi 90 (bantuan); line feed character di|coauthors=
pada posisi 21 (bantuan)