Arbanat

variasi makanan khas Indonesia

Arbanat adalah jajanan tradisional Indonesia yang terbuat dari gula pasir yang dipanaskan, ditambahkan pewarna makanan, dan ditarik-tarik hingga membentuk untaian. Makanan manis ini juga dikenal dengan nama rambut nenek karena awalnya makanan ini berwarna putih dan berbentuk menyerupai rambut nenek.[1]

Arbanat
Arbanat diapit dengan kue sempe/opak
Nama lainrambut nenek, harum manis, arumanis, gulali, gula kapuk
Tempat asalIndonesia
DaerahJawa Timur
Bahan utamagula pasir, tepung terigu, pewarna makanan, air, dan minyak goreng
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Jajanan seperti ini juga terdapat di Tiongkok dengan nama lóng xū táng (Tionghoa tradisional: 龍鬚糖; Tionghoa sederhana: 龙须糖) (terj. har.'permen jenggot naga') dan Korea Selatan dengan nama kkul-tarae (Hangul: 꿀타래) (terj. har.'gelendong madu').

Arbanat merupakan jajanan yang populer tahun 1980-an hingga 1990-an dan memiliki tekstur berserat serta berbeda dengan permen kapas dalam hal tekstur. Arbanat memiliki tekstur yang padat dan kasar, sedangkan permen kapas terasa ringan, lunak, dan mudah meleleh ketika dimakan.

Jajanan ini biasa disajikan ketika lebaran di beberapa rumah karena banyak disukai oleh anak-anak kecil. Arbanat juga biasa dijajakan di depan sekolah-sekolah ketika jam waktu pulang tiba. Arbanat saat ini biasa dimakan dengan kue sempe atau opak, yakni penganan tradisional sejenis wafer tipis warna-warni, yang ditumpukkan di antara arbanat[2] menyerupai penyajian roti lapis.

Sejarah

sunting

Menurut beberapa sumber, jajanan ini berasal dari Jawa Timur dengan daerah yang berbeda-beda, seperti Kota Malang dan Desa Kesambi, Kabupaten Lamongan.[3] Desa Kesambi juga dikenal sebagai sentra produksi arbanat di Indonesia karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pembuat jajanan tradisional ini; yang memiliki permintaan tinggi musiman saat bulan Ramadan serta memiliki jangkauan pasar lokal, nasional, dan luar negeri.[4] Namun, sejak tahun 1950-an jajanan ini sudah banyak tersebar di Malang. Beberapa etnograf dari Belanda juga mencatat profesi pedagang keliling dari jajanan ini, yang kemungkinan manisan yang dijual keliling itu tergolong sebagai penganan kuno.[5]

Pada zaman dahulu, jajanan ini pernah dapat dibeli hanya dengan cara menukarkan barang bekas berupa botol atau kaleng. Biasanya, pedagang arbanat itu akan berkeliling dari rumah ke rumah dan menjajakan jajanannya sambil bermain rebab (alat musik gesek seperti biola). Namun sekarang, penjual tersebut sudah tidak melakukan hal itu lagi.[6] Kuliner manis ini juga dibungkus dengan menggunakan kertas bekas, baik koran bekas maupun kertas hasil ujian bekas.[7]

 
Arbanat dan penjualnya yang memakai rebab

Keunikan

sunting

Arbanat dahulu berwarna putih karena dibuat tanpa pewarna makanan. Akan tetapi, sekarang arbanat diberi pewarna makanan yang membuatnya berwarna-warni seperti merah muda, kuning, atau hijau. Rasanya juga bermacam-macam, misalnya durian, melon, pandan, dan lain sebagainya.[butuh rujukan]

Penjual arbanat telah ada sejak tahun 1950 dan 1960-an hingga sampai sekarang tampak tidak mengalami perubahan yang besar. Pada umumnya, mereka mengenakan pakaian gelap dan baju Madura.[butuh rujukan] Di dalamnya mengenakan kaus atau kemeja warna muda atau terang.[5] Penjual ini tampil khas dengan memakai topi rotan bulat atau kain.[7]

Tempat arbanat disimpan terbuat dari kaleng bekas minyak kelapa yang dimodifikasi sehingga di bagian atasnya ada pembuka. Di bagian depan ada kaca tembus pandang sehingga arbanat dapat terlihat dengan jelas. Di bagian samping ada tempat mengait arbanat yang terbuat dari garpu, sementara bagian sisi kiri ada bagian yang ditutup seperti penutup kaleng kerupuk yang berfungsi sebagai tempat uang.[5]

Biasanya, penjual arbanat berkeliling sambil memainkan alat musik rebab.[8] Rebab yang digunakan adalah rebab dengan dua dawai yang larasnya mendekati laras slendro. Jika diperhatikan dari cara memainkannya yang diletakkan di pinggang, rebab ini lebih dekat dengan rebab Tiongkok daripada rebab Jawa.[5]

Proses pembuatan

sunting

Proses membuat arbanat hampir serupa dengan cara membuat gulali, hanya berbeda dalam menggunakan bahan baku, di mana arbanat tidak hanya berbahan gula saja, tetapi dicampur dengan tepung sebanyak 30 persen.[butuh rujukan] Teknik pembuatannya seperti membuat mi tradisional Tiongkok.[5] Proses selanjutnya yakni memasak gula pasir dengan air di wajan hingga mengental. Proses pembuatannya harus diaduk terus menerus agar gula tidak menempel pada wajan dan menjadi gosong serta memakan waktu sekitar dua jam.[7]

Setelah berubah menjadi karamel, cairan gula tersebut kemudian dituang ke dalam sebuah wadah. Karamel dibubuhkan tepung terigu agar untaian tidak melekat satu sama lain dan ditarik-tarik hingga berbentuk seperti rambut.

Referensi

sunting
  1. ^ http://www.atiqohhasan.com/2013/05/nostalgia-rambut-nenek.html
  2. ^ Puji, Atika. "Arbanat dan Sejuta Kenangan Masa Kecil". www.goodnewsfromindonesia.id. Diakses tanggal 2022-08-17. 
  3. ^ Kartika, Eka (2017), Rambut Nenek, Jajanan Unik yang Populer Tahun 1990-an, Bobo, diakses tanggal 22 November 2024 
  4. ^ Sudjarwo, Eko (2023), Jajanan Arum Manis Cocok Jadi Kudapan Saat Takjil, Legit-Enak Lho!, Detik, diakses tanggal 22 November 2024 
  5. ^ a b c d e "Rebab Arbanat Musisi Penjual Arbanat Keliling Kampung". Diakses tanggal 2022-08-17. 
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  7. ^ a b c "Arbanat, Jajanan Malang untuk Suguhan Hari Raya". Ngalam Wearemania. 2021-05-05. Diakses tanggal 2022-08-17. 
  8. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-07. Diakses tanggal 2014-12-11.